Masalah Jihad Merupakan Wewenang Imam (Waliyyul Amri)
(melengkapi artikel Nasehat Amir JI untuk Al Qaeda)
Ahlussunnah wal Jama’ah sepakat bahwa perkara jihad adalah tanggung jawab dan wewenang Imam. Jihad tidak boleh dilakukan kecuali di bawah komando Imam dan atas izinnya, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah dan khulafa’urrasyidin.
Hal ini bisa ditangkap jelas dari bbrp ayat berikut:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَى أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (62)
Sesungguhnya, kaum mukminin sejati ialah mreka yg beriman kepada Allah dan RasulNya. Dan bila mereka sedang bersama Nabi dalam suatu acara kebersamaan, maka mereka tidak pergi sebelum minta izin kepadanya. Sesungguhnya, orang-orang yg minta izin kepadamu (Muhammad), mreka itulah yg beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka apabila mereka minta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa saja yg kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkan ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha pengampun, maha penyayang (An Nur: 62).
Al Qurthubi mengatakan dlm tafsirnya:
وَاخْتُلِفَ فِي الْأَمْرِ الْجَامِعِ مَا هُوَ، فَقِيلَ: الْمُرَادُ بِهِ مَا لِلْإِمَامِ مِنْ حَاجَةٍ إِلَى تَجَمُّعِ النَّاسِ فِيهِ لِإِذَاعَةِ مَصْلَحَةٍ، مِنْ إِقَامَةِ سُنَّةٍ فِي الدِّينِ، أَوْ لِتَرْهِيبِ عَدُوٍّ بِاجْتِمَاعِهِمْ وَلِلْحُرُوبِ،
Ada khilaf dlm menafsirkan apa yg dimaksud ‘acara kebersamaan’ tsb? Ada yg mengatakan bhw maksudnya adalah keperluan seorang pemimpin untuk mengumpulkan orang-orang dalam rangka mengumumkan suatau maslahat, seperti melaksanakan suatu ajaran agama, atau sekedar mengumpulkan orang untuk menggentarkan musuh, atau untuk perang.
Pendapat lain mengatakan bahwa acara kebersamaan yg dimaksud adalah shalat jum’at. Dan pendapat yg dirajihkan oleh Al Qurthubi adalah yg pertama karena ia lebih bersifat umum.
{وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86)} [التوبة: 86]
Dan bila ada sebuah surat yg turun kepada mereka agar mereka beriman kepada Allah dan berjihad bersama RasulNya, maka orang-orang kaya di antara mereka akan minta izin kepadamu (Muhammad). Mereka berkata: “Biarkanlah kami tinggal bersama orang-orang yg tidak berangkat jihad” (At Taubah: 86).
Kedua ayat ini secara implisit menjelaskan bahwa perizinan dlm masalah jihad adalah milik Imam (waliyyul amri), baik izin berangkat maupun izin mengundurkan diri. karena yg berhak mengizinkan untuk tidak berangkat, berarti berhak untuk mengizinkan untuk berangkat.
hal ini lebih ditegaskan dalam sunnah, seperti pada hadits-hadits berikut:
عن عبد الله بن عمرو قال * جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم يستأذنه في الجهاد فقال أحي والداك قال نعم قال: ففيهما فجاهد. متفق عليه
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash, katanya: Ada seorang lelaki MINTA IZIN kepada Rasulullah untuk berangkat jihad. Maka beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”. “Ya” jawabnya. “Berjihadlah dalam berbakti kepada mereka”. Muttafaq ‘Alaih.
Imam Abu Ja’far ath Thahawy (w. 321 H) rahimahullah mengatakan:
والحج والجهاد ماضيان مع أولي الأمر من المسلمين، بَرِّهم وفاجرِهم، إلى قيام الساعة
Haji dan jihad akan selalu terlaksana bersama para pemimpin kaum muslimin –baik mereka orang yang shalih maupun fasik– sampai hari kiamat [1].
