Benarkah Masjid Al Khaif Kuburan 70 Nabi ?!
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum… Ustadz, ada yang membuat saya penasaran. Apakah riwayat yang menyatakan bahwa Masjid Khaif adalah tempat kuburan 70 orang nabi itu benar/shahih? Berikut riwayatnya Al-Bazzaar rahimahullah berkata,
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُسْتَمِرِّ الْعُرُوقِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَبَّبٍ أَبُو هَمَّامٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ قُبِرَ سَبْعُونَ نَبِيًّا
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Mustamir Al-‘Uruuqiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhabbab Abu Hammaam : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Thahmaan, dari Manshuur, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Di masjid Khaif, telah dikubur tujuhpuluh orang Nabi” [Kasyful-Astaar no. 1174]. Kalau memang shahih, berarti bisa dijadikan dalil untuk mendukung pembangunan masjid di atas kuburan? Mohon penjelasannya dari syubhat tersebut.
JAWAB:
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Pertama, hadits tersebut infarada bihi Ibrahim bin Thahman, alias hanya diriwayatkan dari jalurnya. Sedangkan ia adalah perawi yang walaupun dianggap tsiqah oleh mayoritas ahli hadits, akan tetapi ada sebagian ahli hadits yg mempermasalahkan sebagian riwayatnya. Oleh karenanya, Ibnu Hajar menyatakannya sebagai perawi tsiqah yang suka meriwayatkan hadits-hadits gharib, sedangkan Ibnu Hibban mengatakan sebagai berikut:
الثقات لابن حبان (6/ 27) أمره مشتبه, له مدخل في الثقات ومدخل في الضعفاء, وقد روى أحاديث مستقيمة تشبه أحاديث الأثبات, وقد تفرد عن الثقات بأشياء معضلات
“(Ibrahim bin Thahman ini) perkaranya tidak jelas. Dia berpotensi untuk digolongkan sebagai perawi tsiqah, namun juga berpotensi untuk digolongkan dalam perawi dhaif. Ia meriwayatkan sejumlah hadits yang mustaqim (benar), yang mirip dengan haditsnya orang-orang tsiqah; namun terkadang meriwayatkan beberapa hal yang kacau dari perawi-perawi yang tsiqah, tanpa ada yang menyertainya dalam periwayatan hal-hal tersebut“. Saya katakan: Ini menunjukkan bahwa hadits Ibrahim bin Thahman ini tidak bisa diterima begitu saja, apalagi bila matannya terkesan ‘aneh’ seperti ini. Ala kulli haal, kalaupun kita anggap hadits ini shahih sanadnya, maka matannya munkar, sebab:
1. Kita tahu bahwa Nabi melarang umatnya untuk melangkahi kuburan, atau duduk di atas kuburan; nah kalaulah benar bahwa di Masjid Khaif ini terdapat kuburan 70 Nabi, berarti telah ada ratusan ribu bahkan jutaan orang yang telah menodai kuburan tersebut dengan melangkahinya, menginjak-injaknya, dan duduk di atasnya… Nah, mungkinkah Nabi membiarkan hal tersebut? Padahal dalam hadits disebutkan:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه
“Nabi shallallaahu alaihi wa sallam melarang untuk menggamping kuburan, duduk di atasnya, atau mendirikan bangunan di atasnya.” (HR. Muslim).
2. Jika kita perhatikan kitab-kitab yang bercerita tentang sejarah Mekkah, maka kita tidak mendapati bahwa ke 70 kuburan tadi memiliki ciri-ciri yang jelas, yang menunjukkan bahwa itu adalah kuburan. Ini menunjukkan bahwa kalaupun benar di lokasi tersebut terdapat kuburan 70 Nabi, maka semua kuburan tadi telah kehilangan ciri-cirinya dan tak terdeteksi lagi, sehingga otomatis setiap hukum yang terkait dengannya pun tidak berlaku. Jadi, harap dibedakan antara kuburan yang masih tampak sebagai kuburan, dengan suatu lokasi yang ‘diklaim’ sebagai kuburan namun tidak ada bagian tertentu yang mirip sebagai kuburan. Sebab, hukum-hukum syar’i dikaitkan dengan sesuatu yang zhahir dan riil, bukan dengan sesuatu yang batin.
