Akhir-akhir ini kaum muslimin di seluruh dunia sedang dilanda fitnah besar. Fitnah tersebut dihembuskan oleh dua golongan Ahli Bid’ah yang tergolong musuh Islam terbesar. Pertama fitnah Syi’ah, yang diwakili oleh Iran dan Hizbullah-nya. Golongan ini sepintas muncul sebagai pahlawan kaum muslimin dan simbol perlawanan terhadap kedigdayaan AS dan Israel yang selama ini telah banyak menyakiti umat Islam. Fitnah semakin menghebat tatkala Hizbullah yang dipimpin oleh Hasan Nasrallah terlibat perang hebat dengan Zionis Israel selama 34 hari pada tahun 2006 yang lalu. Perang besar tersebut dipicu oleh kegegabahan Hizbullah yang menculik dua orang serdadu Israel tanpa berkonsolidasi terlebih dahulu dengan pemerintah Lebanon, hingga demi membebaskan dua orang serdadunya tadi, Israel membombardir seluruh wilayah Lebanon hingga memporakporandakan negeri yang Indah tersebut, dan menyebabkan kerugian sekitar 2.5 miliar Dollar. Di samping itu, korban yang tewas di kalangan rakyat sipil mencapai 1000 orang lebih. Pun demikian, dunia menganggap Hizbullah lah yang menang karena Israel tidak berhasil menghancurkan sistem pertahanan roket Hizbullah meski telah membombardir Lebanon demikian hebat.[1]

Mata kaum muslimin pun terpaku menyaksikan patriotisme pasukan Hizbullah yang dengan ‘gagah berani’ menyerang tank-tank Merkava Israel, hingga berhasil menghancurkan 50 buah di antaranya. Bahkan disinyalir Hizbullah telah menembakkan 4000 roket dari 15000 roket yang dimilikinya ke wilayah Israel yang padat penduduk, hingga menyebabkan sejumlah 300 ribu yahudi diungsikan. Hasan Nasrallah pun mengeluarkan statemen-statemen yang dinilai pedas kepada Israel hingga Israel hengkang dari selatan Lebanon yang notabene adalah wilayah kaum Syi’ah. Nasrallah bahkan mengklaim akan membebaskan Masjidil Aqsha dari kekuasaan Yahudi dan seterusnya, hingga statemen tadi membikin sebagian kaum muslimin terkagum-kagum kepadanya, dan menjulukinya sebagai Khomeini Arab dan Khalifatul Muslimin.

Pada awal tahun 2009, Zionis kembali melakukan aksi brutalnya terhadap warga Gaza Palestina. Mereka membombardir dan menyerang kota Gaza secara membabi buta hingga menyebabkan ribuan jiwa dari kalangan sipil tewas, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

Akan tetapi, kita patut bertanya-tanya… mengapa dalam perang ini Hizbullah tidak menembakkan sebuah roket pun ke wilayah Israel? Bukankah Israel adalah musuh bersama kaum muslimin? Silakan Anda baca analisa tentang hal ini dalam artikel kami yang berjudul: “Kisah Hizbullah”.

Adapun golongan kedua adalah kelompok Khawarij yang juga tidak kalah berbahaya dengan Syi’ah. Bahkan boleh jadi lebih banyak kaum muslimin yang tertipu oleh propaganda Khawarij dari pada yang tertipu oleh Syi’ah.

Barang kali faktor utama di balik ini semua adalah pengaruh media massa yang demikian hebat dalam membentuk opini masyarakat terhadap golongan atau negara tertentu. Di samping itu, kesalahan dalam menuntut ilmu juga memainkan peran besar. Sebab banyak dari pemuda Islam yang mengambil ilmu dari sumber yang tak jelas, seperti dari internet lewat tulisan-tulisan, atau tayangan video dan rekaman suara dari pihak-pihak tertentu yang tidak diketahui asal-usulnya. Bahkan mereka bukan berlatar belakang pendidikan agama, namun sekedar insinyur, dokter, atau pemuda-pemuda belia yang pernah terjun ke medan jihad, dan menganggap dirinya lebih ‘alim dari Hai’ah Kibaarul Ulama, Majma’ul Fiqhy dan ulama-ulama besar lainnya.

Mereka membawa seruan yang sepintas mulia dan enak didengar: “Keluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah Arab”. Mereka juga terlibat langsung dalam berbagai pertempuran melawan tentara AS dan sekutunya baik di Afghanistan maupun Irak. Bahkan kini mereka telah meresmikan berdirinya dua negara Islam: Imarah Islam Afghanistan, dan Daulah Iraq Al Islamiyyah.

Makin banyak kaum muslimin yang terbius dengan mereka, terutama setelah melihat betapa tulusnya pengorbanan mereka demi menolong saudara-saudara mereka di Irak dan Afghanistan. Mereka lupa bahwa ketulusan saja tidak cukup untuk menilai benar-tidaknya suatu kelompok. Akan tetapi harus ada patokan yang jelas dalam hal ini, yang bersih dari seluruh subyektivitas dan simpatisme. Hendaklah dalam menilai suatu kelompok kita merujuk kepada asal-usul mereka, tujuan mereka, tokoh-tokoh mereka, dan perbuatan mereka di lapangan; kemudian cocokkan semua itu dengan dalil-dalil dari Al Qur’an dan Sunnah serta praktik para Salaf, barulah kita akan mendapat penilaian akhir yang benar tentang mereka.