Imam Ahmad bin Hambal (w. 241 H) rahimahullah mengatakan:
والغزو ماض مع الأمراء إلى يوم القيامة، البر والفاجر لا يُترَك
“Perang (jihad) akan tetap ada bersama para umara’ (penguasa) hingga hari kiamat. Baik imam tadi seorang yang shalih maupun fasik, (jihad bersama mereka) tetap tidak ditinggalkan”.[2]
Imam Ali ibnul Madini[3] (w. 234 H) rahimahullah, menukil dari sejumlah ulama salaf yang pernah beliau temui, bahwa mereka mengatakan:
لا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يبيت ليلة إلا وعليه إمام براًّ كان أو فاجراً، فهو أمير المؤمنين، والغزو مع الأمراء ماض إلى يوم القيامة، البرُّ والفاجرُ لا يُترَك
“Tidak halal bagi siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk melewatkan satu malam kecuali ada seorang Imam yang menguasainya, baik imam itu shalih maupun bejat, sebab dialah pemimpinnya kaum mukminin. Perang bersama para umara’ akan tetap ada hingga hari kiamat, baik ia amir yang shalih maupun fasik, jihadnya tetap tidak boleh ditinggalkan”.[4]
عن بن عمر قال * عرضت على النبي صلى الله عليه وسلم يوم أحد في القتال وأنا بن أربع عشرة سنة فلم يجزني وعرضت يوم الخندق وأنا بن خمس عشرة سنة فأجازني
Dari Ibnu Umar ra, katanya: “Aku pernah dihadapkan kepada Rasulullah saat perang Uhud dan umurku baru 14 tahun, maka beliau tidak mengizinkanku. lalu aku dihadapkan kepada beliau saat perang Khandaq dan umurku 15 tahun, maka beliau mengizinkanku” Muttafaq ‘alaih.
Di samping kedua hadits di atas, masih banyak hadits-hadits lainnya yg menjelaskan bahwa keikutsertaan seseorang dalam jihad haruslah atas izin imam (baik izin yg sifatnya umum, maupun khusus).
Berikut ini adalah pernyataan para ulama ttg sikap ahlussunnah dlm masalah jihad.
Imam Ibnu Abi Hatim (w. 327 H) rahimahullah mengatakan, Aku pernah bertanya kepada ayahku[5] dan kepada Abu Zur’ah Ar Razi[6] tentang madzhab ahlussunnah dalam masalah ushuluddien (akidah), dan bagaimanakah keyakinan para ulama di seluruh dunia yang pernah mereka temui berkenaan dengan masalah tersebut? Maka keduanya mengatakan:
أدركنا العلماء في جميع الأمصار حجازاً، وعراقاً، وشاماً، ويمناً، فكان من مذهبهم… ونرى الصلاة والحج والجهاد مع الأئمة
“Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh negeri, baik di Hijaz, Irak, Syam, maupun Yaman, dan di antara madzhab mereka adalah bahwa shalat, haji, dan jihad dilakukan bersama para Imam (pemimpin)”.[7]
Ibnu Rusyd Al Qurthubi (w. 520 H) rahimahullah mengatakan,
وله -أي الجهاد- فرائض يجب الوفاء بها، قيل إنها خمسة وهي الطاعة للإمام، وترك الغلول، والوفاء بالأمان، والثبات عند الزحف، وألا يفر واحد من اثنين.
“Jihad memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Ada yang mengatakan bahwa kewajiban tersebut ada lima, yaitu: taat kepada imam, tidak mengambil ghanimah sebelum dibagi, memenuhi jaminan keamanan, tegar saat di medan perang, dan tidak lari bila jumlah musuhnya dua kali lipat”.[8]
Imam Al Qurthubi (w. 671 H) rahimahullah mengatakan,
ولا تخرج السرايا إلا بإذن الإمام ليكون متجسسا لهم، عضدا من ورائهم، وربما احتاجوا إلى درئه
“Pasukan tidak boleh keluar kecuali dengan izin Imam, agar ia bisa mengawasi mereka, memperkuat mereka, dan menghindarkan mereka dari bahaya saat diperlukan”.[9]
Imam Al Mawardy (w. 450 H) rahimahullah mengatakan:
والذي يلزمه -أي الإمام- من الأمور عشرة:… ثم قال: والخامس: تحصين الثغور بالعدة المانعة والقوة الدافعة، حتى لا تظفر الأعداء بغرة ينتهكوا محرما. والسادس: جهاد من عاند الإسلام بعد الدعوة حتى يسلم أو يدخل في الذمة ليقام بحق الله تعالى في إظهاره على الدين كله.