3. Istilah ‘masjid’ dalam bahasa Arab tidak harus berlaku pada bangunan masjid, namun semua tempat sujud sah-sah saja dinamakan ‘masjid’. Bukankah dalam hadits shahih Nabi bersabda:
جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا
“Bumi (tanah) dijadikan sebagai masjid (tempat sujud/shalat) bagiku, sekaligus sebagai media bersuci (tayammum).” Nah, apakah masjid di sini adalah masjid yang memiliki tembok dan atap, ataukah sekadar tempat shalat? Demikian pula dalam hadits yang antum tanyakan, bila Nabi mengatakan bahwa ada 70 kuburan Nabi di Masjid Khaif, maka jangan dibayangkan bahwa sejak dahulu di tempat itu sudah terdapat bangunan mesjid yang mentereng seperti sekarang… sebab boleh jadi yang dimaksud masjid sekadar tempat shalat/lapangan tanpa memiliki bangunan.
4. Hadits tersebut sama sekali tidak mengatakan bahwa kita boleh membangun masjid di atas kuburan.
5. Kalaupun hadits tersebut dipahami sebagai ‘isyarat’ akan bolehnya membangun masjid di atas kuburan, maka kita mendapatkan dalil yang ‘tegas-tegas’ dan ‘gamblang’, yang melarang membangun masjid di atas kuburan. Haditsnya muttafaq ‘alaih sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Aisyah meriwayatkan bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah pernah bercerita tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah, yang terdapat di dalamnya lukisan-lukisan. Mendengar hal tersebut, Nabi berkata, “Mereka (orang-orang Nashara) itu, bila ada orang shalih di antara mereka yang mati, maka mereka membangun masjid (rumah ibadah) di atas kuburnya, dan membikin lukisan-lukisan tersebut. Merekalah sejelek-jelek manusia di sisi Allah pada hari kiamat nanti”.
Nah, hadits yang demikian gamblang dan shahih ini tidak mungkin kita abaikan karena adanya hadits yg memberi ‘isyarat’ bolehnya membangun masjid di atas kuburan… Apalagi jika hadits tersebut keabsahannya masih diragukan.
6. Kalaulah apa yang mereka simpulkan tersebut kita anggap benar, yakni kita boleh membangun masjid di atas kuburan karena adanya masjid Khaif yang dikubur di sana 70 Nabi; maka hal ini telah dihapus oleh sabda Nabi saat beliau sakaratul maut, yaitu:
صحيح مسلم – عبد الباقي (1/ 376) عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم * في مرضه الذي لم يقم منه لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد قالت فلولا ذاك أبرز قبره غير أنه خشي أن يتخذ مسجدا
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau sakit menjelang kematiannya, “Semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Kata Aisyah: “Kalaulah bukan karena alasan ini, niscaya kuburan beliau ditampakkan di muka umum, akan tetapi beliau khawatir jika kelak dijadikan sebagai mesjid”. Muttafaq ‘Alaih.
Jadi, alasan dikuburnya beliau di dalam rumah, bukan di tempat terbuka, ialah supaya kuburan beliau tidak dijadikan tempat shalat. Nah, kalau sesaat sebelum ruh beliau dicabut beliau mengatakan hal seperti ini, maka mungkinkah orang berakal meninggalkan sabda beliau yang terang benderang laksana matahari di siang bolong tadi, lalu beralih kepada hadits-hadits yang tidak jelas keshahihannya, kemudian menarik kesimpulan yang bertentangan 180 derajat dengan sabda terakhir beliau tadi? Jawabnya: TIDAK MUNGKIN bin MUSTAHIL, kecuali bagi orang yang berpenyakit dalam hatinya dan memperturutkan hawa nafsu.
Dijawab oleh Ustadz Abu Hudzaifah, Lc., M.A.
Artikel www.basweidan.com
Dari jawaban ustadz pada kolom komentar yang membedakan antara Negeri Islam dan Negeri Kaum Muslimin, ada sedikit pertanyaan dari kami. Yang kami ketahui, penjelasan tentang suatu negeri disebut negeri/negara Islam adalah jika disitu tegak syi’ar-syi’ar Islam seperti adzan, sholat jama’ah, haji dan sejenisnya. Namun ustadz menilai Indonesia tidak tepat disebut negeri Islam dengan melihat syi’ar kesyirikannya dan yang sejenisnya. Kami ingin penjelasan lebih lengkap berdasarkan perkataan para ulama tentang penjelasan sebagaimana yang ustadz paparkan.Syukron.