Marilah kita mulai dengan menelusuri asal muasal mereka sebagaimana yang kita lakukan tatkala membahas Syi’ah dalam Revolusi Iran dan Kisah Hizbullah. Berikut ini adalah terjemahan dari situs Al Jazeera[2] tentang orang-orang Arab-Afghan dan pengaruh mereka terhadap berkembangnya pemikiran Khawarij akhir-akhir ini.

AA

Tokoh-tokoh Al Qaeda

Sejarah Orang-orang Arab-Afghan

Siapakah Arab-Afghan itu? Ke organisasi dan jaringan apa mereka berafiliasi? Apakah operasi-operasi militer terbesar yang pernah mereka lakukan melawan eksistensi Uni Soviet di Afghanistan? Apakah hubungan mereka dengan Jaringan Al Qaeda dan Usamah bin Laden? Mengapa mereka diburu oleh AS dan sejumlah negara Arab serta dianggap sebagai jaringan berbahaya dan teroris?

Laporan ini mencoba untuk menjawab sejumlah pertanyaan tadi, agar kita mendapat gambaran menyeluruh tentang tahapan pertama dari skenario perang yang dilancarkan AS kepada Afghanistan.

Siapakah Arab-Afghan itu?

Istilah Arab-Afghan mulai terkenal di media massa untuk ditujukan kepada campuran pemuda-pemuda Arab yang kembali dari Pakistan, dan mereka memiliki kaitan dengan masalah Afghanistan serta pernah terlibat dalam beberapa tindak kekerasan di sebagian negara Arab seperti Mesir, Al Jazair, Libya, dan Yaman. Istilah ini kemudian berkembang dan meliputi semua orang yang pernah ikut serta dalam bentuk apa pun pada perang Afghanistan.

Faktor-faktor yang mendorong datangnya orang-orang Arab ke Afghanistan dapat dijelaskan dalam beberapa poin berikut:

  • Menolong mujahidin Afghan dalam perang mereka melawan Tentara Soviet sejak akhir 70-an hingga sepuluh tahun kedepan, sekaligus bersama mereka memerangi pemerintahan boneka yang loyal kepada Rusia hingga April 1992.
  • Bekerja di bidang sosial dan bantuan kemanusiaan baik di dalam Afghanistan maupun di wilayah-wilayah pengungsian di Pakistan.
  • Bergabung dengan kamp-kamp pelatihan Arab di Afghanistan, yaitu pada tahun 1992.
  • Hidup menetap di Afghanistan karena melarikan diri dari negara mereka, baik karena takut ditangkap atau dikejar-kejar akibat suatu tuduhan.

Kondisi Internasional dan Regional yang mendorong datangnya orang Arab ke Afghanistan

Kondisi yang terjadi selama perang dingin dan kekhawatiran negara-negara Arab akan berkembangnya komunisme, serta semangat jihad di kalangan pemuda, mendorong munculnya fenomena Arab-Afghan.

Ada beberapa faktor yang mendorong adanya pasukan dan tim kemanusiaan dari kalangan Arab di Afghanistan dan Pakistan. Faktor-faktor ini sebelumnya belum cukup untuk menyebabkan timbulnya perlawanan bersenjata yang mendahului masalah Afghanistan seperti masalah Kashmir dan Palestina, demikian pula dengan masalah yang muncul pasca Afghanistan, seperti masalah Bosnia dan Chechnya. Faktor-faktor tadi bisa disimpulkan dalam poin-poin berikut:

  • Perang dingin mendorong AS untuk memotivasi pemuda-pemuda Islam agar berangkat ke Afghanistan dan Pakistan, guna ikut serta dalam perang melawan Uni Soviet, atau dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan di sana. Lebih-lebih bahwa Washington telah mengenyam pengalaman pahit selama di Vietnam, ketika Uni Soviet mendukung gerilyawan Vietkong. Intinya, perang Afghanistan merupakan kesempatan balas dendam bagi AS.
  • Negara-negara Arab yang bersahabat dengan AS dan juga khawatir akan ekspansi komunisme, mengizinkan banyak dari para sukarelawan yang berasal dari negara mereka untuk pergi ikut serta dalam perang tersebut. Negara-negara yang paling besar memberikan dukungan politik, ekonomi dan militer bagi mujahidin tadi adalah Arab Saudi, Pakistan, Mesir, dan Kuwait.

Berikut ini adalah pernyataan sejumlah Negara Arab dan Islam yang ikut campur dalam perang Afghan:

  1. 1. Sikap Pakistan

Pakistan memandang bahwa invasi Soviet ke Afghanistan merupakan ancaman bagi keamanan bangsanya, dan merasa bahwa dirinya akan menjadi sasaran berikutnya. Pakistan pun segera membuka bandara-bandaranya untuk menerima para sukarelawan yang datang untuk berperang di pihak mujahidin Afghan.

  1. 2. Sikap Arab Saudi

Arab Saudi memandang bahwa Uni Soviet merencanakan untuk mengepung wilayahnya lewat wilayah yang meliputi Yaman Selatan di selatan Jazirah Arab, kemudian Ethiopia dengan mendukung pemerintahan militernya yang berhaluan kiri dalam pertikaiannya dengan Uganda, sekaligus dalam menghadapi gerilyawan Eritrea. Oleh karenanya, Arab Saudi demikian bersemangat untuk mengirim sukarelawan dari penduduk Saudi maupun yang lain agar berperang di Afghanistan, yaitu dengan membiayai tiket pesawat dan menyiapkan rute penerbangan yang langgeng ke Peshawar dan Islamabad. Selain itu, Pemerintah Saudi juga mendorong berbagai yayasan kemanusiaan di Saudi agar bekerja di Peshawar dan Afghanistan demi kepentingan Arab-Afghan.