Tugas seorang Imam ada sepuluh: … yang kelima: Melindungi teritorial Islam dengan persenjataan dan pasukan yang kuat agar musuh tidak bisa melanggar kedaulatan Islam. Lalu yang keenam: Jihad melawan pihak-pihak yang menentang Islam setelah didakwahi terlebih dahulu, hingga mereka mau masuk Islam, atau menjadi ahludz dzimmah. Tujuannya demi menegakkan hak Allah dengan mengangkat Islam di atas seluruh agama.[10]
Al Imam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) rahimahullah mengatakan,
ويرون -يعني أهل السنة والجماعة- إقامة الحج والجهاد والجُمع مع الأمراء أبراراً كانوا أو فجاراً
Mereka -yakni Ahlussunnah wal jama’ah- menganggap bahwa pelaksanaan haji, jihad, dan shalat jum’at dilakukan bersama para umara’ (pemimpin), baik mereka orang yang shalih maupun fasik.[11]
Di samping ijma’ yang saya nukilkan di atas, masih ada dalil-dalil lain dari Al Qur’an maupun Sunnah yang menegaskan bahwa jihad adalah wewenang imam[12], akan tetapi saya sengaja mencukupkan dengan ijma’ karena ijma’ adalah dalil syar’i yang paling kuat, sebab ayat dan hadits mungkin mengalami nasekh (penghapusan hukum), sedangkan ijma’ tidak mungkin dihapuskan karena ijma’ identik dengan kesepakatan umat Islam, dan Nabi mengatakan bahwa umat beliau tidak mungkin bersepakat dalam kesesatan.
Catatan: Bila ada pasukan musuh yang menyerang kaum muslimin di suatu tempat, dan mereka akan menderita kerugian harta/jiwa jika harus menunggu izin imam sebelum melawan, maka ketika itu jihad demi mempertahankan diri menjadi wajib atas mereka, sehingga boleh dilakukan tanpa izin Imam. Adapun selain kondisi ini, semua bentuk jihad harus berdasarkan izin Imam.
Imam di sini maksudnya kepala negara Islam (al imamah al ‘udhma), atau wakil-wakilnya di setiap daerah (al imamah as sughra).
[1] Syarh Aqidah Ath Thahawiyyah (2/555).
[2] Syarh I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah (1/160).
[3] Beliau adalah Al Imam Ali bin Abdillah bin Ja’far Al Madini, Salah seorang imam ahlussunnah dan ahli hadits paling top di zamannya. Imam Bukhari berkata tentang gurunya yang satu ini: “Aku tidak pernah menganggap remeh diriku di hadapan siapa pun, kecuali di hadapan Ali ibnul Madini !”. Lihat biografi beliau dalam Siyar A’laamin Nubala’ (11/41-60).
[4] Idem, (1/167).
[5] Yaitu Al Imam Abu Hatim, Muhammad bin Idris Ar Razi (w. 277 H). Beliau juga termasuk imam ahlussunnah dan ahli hadits top di zamannya. Beliau terkenal dengan pengembaraannya ke (hampir) seluruh penjuru dunia Islam saat itu, demi mencari hadits Nabi. Lihat biografi beliau dalam Siyar A’laamin Nubala’ (13/247).
[6] Beliau adalah Al Imam Abu Zur’ah, Ubeidullah bin Abdul Kariem Ar Razi (w. 264 H). Salah seorang imam ahlussunnah dan ahli hadits top di zamannya. Lihat biografinya dalam Siyar A’laamin Nubala’ (13/65).
[7] Idem, (1/176 , 182).
[8] Al Muqaddimaatul Mumahhidaat (1/355).
[9] Tafsir Al Qurthubi (5/177). Beliau dan Ibnu Rusyd adalah ulama terkenal dari madzhab Maliki.
[10] Al Ahkaamus Sulthaaniyyah, hal 15-16. Beliau adalah ulama terkenal dari madzhab Syafi’i.