Barokallohu fiik
Dari penjelasan yg antum sebutkan tadi, coba antum renungkan: Bukankah di Indonesia juga tegak syi’ar2 kemusyrikan dan kekafiran, di samping syi’ar2 Islam? Bukankah pergaulan bebas, pamer aurat, berbagai kemungkaran, bid’ah, dan khurafat juga menjadi pemandangan sehari2 di Indonesia? nah, kalau begitu maka kita tidak boleh menilai dari satu sisi saja… sebab syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dlm majmu’ Fatawa 28/240-241, membagi negeri menjadi tiga: Darul Islam, Darul Kufr, dan Daar Murakkabah (campuran). Nah, indonesia lebih tepat digolongkan kedalam tipe ketiga.
Lalu bagaimana jadinya dengan kuburan Rasulullah yang ada didalam Masjid Nabawi ? Apakah ada pengecualian ? Ataukah ini murni kesalahan pemerintah Saudi Arabia ? Atau para ulamanya yang kurang koordinasi dengan kerajaan dan arsiteknya?
Dan apakah Dewan Fatwa KSA ini bekerja sama dengan baik dgn Kerajaan itu sendiri ? Karena , biasanya ulama yang dekat dengan penguasa , akan rusak statement dan fatwanya
Atau memang mereka itu terpisah dan hanya bekerja sama tentang hal-hal yang disepakati ?
Polisi Syari’ah di Saudi merupakan inovasi yang cemerlang , tetapi jika ditelaah apakah ini termasuk perkara bid’ah ? Ya , seperti pemaksaan sholat fardhu diwaktunya
Lalu klaim anda bahwa KSA adalah satu-satunya negara Syariat , darimana asalnya ? Dari dalil , Pendapat pribadi atau menukil dari pendapat ulama ? Cukuplah negara dengan penduduk mayoritas Islam dan merdeka utk menjalankan syiarnya dpt disebut negara Islam. Walaupun petingginya sendiri tdk secara gamblang menyebut syariat
Seperti ; Indonesia ,Malaysia , Mesir , Brunei ,dll.
Bisakah dibenarkan orang yang mengatakan Rasulullah itu ‘ Maksum ‘ , sedangkan Beliau sendiri pernah melakukan kesalahan seperti
berpaling dari seorang buta yang ingin mengetahui Islam ,
memastikan sesuatu yang belum tentu terjadi sehingga turun perintah untuk mengatakan Insyallah ,
mendiamkan Aisyah selama beberapa waktu.
Bukankah lebih tepat jika kita mengatakan ‘ Orang yang selalu diluruskan dan diberi petunjuk oleh Allah ‘
Dan semoga anda diberi Petunjuk.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dikubur di kamar Aisyah, bukan di mesjid. Namun ketika mesjid Nabawi mengalami perluasan di zaman khalifah Al Walid bin Abdul Malik (yg berkuasa antara 85-95 H), maka beliau -semoga Allah mengampuninya- memasukkan bangunan rumah Rasulullah (yg di dalamnya terdapat kuburan beliau) ke dalam wilayah mesjid. Inilah kesalahan yg pertama kali terjadi dan kemudian ‘dilestarikan’ oleh khalifah2 setelahnya. Termasuk Turki Utsmani yg berkuasa hingga munculnya Daulah Su’udiyyah 1,2 dan 3 (yg skrg ini). Nah, ketika berdiri Kerajaan Arab Saudi, bangunan Mesjid Nabawi yg ada di zaman tsb keadaannya memang sudah salah, yakni karena rumah Rasulullah masuk dlm bangunan mesjid. Pemerintah Saudi tidak memugarnya mengingat hal ini sangat berpotensi menyulut fitnah di tengah kaum muslimin. Hal ini bukan berarti mereka dan para ulamanya merestui kekeliruan tsb, akan tetapi, suatu kekeliruan tidak boleh diingkari dengan cara merombaknya bila hal tsb justru mendatangkan mafsadat yg lebih besar. Antum tahu khan, bahwa masih banyak di antara kaum muslimin yg melontarkan tuduhan batil kpd Pemerintah Saudi, ulamanya, maupun warganya… spt tuduhan wahhabi, islam radikal, anti maulid, atau bahkan membenci nabi (krn tidak pernah merayakan maulid, dst). Hal ini terbukti ketika mereka sengaja menghancurkan gunung2 di sekitar masjidil haram demi perluasan mesjid (yg ujung2nya juga demi kemaslahatan kaum muslimin juga), ternyata banyak pihak yg berkata miring dan menuduh saudi sengaja menghancurkan tempat2 bersejarah… dst.
Nah, bayangkan kalau yg dipugar (baca: dihancurkan) adalah bangunan mesjid yg berada di sekitar rumah Rasulullah… kira-kira bagaimana reaksi umat Islam?