  1. 3. Sikap Mesir

Presiden Mesir Anwar Sadat mengirimkan bantuan kepada Mujahidin Afghan berupa rudal-rudal Shaqr 20. Hal ini selaras dengan keinginan AS, tepatnya setelah Mesir mengusir pakar-pakar dan penasehat Uni Soviet dari tubuh tentara Mesir tahun 1972, dan mulai mengarah ke Barat dan AS.

  1. 4. Sikap Kuwait

Selama periode tersebut, Kuwait juga memainkan peran penting dalam membantu jihad di Afghanistan, khususnya yang berkaitan dengan sisi kemanusiaan. Kuwait mendirikan sejumlah rumah sakit, sekolah, dan ma’had yang dimanfaatkan oleh orang-orang Arab-Afghan sebagai lapangan belajar dan bekerja.

Berbagai negara tadi segera memberikan sejumlah bantuan untuk Jihad di Afghanistan. Mereka mengakui pemerintahan sementara dari pihak Mujahidin yang dipimpin oleh Shibghatullah Mujaddedi, yang berulang kali diterima oleh Presiden Anwar Sadat beserta rombongannya di desa beliau yang berada di Meit Abul Kum, dan Sadat menyangoni mereka dengan persenjataan setelah berkonsolidasi dengan Arab Saudi dan AS. Sadat bahkan memerintahkan dibentuknya panitia kesetiakawanan untuk rakyat Afghan, yang dipimpin oleh Harun Al Mujaddedi sebagai Sekjen dan Pembantu OKI. Hal ini dilakukan Mesir sebagai ganti dari Liga Arab yang memindahkan kantornya ke Tunisia setelah terjadinya perdamaian antara Mesir dan Israel tahun 1979.

Al Azhar pun segera mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa siapa saja yang bekerja sama dengan pasukan Rusia di Afghanistan berarti telah berkhianat. Al Azhar juga menyifati setiap pemerintahan yang ikut memantapkan kekuasaan Rusia di bumi Afghanistan sebagai pemerintahan yang tidak syar’i.

Rabithah Alam Islami yang bermarkas di Saudi, dan berbagai Yayasan Sosial di Kuwait, Emirat Arab, dan Qatar pun semakin giat membuka markas-markas bantuan kemanusiaan dan medis yang secara umum memelihara eksistensi Arab untuk terus berperang bersama Afghan.

Peran DR. Abdullah Azzam

Bertolak dari adanya dorongan politis secara resmi yang disertai sejumlah propaganda agamis, maka tersebarlah fatwa-fatwa yang mewajibkan jihad melawan tentara Soviet, dan aktiflah sejumlah dai yang memiliki bakat untuk menggerakan ghirah Islamiyah masyarakat, seperti DR. Abdullah Azzam. Melalui kaset-kaset, kunjungan-kunjungan, dan kitab-kitab yang beliau tulis dalam menggambarkan berbagai kemenangan Mujahidin Afghan dan ‘karamah’ yang terjadi pada mereka, seperti kitab: (آيات الرحمن في جهاد الأفغان); melalui semua ini, beliau berperan cukup penting untuk mendatangan banyak sukarelawan Arab ke Pakistan dan Afghanistan.


Peran Usamah bin Laden

Nama milyuner Saudi Usamah bin Laden, segera terkenal setelah mendirikan sejumlah kamp latihan untuk menerima sukarelawan sekaligus memberikan nafkah dan latihan kepada mereka. Lebih-lebih pemuda yang datang dari negara-negara teluk. Ia ikut andil dalam mendirikan kantor pelayanan, dan Baitul Anshar yang merupakan cikal bakal Jaringan Al Qaeda setelah Bin Laden terpengaruh demikian besar oleh Jama’ah Jihad Mesir. Di Baitul Anshar ini, keberadaan orang-orang Arab ditata ulang sesuai dengan arah pemikiran seperti berikut:

  • Aktivitas Abdullah Azzam cukup seputar para pemuda yang pemikirannya berafiliasi kepada Ikhwanul Muslimin (IM), meski kebanyakan dari mereka tidak bergabung di barisan IM. Mereka konon memiliki kamp latihan yang terkenal dengan nama Shada.
  • Sejumlah besar orang Arab yang datang dari negara-negara teluk bergabung dengan Jaringan Al Qaeda. Al Qaeda konon rutin mengirim dai-dai mereka ke Mekkah untuk merekrut pemuda yang datang dari negara-negara Arab agar ikut berperang di sampin mujahidin Afghan. Jama’ah Jihad Mesir juga mendapat manfaat dari Usamah bin Laden dan Al Qaeda sebagai penyandang dana untuk kegiatan-kegiatan training dan penyuluhan mereka. Mereka bahkan memiliki penetrasi ke kamp-kamp Al Qaeda seperti Kamp (mu’askar) Al Faruq dan Kamp Ash Shiddiq. Al Qaeda juga mendirikan untuk pusat-pusat penyuluhan seperti Al Noor Centre di kota Peshawar, Pakistan.
  • Jama’ah Islamiyyah Mesir tetap memelihara karakter khas mereka dalam berorganisasi dan menerbitkan majalah mereka yang bernama Al Murabithun, meskipun anggota mereka mendapat banyak pelatihan dari kamp-kamp Al Qaeda.