[11] Majmu’ Fatawa (3/158).
[12] Seperti hadits (إنما الإمام جنة يقاتل من ورائه ويتقى به) “Imam ibarat tameng yang seseorang berperang di belakangnya dan menangkis serangan dengannya” (HR. Bukhari no 2957 dan Muslim no 1841).
Saya bertanya ya ustadz perihal perkara yang hangat akhir-akhir ini. Sebagian ustadz kita (diantaranya rektor stdi Jember) mengkritik dengan keras bahkan mungkin sudah sampai tahap mencela seorang yg kini menjabat sebagai gubernur sebuah kota besar yg akan dicalonkan sebagai presiden. Beliau menulis berbagai aib pejabat tersebut secara terang-terangan di status-status facebook beliau yg intinya orang tsb sangat tidak pantas menjadi pemimpin. Saya sih tidak masalah dengan sikap ustadz kita tersebut toch sang gubernur tersebut memang secara dzohir pantas disikapi demikian dan antum pun yg orang Solo tentu tahu sepak ternyang sang pejabat ini. Tapi ada ikhwah yg nampaknya kurang bisa menerima sikap tersebut dengan alasan menyalahi manhaj salaf dalam dalam menyikapi penguasa. Menurut saya ikhwah tersebut sedemikian ‘sak klek’ dalam memahami nukilan-nukilan para ulama dahulu yang tentunya kondisinya jauh berbeda dengan keadaan para penguasa saat ini yang tidak hanya sekuler bahkan telah terjerumus kepada beberapa ritual kejawen. Dengan demikian sikap salah satu ustadz kita yang mencela secara terang-terangan sang pejabat tersebut tidak bisa disalahkan. Pertanyaannya bagaimanakah seharusnya menempatkan nukilan-nukilan para ulama dalam kaitannya dengan kondisi saat ini yang sistem pemerintahannya jauh dari Islamy? Jazaakallahu khairan….
Jokowi hanya menjadi waliyyul amr bagi warga DKI, bukan bagi seluruh Indonesia, lain halnya dengan presiden yg kekuasaannya meliputi seluruh Indonesia. Oleh karena itu, selain warga DKI tidak terkena kewajiban taat kpd jokowi, baik secara syar’i maupun secara ketatanegaraan. Sehingga mereka boleh mentahdzirnya walau dengan menyebut namanya, apalagi jika dia sejak dahulu terkenal loyal (wala’) kpd non muslim, dan bergelimang dgn kemuysrikan, lalu nampak jelas bhw di balik ambisinya mjd presiden tsb ada misi jahat AS, Cina, dan zionis yg ingin mengendalikan indonesia sesuai keinginan mereka. Maka menjelaskan hakikat si Jokowi adalah suatu keharusan.
mereka yg sak-klek memahami nukilan para ulama, sebenarnya tidak berdalil dengan nukilan tsb, namun berdalil dengan mengqiyaskan kondisi Indonesia dengan kondisi yg diceritakan oleh para ulama tsb. Jadi, pendapat mereka pun sangat debatable, karena qiyas itu rentan kelemahan… kalau ‘illah-nya tidak sama, maka qiyas tsb tidak sah. Nah, bagaimana kita hendak menyamakan antara kondisi di Indonesia saat ini dengan kondisi di tempat dan saat para ulama tsb berfatwa demikian???
afwan ustadz, antum sendiri sudah bertemu dengan taliban secara langsungkah???
Belum, tapi ana punya banyak kawan yg asli afghan, dan mereka bukan orang awam yg mudah terkecoh atau tidak mengetahui mana yg haq dan mana yg batil. Bagi ana, pemberitaan mereka cukup valid dan bisa diterima, dan secara syar’i-pun tidak bermasalah. Toh syari’at Islam tidak mewajibkan kita untuk menukil berita tanpa perantara… yg penting ialah kejujuran si penyampai berita, sehingga penilaian yg dibangun atasnya bisa dipertanggungjawabkan.
Febri — terima kasih koreksiny. Benar, saya Salah mufti KSA bukan asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhalihafizhahullah.