Itulah sebabnya mengapa pemerintah saudi membiarkan saja mesjid Nabawi seperti itu tanpa berusaha mengeluarkan rumah rasulullah dari Area mesjid. Pun begitu, mereka menempatkan sejumlah petugas yg 24 jam tak henti2nya mencegah dan mengingatkan para peziarah yg berbuat tidak benar saat berziarah.
Masalah hubungan ulama-penguasa di saudi sifatnya relatif ya… Tidak semua fatwa ulama di saudi diterapkan oleh pemerintah, namun juga tidak semuanya diabaikan. Ini juga bukan sesuatu yg aneh, bahkan sejak dulu pun yg namanya penguasa dan ulama kadang sejalan dan kadang tidak sejalan dlm beberapa masalah. Akan tetapi mereka tetap dianggap penguasa yg sah dan tidak dirongrong kekuasaannya, dan para ulama tetap dihormati fatwanya.
Saudi satu-satunya negara yg menjadikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai hukum positifnya, alias sebagai undang2. Inilah kenyataan yg tidak bisa dipungkiri oleh siapa pun yg mengenal sistem hukum yg berlaku di negara tsb. Syi’ar2 Islam nyata sekali tegak… norma2 Islam spt cara berpakaian, cara bergaul, dsb juga masih kental. Walaupun pelanggaran tentu ada.
Adapun Indonesia, Malaysia, Mesir, dan Brunei lebih tepat jika dikatakan Negara kaum muslimin, bukan negara islam. Sebab definisi negara itu meliputi tiga hal, yaitu Pemerintah, Undang-undang, dan rakyat. nah, kalau salah satunya masih belum islam, maka tidak bisa dikategorikan sbg negara islam. Contohnya, di Indonesia, Malaysia, dll undang2nya masih belum berlandaskan syariat islam, namun produk demokrasi. Atau sebagian pemerintahnya (sebagian menterinya) bukanlah orang Islam, nah kondisi inilah yg menjadikan negara2 tsb belum bisa dikategorikan sebagai negara islam (daulah islamiyyah). Apalagi jika syi’ar2 kekafiran/kemusyrikan juga tegak, spt di indonesia dan mesir… lalu pola hidup masyarakatnya juga tidak mencerminkan nilai2 islam, terutama di Indonesia. Maka lebih tidak tepat lagi untuk disebut negara Islam.
Para Nabi semuanya ma’shum, dan ma’shum itu artinya terjaga dari melakukan dosa besar dan terjaga dari melakukan hal-hal yg menodai kredibilitas dirinya sebagai utusan Allah. Ma’shum juga berarti tidak dibiarkan dalam kekeliruan. Artinya, seorang Nabi mungkin saja keliru namun kekeliruan tsb tidak tergolong dosa besar, dan tidak juga menodai kredibilitas beliau, dan tidak akan dibiarkan oleh Allah. Makanya ketika Nabi berpaling dari sahabatnya yg buta, beliau langsung ditegur oleh Allah. Demikian pula ketika beliau lupa mengatakan insya Allah, juga langsung ditegur oleh Allah. Artinya, kesalahan apa pun yg beliau lakukan pasti akan diluruskan oleh Allah.
Polisi syariat bukanlah bid’ah, tapi masuk dlm mashalih mursalah. Apalagi jika ditinjau dari tugas mereka yg tak lain adalah amar ma’ruf nahi munkar, maka jelas ini sesuatu yg syar’i 100 %.
Thoyyib, klo gitu ana tanya disini aja ya ustadz.
Begini ustadz, tempo hari ana berdiskusi dengan seorang member dari grup Facebook yg ana ikuti. Beliau mendho’ifkan atsar Sufyan Ats-Tsauri yg diriwayatkan oleh Imam Al Lalika’i yg berbunyi, “perbuatan bid’ah lebih dicintai syetan dibanding maksiat.” Kata beliau, atsar ini dho’if jiddan karena ada perawi Yahya bin Yaman. Beliau mengklaim, Ahmad bin Hanbal berkata perawi ini matruk sedangkan Yahya bin Ma’in berkata Yahya bin Yaman tidak pernah mendengar riwayat dari Sufyan Ats-Tsauri, tetapi beliau tidak menyebutkan rujukan kitab darimana beliau menemukan perkataan jarh dari kedua imam ini mengenai Yahya bin Yaman.