Arab-Afghan dalam berbagai front Jihad

Front-front Jihad baru menerima sukarelawan Arab setelah sekian tahun dari invasi Soviet ke Afghanistan. Ketika itulah jumlah mereka baru bertambah, yaitu dari tahun 1982-984. Ketika itu Peshawar menerbitkan majalah berbahasa Arab yang khusus menyoroti masalah Afghanistan. Majalah ini boleh diedarkan di banyak negara teluk, Sudan, Yordania, dan diselundupkan ke negara-negara di Utara Afrika (Al Maghrib Al Araby), Irak dan Suriah. Majalah ini memainkan peran penting dalam mengobarkan jiwa patriotisme kalangan muda untuk berangkat ke Afghanistan.

kamp

Kamp Latihan Al Qaeda di Afghanistan

Konon mayoritas sukarelawan Arab yang datang ke medan perang saat itu masih miskin pengalaman militer dan latihan fisik. Bahkan banyak dari mereka yan baru pertama kali memegang senjata dalam perang tersebut. Kondisi lalu berkembang dan berbagai kamp latihan pun didirikan, yang paling terkenal di antaranya adalah kamp Ma’sadatul Anshar yang dibangun oleh Bin Laden dan Kamp Shada milik Maktab Al Khadamat di bawah bimbingan Abdullah Azzam.

Di antara front terbesar yang diterjuni oleh orang-orang Arab-Afghan dalam menghadapi pasukan Soviet adalah perang Jalalabad atau yang terkenal dengan nama Inhiyaz, di mana puluhan orang dari mereka gugur. Demikian pula perang Al Ma’sadah yang terjadi di Jalalabad juga.

Arab-Afghan pasca jatuhnya Kabul

Nasib Arab-Afghan pasca jatuhnya ibukota Kabul ke tangan mujahidin dapat disimpulkan dalam poin-poin berikut:

  • Banyak di antara mereka yang kembali ke negara asalnya, terutama yang berasal dari negara teluk, Yordania, dan Sudan jika tidak ada masalah dengan pemerintah di negara-negara tersebut.
  • Sebagian dari mereka bekerja di lembaga-lembaga kemanusiaan, baik yang berada di Pakistan maupun Afghanistan.
  • Sebagian lagi tetap tinggal di kamp-kamp pelatihan yang dimiliki oleh berbagai gerakan Islam, seperti Jama’ah Jihad (JJ) dan Jama’ah Islamiyyah (JI) yang berasal dari Mesir, lalu Jaringan Al Qaeda (JAQ) milik Usamah bin Laden, lalu Jama’ah Islamiyyah Al Muqatilah (JIM) asal Libya, dan Jama’ah Islamiyyah Al Musallahah (JIAM) asal Al Jazair.
  • Sebagian lagi ikut serta dalam perang saudara yang meletus di antara kelompok-kelompok Afghan setelah mereka memasuki ibukota Kabul.
  • Sebagian lagi pindah ke medan perang lainnya seperti Bosnia, Kashmir, Sudan selatan, Somalia, Tajikistan dan Chechnya.
  • Sebagian lagi kembali ke negara asal mereka untuk memerangi pemerintah setempat, berangkat dari pengalaman tempur dan gerilya mereka, seperti Jama’ah Jihad dan Jama’ah Islamiyyah Mesir, lalu Jama’ah Islamiyyah Al Musallahah Aljazair, dan Jama’ah Islamiyyah Al Muqatilah Libya.
  • Sejumlah kelompok dari mereka pergi menuju sejumlah negara di Eropa dan Amerika Utara untuk mendapatkan suaka politik, terutama mereka yang datang dari negara-negara Afrika Utara, Irak dan Suriah.
  • Sebagian lagi pindah ke berbagai negara Arab seperti Arab Saudi, Yaman, dan Suriah untuk menetap dan hidup di sana.

Orang Arab yang menetap di Afghanistan

Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah orang Arab yang ada di Afghanistan saat ini. Sebagian laporan menyebutkan bahwa jumlah mereka sekitar 4 ribu orang, namun laporan lain mengatakan bahwa jumlah mereka kurang dari seribu.

Struktur organisasi dan afiliasi mereka memang bermacam-macam. Sebagian berafiliasi kepada organisasi lama yang telah berdiri di negara asal mereka, seperti Jama’ah Islamiyah, Tanzhim Al Jihad, dan Jama’ah Takfir wal Hijrah yang ketiganya dari Mesir; lalu Tentara Aden Abyan Al Islamy asal Yaman, dan sebagian lainnya berafiliasi ke organisasi-organisasi yang didirikan di bumi Afghanistan dan Pakistan yang masih eksis sampai hari ini; contohnya Jaringan Al Qaeda milik Bin Laden, yang kemudian berkembang menjadi (الجبهة الإسلامية العالمية لقتال اليهود والصليبيين) yang artinya: Front Islam Internasional untuk memerangi kaum Yahudi dan Salibis”; yang pembentukannya diumumkan pada Februari 1998. Front ini terwujud setelah Jama’ah Jihad Mesir, Jama’ah Islamiyyah Musallahah Aljazair, dan Jama’ah Islamiyyah Muqatilah Libya beraliansi. Di sana masih ada sejumlah organisasi lain yang didirikan di Afghanistan atau Pakistan dan kemudian punah, seperti Jama’ah Al Khilafah dan Jama’ah Al Fithrah. Di samping itu ada juga beberapa orang dari mereka yang tidak berafiliasi ke Jama’ah tertentu.