Tapi beliau Asy Syaikh Muhammad Bin Hadi Al Madkhali adlh Pengajar dan Mufti di Masjid Nabawi Al Syarif, di angkat pada hari Selasa, 22 Dzulqa’dah 1433H / 09 Oktober 201
bukan mufti ghulat tajrih yg spti anda tuduh.
Beliau adlh ulama yg luas ilmuny.
Ustad kenapa komentar saya di hapus ?.
(maaf jika blm, hp saya versi lama jd gk lengkap meliatny,)
saya, ulangi komentar yg dulu.
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak halal darah seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina padahal ia sudah menikah, membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin)’.” [HR al-Bukhâri dan Muslim]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6878), Muslim (no. 1676), Ahmad (I/382, 428, 444), Abu Dâwud (no. 4352), at-Tirmidzi (no. 1402), an-Nasâ`i (VII/90-91), ad-Dârimi (II/218), Ibnu Mâjah (no. 2534), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 28358), Ibnu Hibbân (no. 4390, 4391, 5945 dalam at-Ta’liqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbân).
SYARAH HADITS
Pada asalnya darah seorang muslim haram untuk ditumpahkan.
Kita lihat pula kisah Salamah ibnul Akwa’yg membela unta2 rosul. Cuma karena unta milik rosul beliau mati2 melawan Abdurrahman bin Uyainah Al Fazari. Memang benar unta2 itu istimewa milik rosul. Kewajiban kita umat Muhammad membela dan menjaga milik beliau.
Nah ap salah kita membela umat rosul masih bersaksi Tuhan alam semesta itu Allah dan muhammad hamba Allah sebagai nabiny, yg mati dalam umat agama lain ?.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.
Shahîh. HR an-Nasâ`i (VII/82), dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1395). Hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ`i dan lihat Ghâyatul- Marâm fî Takhrîj Ahâdîtsil-Halâl wal-Harâm (no. 439).
Bagaimana bisa kita menunggu perintah ulil amri yg mengambil kaum kafir sebagai sekutunya atau teman dekat ?.
Bukan hanya indonesia saja, kerajaan saudi arabia dan negara timur tengah lainnya .
Jadi kewajiban kita menjaga, melindungi dan membela apa2 yg di miliki rosul kita. Serta yg di cinta beliau salah satunya umat islam, kata yg terucap 3x saat beliau di panggil sang kasih Allah
Ya akhi, antum jangan sepotong-sepotong kalau berdalil… baca dan amalkan juga dalil2 lainnya. Mengapa saat Rasulullah di Mekkah tidak menolong keluarga Ammar bin Yasir yg disiksa bahkan dibantai di depan para sahabatnya? Mengapa pula Khabbab bin Arat yg mengeluhkan pedihnya siksa kaum musyrikin atas dirinya, dan minta agar Rasulullah berdoa untuk kemenangan umatnyaa (Ingat, sekedar berdoa, bukan minta agar mereka disuruh melawan dengan senjata!!) justru menjadikan Rasulullah marah dan menganggapnya tergesa-gesa?? Mengapa ketika Abu Dzar hendak menyatakan keislamannya di depan umum beliau larang? bukankah itu semua merupakan jihad (bil lisan wan nafs) yg mulia?
Mungkin antum menjawab: Ya karena jihad belum diperintahkan.
Oke, lha kalau jihad itu cukup dengan adanya alasan dan niat yg tulus untuk membela agama Allah -tanpa melihat untung rugi dan adanya kekuatan yg cukup- mengapa pula baru diperintahkan setelah Nabi hijrah ke Madinah dan punya kekuatan??
Bukankah turunnya perintah jihad saat kaum muslimin ditindas adalah lebih diperlukan daripada setelah mereka punya ‘daulah’ dan kekuatan??
Ana tidak punya banyak waktu untuk menjawab semua pertanyaan -yg banyak mengandung syubhat bagi orang awam-, oleh karena itu, demi menghindari mafsadat, ana hapus komentar2 yg hanya berangkat dari comot dalil dari sana sini tanpa merujuk kepada pembahasan para ulama. Karena kalau yg seperti ini selalu ana tampilkan tanpa dijawab syubhat2-nya maka ana berdosa karena membiarkan syubhat2 tsb tersebar melalui blog ana.