Dan ana sedikit browsing di internet, ana menemukan ternyata Yahya bin Yaman : “Ibnu Hajar berkata dalam at-Taqrib :Yahya bin Yaman al-‘Ajali al-Kufi, shaduuq, ahli ibadah, banyak yang salah (dalam meriwayatkan hadits) dan berubah (banyak lupa hapalannya di masa terakhirnya.” Taqribut Tahzib no. 7679. Bagaimana sebenernya status dari Yahya bin Yaman ini ya ustadz? Apakah jika dia memang banyak salahnya lantas haditsnya dho’if jiddan? Dan bagaimana sebenernya para perawi lengkap dari atsar ini?
Ana mohon kesediaan dan waktu luang ustadz untuk membantu menjawab pertanyaan ana ini. Jazakallah khair.
Yahya bin Yaman termasuk perawi yang diperselisihkan oleh para ulama. mayoritas mengatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri banyak yang keliru, terbalik, dan semisalnya. Ia juga disifati sebagai perawi yg cepat hafal namun juga cepat lupa. Akan tetapi tidak ada seorangpun yg mengatakan bahwa beliau itu matruk. Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حدث عن الثورى بعجائب لا أدرى لم يزل هكذا أو تغير حين لقيناه أو لم يزل الخطأ فى كتبه وروى من التفسير عن الثورى عجائب ،
Dia meriwayatkan hadits-hadits yg ajaib dari Ats Tsauri. Aku tidak mengerti, apakah dia memang seperti itu terus; ataukah hafalannya telah kacau saat kami berjumpa dengannya, atau kitab-kitabnya memang banyak mengandung kekeliruan. ia juga meriwayatkan hal-hal yang aneh dari Ats Tsauri dalam ilmu tafsir.
Dalam riwayat lainnya, Imam Ahmad mengatakan: “Laisa bihujjah” (bukan seorang perawi yg menjadi hujjah). (kedua pendapat inilah yang ana temukan dlm Tahdzibul Kamal dan Tahdzibut Tahdzieb). Sedangkan pendapat beliau yg ketiga mengatakan bahwa Wakie’ (ibnul Jarrah) atsbat min Yahya bin Yaman, Yahya yadh-toribu fi ba’dhi hadietsihi. Artinya, hafalan Wakie’ lebih kuat daripada Yahya. Sebagian hadits yang diriwayatkan oleh Yahya tergolong hadits mudh-torib.
Adapun Yahya bin Ma’ien tidak pernah mengatakan bhw Yahya bin Yaman tidak mendengar dari Sufyan Ats Tsauri, dan tidak mungkin beliau mengatakan demikian. Bahkan ana bisa memastikan bahwa tidak ada seorang ahli haditspun yg mengatakan seperti itu, sebab YahYa bin Yaman terkenal sebagai orang yg sangat banyak meriwayatkan hadits dari Ats Tsauri dan termasuk murid senior beliau. Bahkan Imam Abu Dawud mengatakan bahwa Yahya bin Yaman memiliki 30 ribu hadits dari Ats Tsauri (lihat Tarjamah beliau dlm Tahdzibut Tahdzieb).
Ala kulli haal, mayoritas jarh yg dilontarkan berkaitan dengan hadits-hadits Nabi yg diriwayatkannya dari jalur Ats Tsauri. Ini berbeda dengan ketika Yahya meriwayatkan perkataan Ats Tsauri sendiri. Para ulama tidak menyikapi atsar para salaf setelah generasi sahabat dengan ketat sebagaimana menyikapi hadits-hadits nabi atau atsar sahabat. Selama atsar tsb tdk mengandung sesuatu yg munkar, dan tidak bertentangan dengan pendapat Ats Tsauri lainnya, maka bisa diterima. Toh perkataan ulama (yg bukan sahabat) tetap saja tidak menjadi hujjah dlm agama. Dengan arti bahwa yg mengingkarinya tidak dianggap sesat, sebagaimana orang yg mengingkari hadits Nabi. wallahu a’lam.
Ustadz Abu Hudzaifah, afwan kok di soal-jawab ga ada kolom komentar lg ya? Ada yg mau ana tanyakan ke antum, apa disini saja atau bagaimana ustadz? Syukron.
Iya, rupanya ikhwah yg me-redesain website ini lupa mengaktifkannya… barusan udah ana minta supaya diaktifkan kembali. Ana sendiri belum ahli dalam mengutak-atik website yg baru ini.
Tambahan faidah yg banyak dari ustadz Abul Jauzaa’ -hafizhahullah- :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/02/kuburan-70-nabi-di-masjid-khaif.html