Arah pemikiran Arab-Afghan

Komunitas Arab-Afghan yang tetap tinggal di Afghanistan sebagian besarnya mengadopsi pemikiran politik religius yang mirip dengan organisasi-organisasi yang menaungi mereka. Mayoritas dari mereka percaya sepenuhnya bahwa para pemimpin negara Arab harus diganti melalui kekuatan senjata. Acuan mereka dalam hal ini adalah buku-buku tulisan sejumlah tokoh kontemporer seperti Sayyid Quthub, Muhammad Quthub, dan Abul A’la Al Maududi; terutama yang berkaitan dengan pengertian Jahiliyah, hakimiyyah, golongan yang beriman, termasuk pandangan mereka tentang realita dan bagaimana menyikapinya. Mereka juga mengacu kepada buku-buku yang ditulis oleh pemimpin mereka tentang klasifikasi para pemimpin, hukum mereka, golongan yang tidak mau mengamalkan syi’ar Islam, dan memberi udzur karena ketidak tahuan, serta topik-topik lain yang sering diangkat dalam sejumlah booklet mereka. Contohnya yang berjudul (الفريضة الغائبة) “Kewajiban yang hilang”; lalu buku (منهاج العمل الإسلامي) yang ditulis oleh Jama’ah Islamiyyah, dan buku (المنهاج الحركي) tulisan Jama’ah Jihad, termasuk pula (الحصاد المر) dan (حكم قتال الطائفة الممتنعة), serta tulisan-tulisan lainnya.

Kita dapat menyimpulkan ciri-ciri pemikiran Arab-Afghan yang masih menjalin hubungan dengan Afghanistan dengan tetap tinggal di sana serta memanfaatkan kondisinya untuk mendirikan kamp-kamp pelatihan tadi, dalam poin-poin berikut:

  • Arab-Afghan menganggap semua pemerintahan di negara Arab sebagai pemerintahan yang tidak syar’i.
  • Mereka percaya bahwa jihad adalah jalan utama untuk mengganti para pemimpin tersebut.
  • Mereka menolak untuk bekerja sama dengan yayasan/lembaga negara dengan dalih bahwa yayasan/lembaga tersebut mendukung negara kafir dan thaghut.
  • Mereka memandang bolehnya amar ma’ruf nahi mungkar tanpa izin dari pihak yang berwenang, selama syarat-syaratnya bisa mereka penuhi.
  • Sebagian dari mereka memandang bahwa masyarakat Arab dan Islam adalah masyarakat kafir, sedangkan sebagian lainnya menganggapnya masyarakat jahiliyah, baik dari segi pola pikir, hukum yang berlaku, maupun adat-istiadatnya. Sedangkan sisanya menganggap masyarakat tersebut sebagai pihak yang dikalahkan.
  • Sebagian Arab-Afghan semisal JJ, JI, JIM, dan JIAM memandang wajibnya berperang melawan pemerintahan negara-negara Arab dan Islam karena menganggap mereka sebagai golongan yang tidak mau mengamalkan Syari’at Islam. Mereka menganggap tidak mengapa jika harus jatuh korban di kalangan sipil tak berdosa selama perang tersebut, dengan mengacu kepada apa yang dinamakan ‘at tatarrus’ dan ‘at takhaffiy’ [3], yang keduanya –menurut mereka- berkonsekuensi wajibnya memerangi golongan yang menentang penerapan syari’at, walaupun mereka menjadikan sejumlah sipil kaum muslimin sebagai tameng. Artinya, –menurut pemahaman mereka- boleh saja memerangi mereka semua, sedangkan pihak sipil yang mati sebagai korban kelak akan dibangkitkan sesuai dengan niat masing-masing di hari kiamat.
  • Mereka banyak didominasi oleh pemahaman wala’ dan bara’ sebagai titik tolak mereka, dan menyerukan agar bara’ kepada setiap non muslim, terutama AS dan Barat.

Peralihan harakah pasca jatuhnya Kabul

Pasca jatuhnya Kabul ke tangan mujahidin dan berakhirnya perang Afghanistan-Uni Soviet, sebagian Arab-Afghan melebur dalam perang saudara yang meletus di antara faksi-faksi mujahidin. Sebagian dari mereka bergabung dengan pasukan Gulbuddin Hekmatiyar yang mengajak mereka yang berada di Peshawar Pakistan, agar masuk kembali ke Afghanistan, lebih-lebih setelah mereka menjadi kejar-kejaran pasukan keamanan Pakistan yang bekerja sama dengan sebagian negara Arab.

Sebagian kecil dari mereka bergabung dengan kelompok Ahmad Shah Mas’oud, dan sebagian sisanya tidak mau ikut campur dalam perang tersebut, dan memutuskan untuk pergi ke wilayah-wilayah lainnya dan berperang bersama kaum muslimin yang lain.

Ada juga di antara mereka yang memutuskan untuk kembali ke tanah air mereka dan melakukan tindak kekerasan terhadap pemerintah setempat, lewat operasi-operasi pembunuhan dan peledakan. Bahkan dalam masa terakhir ini, sejumlah pemimpin Arab-Afghan memandang perlunya memusatkan aktivitas mereka untuk memerangi AS yang menurut mereka sedang memimpin koalisi Salibis internasional untuk menyerang Islam.

Operasi militer Arab-Afghan yang paling terkenal di luar Afghanistan

Orang-orang Arab-Afghan mengaku bahwa mereka bertanggung jawab atas sejumlah aksi kekerasan yang terjadi di beberapa negara Arab dan asing. Mereka juga dituduh oleh pihak keamanan internal negara-negara tersebut sebagai dalang di balik aksi-aksi kekerasan lainnya yang dikaitkan kepada mereka. Yang paling terkenal di antaranya adalah:

Pertama: Di Mesir

  • Percobaan pembunuhan terhadap Mendagri Mesir Zaki Badr pada bulan Desember 1989. Yang tertuduh dalam hal ini adalah sejumlah orang yang memang pernah mendapat latihan militer di Afghanistan.
  • Pembunuhan ketua DPR Mesir, Dr. Rif’at Al Mahjub pada bulan Oktober 1990.
  • Percobaan pembunuhan atas Mendagri Hasan Al Alfi, dan Menpen Shafwat Syarif tahun 1993.
  • Percobaan pembunuhan atas Presiden Hosni Mobarak di Ethiopia pada bulan Juni 1995. Yang tertuduh dalam hal ini adalah seorang komandan bernama Musthafa Hamzah, yang notabene merupakan tokoh paling terkenal di kalangan Arab-Afghan asal Mesir.
  • Peledakan yang terjadi di kedutaan Mesir di Islamabad Pakistan pada bulan November 1995, yang mengakibatkan semakin eratnya kerja sama Mesir-Pakistan-AS dalam memburu Arab-Afghan.