Intinya: Jihad harus memperhatikan tiga hal:
Pertama: Adanya sebab/alasan untuk berjihad, dan ini tergantung jenis jihadnya, kalau jihad daf’ maka disebabkan oleh serangan musuh. Sedangkan jihad tholab harus pakai komando waliyyul amr, baik demi menundukkan orang-orang kafir sampai mereka masuk islam atau membayar jizyah, atau demi membalas kejahatan musuh2 yg dahulu menyerang kaum muslimin (sbgmn yg difahami dari ayat 39 surah al Hajj).
Adanya sebab2 tadi belum cukup, namun harus diiringi terpenuninya syarat, yaitu:
Adanya kemampuan dan kekuatan untuk melawan. Kekuatan ini tidak sekedar mental, tapi juga material. Makanya Allah perintahkan i’dad, dan Rasulullah menafsirkan kekuatan dlm ayat itu dengan ‘melempar’, bukan cuma keberanian. Ini menunjukkan pentingnya kualitas senjata yg dipergunakan.
Syarat lainnya ialah spt: Ikhlas karena Allah, baligh, laki-laki, merdeka (bukan hamba sahaya), izin orang tua (bila jihadnya fardhu kifayah), adanya komando. Ini semua ada dalilnya dan bisa antum cari dalam kitab-kitab fiqih.
Adanya sebab dan terpenuhinya syarat juga belum cukup, namun perhatikan pula apakah jihad tadi ada penghalangnya?
Contohnya bila yg akan diperangi terikat perjanjian damai dengan kita, maka tidak boleh diperangi Walaupun mereka menindas kaum muslimin yg ada di negeri mereka. Ini berdasarkan nash Al Qur’an surah Al Anfal ayat 72. Coba antum baca sendiri dan renungi, jelas sekali. Yg wajib dilakukan kaum muslimin yg tertindas adalah satu dari dua pilihan: Pertama: Ia wajib meninggalkan negeri tersebut (Hijrah) bila ia mampu, atau kedua: Bila ia tidak mampu maka hendaknya bersabar. Ini juga berdasarkan Al Qur’an surah An Nisa’ ayat 97-100.
Penghalang lainnya ialah bila adanya jihad/perlawanan bersenjata tsb justru menimbulkan mafsadat lebih besar bagi kaum muslimin daripada maslahatnya. Seperti jika dilawan maka musuh akan menumpas habis karena minimnya persenjataan dan kekuatan kaum muslimin menghadapi musuhnya, atau karena tidak adanya tempat untuk berlindung dari serangan musuh, atau karena alasan lainnya. Inilah barangkali yg menghalangi turunnya perintah Jihad saat beliau di mekkah.
Nah, kondisi kaum muslimin hari ini tidak dipungkiri sedang berada pada titik yg sangat lemah, baik dari sisi militer, ekonomi, iptek, imtaq, maupun sisi lainnya. Lantas mengapa masih ada pihak-pihak yg ngotot menyuruh jihad?? Apakah kaum muslimin yg tertindas di suriah, dll lebih mulia dari para sahabat Nabi yg disiksa dan dibunuh di Mekkah? Apakah tokoh-tokoh mujahidin hari ini yg menyuruh ‘jihad’ lebih cemburu kepada kaum muslimin dibanding Rasulullah?
Al Qaeda di mana-mana hanya bikin petaka saja. Tiap negara yg dimasuki Al Qaeda selalu ditimpa musibah pertumpahan darah yg tak berkesudahan. Mulai dari Afghanistan, Iraq, Somalia, Yaman, Mali, Maghrib, Suriah… termasuk Indonesia pasca Bom Bali. Apakah ‘jihad’ seperti ini hendak meninggikan kalimatullah dan menjaga eksistensi kaum muslimin, ataukah sebaliknya? Justru menjadikan islam sebagai bahan cacian, dan kaum muslimin jadi bulan-bulanan musuhnya di mana-mana? Innaa lillaahi wa innaa ilaihi Rooji’uun.