Keadaan semakin parah karena gerakan Islam moderat tidak diberi peluang untuk merubah pemikiran ekstrim tersebut, akan tetapi masalah ini hanya disikapi dari kacamata stabilitas politik saja. Akibatnya, banyak negara yang menyaksikan bertambahnya aksi kekerasan lewat terus terjadinya tindak pembunuhan dan pembunuhan balasan yang meliputi berbagai kalangan di jajaran polisi Mesir. Negara pun dituding berada di balik pembunuhan balasan terhadap Jama’ah-jama’ah tersebut, dan dituduh melampaui batas dalam menggunakan senjata organik dalam membekuk mereka. Aksi kekerasan pun terus berlangsung hingga akhirnya berhenti setelah ditanda tanganinya gencatan senjata oleh para pemimpin historis berbagai kelompok dan organisasi tadi, dari dalam penjara-penjara Mesir tahun 1998.

Kedua: Di Aljazair

Jazair

Aksi kekerasan di Al Jazair

Arab-Afghan memainkan peran penting dalam rentetan peristiwa yang disaksikan Aljazair sejak campur tangan militer yang membatalkan hasil pemilu putaran pertama, yang dimenangkan oleh partai Islam FIS pada Januari 1992. Berbagai peristiwa tadi terjadi seiring dengan kembalinya orang-orang Aljazair dari Afghanistan. Banyak di antara mereka yang lalu bergabung dengan JIM yang berdiri pada tahun itu juga. Lalu setahun kemudian (1993) komando dipegang oleh Ja’far Al Afghani yang merupakan veteran perang Afghanistan-Soviet.

Arab-Afghan di Aljazair menerapkan cara-cara keras dalam menyikapi masalah politik dan mereka dituding mendalangi banyak operasi militer, di antaranya:

  • Penculikan sejumlah pegawai kedutaan Prancis di Aljazair tahun 1993.
  • Percobaan pembunuhan atas mantan Menhankam, Jend. Khalid Nizar.
  • Percobaan peledakan di Bandara Hawary Bomedine tahun 1993.
  • Pembunuhan 12 orang Kroasia di Aljazair.
  • Penghancuran sejumlah madrasah, dan pembunuhan sejumlah besar warga sipil.

Setelah FIS mengumumkan damai dengan pasukan keamanan Aljazair tahun 1997, aksi kekerasan pun menurun, namun JIM berusaha mengaktifkan kembali operasi-operasi militernya untuk kedua kalinya. Hal tersebut dilakukan di bawah komando Qamaruddien Kharban yang mendapat suaka politik dari Inggris dan memiliki hubungan erat dengan Usamah bin Laden sejak ia menjabat sebagai penanggung jawab pusat latihan Arab-Afghan di Afghanistan.

Ketiga: Di Sudan

Aktivitas Arab-Afghan di Sudan lebih menonjol dalam bidang pembangunan, lewat pembangunan bendungan-bendungan, jalan-jalan, kemudian dengan pelatihan anarkis yang salah satunya ialah percobaan pembunuha terhadap Presiden Mesir di Addis Ababa Ethiopia, yang bertolak dari wilayah Sudan

Sudan mulai kebanjiran orang-orang Arab-Afghan pada tahun 1990. Yaitu ketika pemerintah Sudan yang dipimpin oleh Omar Al Bashir dan Hasan At Turabi mengizinkan muslimin Arab untuk masuk ke wilayah Sudan tanpa visa. Usamah bin Laden pun tiba di sana tahun 1992 pasca jatuhnya Kabul. Di sana ia berjumpa dengan banyak tokoh Arab-Afghan asal Mesir, salah satunya adalah dr. Aiman Azh Zhawahiri, Abu Hafsh Al Mishry dan Musthafa Hamzah.

Aktivitas Arab-Afghan di Sudan memiliki dua fenomena yang menyolok:

  1. 1. Aktivitas Investasi

Hal ini muncul sejak Usamah bin Laden mengalihkan sebagaian aktivitas perdagangannya ke Sudan dan memperhatikan proyek-proyek pembangunan yang mempekerjakan banyak dari Arab-Afghan. Di antara proyek terpentingnya di Sudan ialah: pembangunan bendungan Rousires, salah satu bendungan terbesar di Sudan; lalu penggalian kanal Kinanah dan Rahd; pembangunan bandara Port Sudan yang baru, dan pembangunan jalan raya yang menghubungkan Khartoum-Shandi-Athbarah.

  1. 2. Aktivitas Organisatoris

Aktivitas ini diwujudkan lewat pendirian sejumlah kamp latihan khusus untuk JI dan Tanzhim Al Jihad. Menurut laporan pemerintah Mesir yang disangkal oleh pemerintah Sudan, kamp-kamp tersebut melatih sejumlah personel Arab-Afghan untuk melakukan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Mesir Hosni Mubarak pada bulan Juni 1995 di Addis Ababa. Para eksekutor tadi disinyalir bertolak dari wilayah Sudan.

Keempat: Di Bumi Afrika

Arab-Afghan mulai nampak di Somalia di samping Harakah Ittihad Al Islamy dan komunitas Afghan asal Afrika. Bahkan peristiwa tenggelamnya komandan militer Al Qaeda Abu Ubaidah Al Pansyiri di danau Viktoria, adalah kejadian yang menarik perhatian dan menunjukkan betapa dalamnya penyusupan anggota Arab-Afghan di bumi Afrika. Beberapa laporang menyebutkan bahwa Arab-Afghan juga bergabung dengan pasukan Aliansi Nasional yang dipimpin oleh Muhammad Farah Aidid dalam melawan pasukan AS yang menjejakkan kakinya di bumi Somalia atas nama operasi “Pengembalian Harapan” tahun 1994. Perang tersebut mengakibatkan terbunuhnya sekitar 20 personel dari pasukan khusus AS yang mendorong AS segera hengkang dari Somalia.

Sedangkan di Kenya dan Tanzania, nampaknya Arab-Afghan juga memiliki eksistensi di sana. Salah satu operasi militer terbesar mereka ialah peledakan dua kedutaan AS di Nairobi dan Darussalaam di saat yang bersamaan pada bulan Agustus 1998.

Kelima: Di negeri Syam

Arab-Afghan mulai nampak di negeri Syam (Suriah-Yordania-Lebanon-Palestina) sejak awal tahun 1993. Nampaknya terjadi percampuran antara organisasi-organisasi Arab-Afghan dengan organisasi yang disebut Jaisy Muhammad (Tentara Muhammad). Di Suriah, pemerintah setempat mengumumkan penangkapan sejumlah Arab-Afghan yang masuk ke wilayah mereka dengan cara yang inkonstitusional, mereka pun dihukum dengan kurungan penjara dalam tempo yang berbeda.

Keenam: Di Yaman

Banyak dari warga Yaman yang pergi ke Afghanistan untuk ikut serta dalam perang melawan Uni Soviet. Di Afghanistan dan Peshawar mereka memiliki kamp-kamp khusus, dan dalam sisi militer muncullah tokoh mereka yang bernama Thariq Al Fadhli, yang kemudian direkrut oleh pemerintah Yaman dan menjadi anggota Partai Mu’tamar Bangsa yang berkuasa. Demikian pula Syaikh Abdul Majid Az Zindani yang juga memainkan peran penting di sisi dakwah, dan sering terlihat mondar-mandir ke Peshawar.

Arab-Afghan asal Yaman konon berperan signifikan setelah itu dalam perang saudara yang meletus antara Yaman Utara dan Yaman Selatan yang dikuasai oleh kaum Sosialis pada tahun 1994.

Di antara organisasi Yaman yang banyak merekrut Arab-Afghan adalah ‘Tanzhim Jaisy Aden Abyan’ yang menyatakan dukungannya kepada Usamah bin Laden dan JAQ-nya setelah serangan AS terhadap Sudan dan Afghanistan tahun 1998. Di antara operasi militer terbesar mereka ialah penghancuran kapal perang AS USS Cole di Aden tahun 2000, yang menurut pemerintah Yaman pelakunya adalah oknum-oknum Arab-Afghan yang pernah mendapat pelatihan militer sebelumnya di Afghanistan.

Ketujuh: Di Arab Saudi

khobar

Peledakan di khobar, Saudi

Meski Saudi menampung sejumlah besar Arab-Afghan asal Saudi yang pernah ikut serta dalam perang melawan Uni Soviet, tetap saja Saudi menderita berbagai gangguan dari unsur-unsur lain yang anti terhadap pemerintah. Pihak keamanan Saudi menuding bahwa unsur-unsur tersebut terlibat dalam sejumlah aksi kekerasan yang menerpa Arab Saudi, yang diantaranya:

  • Peledakan yang terjadi di Kantor Perwakilan Militer AS di Riyadh pada bulan November 1995, yang menewaskan 5 orang Amerika, 2 orang India, dan melukai 60 orang lainnya.
  • Peledakan  yang terjadi di Khabar Dhahran pada tanggal 25 Juni 1996 yang menyebabkan tewasnya 19 warga Amerika, dan melukai 386 orang lainnya, termasuk 17 orang Saudi, 118 orang Bangladesh, 109 orang Amerika, 4 orang Mesir, dan 2 orang Yordania. Kejadian ini dianggap serangan militer terbesar kedua bagi AS di Timur Tengah, setelah ledakan di Beirut tahun 1983 yang menewaskan 241 warga Amerika.

Kedelapan: Di Libya

JIAM mulai muncul di Libya sejak tahun 1995 dan melakukan sejumlah aksi pembunuhan terhadap pasukan keamanan Libya. JIAM memasuki sejumlah kancah pertempuran dengan pasukan keamanan dan tentara Libya, khususnya di wilayah timur dan tengah, seperti Ijdabiya, Benghazi, Baidha’, dan Durna. JIAM juga pernah berusaha menculik Kolonel Mua’mmar Qaddafi di dekat kota Baidha’.

Kesembilan: Hubungan dengan AS

Hubungan Arab-Afghan dengan AS melalui dua tahapan:

Tahapan Pertama, berlangsung selama dekade 80-an saat perang melawan Uni Soviet di Afghanistan. Hubungan ini memiliki karakter khusus dengan dukungan AS terhadap mujahidin dan rakyat Afghan secara umum, termasuk Arab-Afghan. Hal ini adalah bagian dari permusuhan AS-Uni Soviet pasca berakhirnya perang dingin. AS bahkan mendorong sejumlah organisasi Arab untuk memberi kemudahan dan dukungan resmi bagi para mujahidin tersebut.