Alhamdulillah, ustad atas ilmunya
Saat ustad mengulas Ammar bin Yasir, Khabbab bin Arat hingga abu dzr yg di larang menyatakan keislamannya di depan umum : benar, ya saya akan menulis bhwa itu blum ada perintah jihad.
Keadaan beliau berserta sahabat awal islam si mekkah belum punya kekuatan, kita bisa liat suri tauladan dgn kesabaran, lemah lembut beliau dalam berdakwah lisan bukan dgn kekuatan.
Hijrah nabi ke yastrib mempunyai arti penting dalam tonggakny islam yg lebih baik. Byk hal kejadian mewarnai kehidpan umat islam di sana termasuk perjanjian hudaibiyah . Turun Surat Al-Fath (1-3) bahwa kemenangan dakwah bukan dgn kekuatan.
Di Waktu stlh Perjanjian tsbt berkembang daulah islam yg madani dan kekuatan(pasukan). Kekuatan islam Bisa di lihat dari ketakutan kaum musryikin, takut mereka akan di binasakan dalam pembukaan mekkah.
Lagi2 nabi kita muhammad tidak menggunakan Kekuatannya.
— Apakah kaum muslimin yg tertindas di suriah, dll lebih mulia dari para sahabat Nabi yg disiksa dan dibunuh di Mekkah?
Para sahabat tentu lebih mulia di awal islam.
—
(ayat 39 surah al Hajj) yg ustad sampaikan.
Adanya sebab2 tadi belum cukup, namun harus diiringi terpenuninya syarat, yaitu:
Adanya kemampuan dan kekuatan untuk melawan. Kekuatan ini tidak sekedar mental, tapi juga material. Makanya Allah perintahkan i’dad, dan Rasulullah menafsirkan kekuatan dlm ayat itu dengan ‘melempar’, bukan cuma keberanian. Ini menunjukkan pentingnya kualitas senjata yg dipergunakan
1. ada rujukan dari rosul gk ustad, tentang kualitas senjata itu penting ?
Oia, Ustad bagaimana kualitas senjata nabi serta para sahabat dalam perang melawan musuhnya maupun kualitas senjata umat islam dgn kaum rum ? Atau kualitas senjata org indonesia dgn penjajah ?.
—
#a
Sapa yg gk tau Afghanistan selama berdiri hingga sekarang tetap aj bergejolak hingga melahirkan singa2 islam.
sejak invasi USSR, para jiwa2 pencinta jihad datang utk membela saudaranya. Kucuran dana dan senjata datang baik dari KSA, ataupun negara islam lainnya serta dari USA Hingga ussr kalah.
Para veteran2 punya pengalaman dlm berperang dan mampu menggunakan, merakit dan mengopy senjata.
Sebelum taliban dan al qaedah datang menjalankan syariat islam, Afghanistan telah terjadi peperangan saudara. Dan keadaan damai berdasarkan syariat islam yg diterapkan taliban dan alqaedah.
Keadaan baru kacau lagi setelah ada peristiwa 9/11 terangan-teranngan hasil rekayasa thoghut AS (investigasi parailmuwan sudah)
#b. Iraq… Alqaedahkah yg mbuat kerusuhan atau AS vs saddam ?.
#c. Negara lain ustad pasti juga tau bukan alqaedah dulu yg mbuat kerusakan.
matur nuwun ustad ilmunya.
Ustad ku ambil yg baik dari ilmu mu dan ku buang ke muka mu ilmu yg buruk dri ilmu mu.
utk masalah ap yg alqaedah lakukan semoga Allah meridhoi perjuangan mereka menegakkan daulah islamiyah. Maaf, SAYA, bukan pencinta politik yg beraliasikan KSA
Berjalan(hidup) berdasarkan Alquran dan hadist itu susah,, harga yg pantas utk jumpa rosulullah.