Tahapan Kedua, berlangsung sejak mundurnya pasukan Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin seiring runtuhnya Uni Soviet. Ketika itu AS mulai merubah kebijakan strateginya dalam menyikapi Arab-Afghan, khususnya setelah muncul apa yang disebut terorisme lintas benua, dan keluhan sejumlah pemimpin negara Arab yang bersahabat dengan AS di wilayah Timur Tengah.

Seiring dengan berakhirnya Perang Teluk II dan masih adanya pasukan AS di wilayah tersebut, relasi pun berubah menjadi permusuhan nyata, khususnya setelah JAQ mengutarakan tekadnya untuk mengusir pasukan AS dengan kekuatan dari Jazirah Arab, dan membentuk Front Islam Internasional untuk memerangi Yahudi dan Salibis. JAQ bahkan mengeluarkan fatwa yang menghalalkan darah warga AS dan bolehnya menyerang fasilitas mereka. Salah satu operasi paling terkenal yang dilakukan Arab-Afghan melawan tentara AS adalah:

  • Serangan militer yang dilancarkan oleh Arab-Afghan dan Ittihad Islamy Somalia terhadap pasukan khusus AS pada tahun 1993 hingga menewaskan 20 dari mereka, dan berakhir dengan mundurnya AS dari Somalia.
  • Peledakan terhadap sebagian gedung WTC New York dan Washington pada bulan Februari 1995 yang menewaskan 6 warga AS, dan melukai sekitar 1000 orang lainnya, serta menimbulkan kerugian material lebih dari 1 miliar Dollar. Pelakunya utamanya adalah Ramzi Yusuf dan Ahmad Ajjaj, yang keduanya pernah bertemu di Afghanistan saat perang melawan Soviet.
  • Peledakan di Markas Militer AS di Riyadh, yang menewaskan 5 orang AS dan 2 orang India, serta melukai 60 orang lainnya pada bulan November 1995.
  • Peledakan di Al Khobar Dhahran (Saudi Arabia) yang menewaskan 19 orang AS, dan melukai 386 lainnya; diantaranya 17 orang Saudi, 118 orang Bangladesh, 109 orang AS, 4 orang Mesir, dan 2 orang Yordania.
  • Peledakan kedubes AS di Kenya dan Tanzania tanggal 17 Agustus 1998, yang menewaskan 263 orang yang di antaranya 12 warga AS. Al Jaisyul Islamy litahriril Muqaddasaat Al Islamiyyah mengaku bertanggung jawab atas peledakan tersebut, dan disinyalir bahwa mereka merupakan sayap militer Al Qaeda.
  • Serangan pesawat atas menara kembar WTC pada 11 September 2001 di New York, dan sebagian bangunan Pentagon di Washington, yang oleh pemerintah AS dikatakan bahwa JAQ pimpinan Usamah bin Laden yang dilindungi oleh Taliban adalah dalang utamanya.

Sejak peledakan tersebut, AS mengerahkan segenap kekuatan militer, diplomasi, dan intelijennya untuk menumpas Jaringan Al Qaeda dan sekutu-sekutunya dari kalangan Arab-Afghan. [..]

Ditulis oleh: Tim Riset dan Kajian Aljazeera.net

Referensi:

1-      Arab Veterans of The Afghan War.

2-      (الأفغان العرب… محاولة للفهم) oleh Dr. Nash’at Abdullah, Dekan ilmu diplomasi dan politik di Univ. London. Dari situs: Islamonline.net

3-      The Striving Sheikh: Abdullah Azzam

4-      Al Qaeda Files

5-      (ملحمة المجاهدين العرب في أفغانستان) oleh Isham Darraz, cet. Darut Thiba’ah wan Nasyr Al Islamiyyah, Cairo tahun 1989.

Namun… fitnah mereka tidak berakhir sampai di sini!

Pasca invasi militer AS atas Afghanistan yang menyebabkan tumbangnya pemerintahan Taliban, porak porandanya negara tersebut, dan tewasnya ribuan jiwa di kalangan sipil Afghan… rupanya Al Qaeda tidak mengambil pelajaran dari itu semua. Entah dengan logika apa seorang Usamah bin Laden dianggap lebih berharga dari ribuan jiwa rakyat Afghan yang menjadi tumbal dalam perang tersebut.

Dengan bangga ia mengklaim bahwa serangan 11 September telah membuahkan kemenangan besar dan berhasil meruntuhkan citra kedigdayaan AS di mata dunia. Serta merta ia mencap 19 orang tersangka pelaku penyerangan tersebut sebagai syuhada’ dan pahlawan Islam… dan sayangnya jutaan kaum muslimin hanyut dalam simpati mereka terhadap Al Qaeda dan sosok Bin Laden, tanpa merenungkan sedikit pun akibat negatif dari itu semua.

(Bersambung…)


[1] Baca kronologi dan analisa seputar perang Hizbullah Israel dalam majalah Edisi Koleksi Angkasa yang bertajuk: “Perang Hizbullah Israel” tahun 2006.

[2] Lihat: http://www.aljazeera.net/NR/exeres/9B455116-8FF9-4221-9A2B-FC3CB23F07CD.htm

[3] At Tatarrus artinya musuh menggunakan kaum muslimin di barisan depan sebagai tameng mereka. Sedangkan at takhaffiy artinya musuh sembunyi di tengah-tengah kaum muslimin untuk menghindari serangan.