Para veteran2 punya pengalaman dlm berperang dan mampu menggunakan, merakit dan mengopy senjata.
lalu kenapa mrk akhirnya perang saudara bertahun-tahun? Kalau antum tahu sebagian informasi, maka banyak hal lain yg antum tidak tahu dan tidak dipublikasikan oleh media massa… coba tanyakan orang-orang Afghan asli dari selain suku pusthun ttg siapa hakikatnya Taliban itu, dan antum akan kaget mendengarnya…. ana punya banyak kawan dari berbagai suku Afghan, mereka semua tullaabul ‘ilm, dan ana sudah sumpah mereka dengan nama Allah ketika mengatakan bhw Taliban itu jahat sekali. Anyway, ga’ usah ana teruskan, toh antum takkan percaya juga…
Al Qaeda -diakui ataupun tidak- telah memberikan jalan dan alasan bagi AS dan sekutunya untuk mengobok-obok sejumlah negeri kaum muslimin, mulai dari Afghanistan, Irak, Saudi, Yaman, Somalia, Mali, dst… semua karena jihad maz’um mrk. Dan akhir-akhir ini semakin terkuak pemikiran khawarij mrk stlh penyerangan di RS Al ‘Urdhy Yaman (yg ga’ pernah antum singgung sama sekali, padahal diakoni oleh AQAP sbg kerjaan mereka), ayo carikan dalil untuk bela pembantaian tsb… tapi ga’ usah ditulis disini, tulis aja di blog pribadi antum (kalo punya)…
Antum bukan pecinta politik yg beraliasikan KSA, lalu beraliasikan siapa? Al Qaeda? Ga’ usah dijawab, apa pun jawabannya ga’ penting ko’…
Perang WTC rekayasa toghut AS, okelah… tp kenapa pula si Usamah memuji-muji ke-19 pemuda yg dituduh oleh AS sbg pelakunya, dan menyifati mereka sbg orang-orang yg mengangkat kehinaan dari dahi umat… lalu dengan senyum2 dia menceritakan besarnya kerugian AS dlm apa yg disebutnya sbg ghazwah manhattan yg penuh berkah tsb… bla… bla… bla…. (ada video klipnya ketika dia diwawancarai oleh Al Jazeera, setelah WTC dan sblm invasi, dgn judul Al Hurub As Shalibiyyah, bahkan sudah diterjemahkan dan diedarkan oleh simpatisannya di Indonesia beberapa tahun lalu). Kalau dia mengelak tapi merestui dan muji-muji mrk yg oleh AS dianggap sbg pelaku, maka ini tak keluar dari bbrp kemungkinan:
1. Bin Laden merestui perbuatan tsb seratus persen (yg antum yakini sbg kerjaannya toghut tsb), dan mengakui bhw itu kerjaan ke-19 pemuda tadi. Tp mengelak ketika mrk dianggap orang-orangnya AL Qaeda. Tp yg jelas, cara-cara itu dipuji dan direstui oleh puncak pimpinan Al Qaeda saat itu.
2. Bin Laden adalah pembohong besar (menurut konsekuensi ucapan antum. Sebab dia memuji para pelaku menurut versi AS, tp antum bilang itu rekayasa AS), dan pembohong tidak bisa diterima ucapannya.
3. Bin Laden membanggakan hasil karya intelijen AS, yg buntutnya adalah invasi AS ke sejumlah negara baik secara langsung (Afghanistan dan Irak), maupun tidak langsung (Saudi, Yaman, Somalia, Indonesia via Densus 88, dll).
Bukankah ini namanya memberi jalan kpd AS untuk ngobok-ngobok negara tempat dia berada?
Konflik sunni-syi’ah di IRak makin parah setelah Daulah Irak Al Qa’edahiyyah berdiri… (ana tidak mengakuinya sbg daulah islamiyyah).
dan lain-lain….
@Untuk Ichwan
Sejak kapan Muhammad bin Hadi Al-Madkholi diangkat jadi mufty KSA?? Kalau mufti untuk beberapa gelintir orang yg ghulat tajrih sih mungkin iya. Mufti Saudi saat ini adalah Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh.
@Untuk Ustadz Sufyan Basweidan
Ustadz, sampai saat ini saya menganggap bahwa seluruh penguasa di Indo ini BUKANLAH waliyyul amri yang syar’i(toh mereka pun sepanjang yang saya tahu tidak pernah mengklaim sebagai waliyyul amri, tidak pernah pula menuntut baiat) oleh karena itu tidak berlaku kewajiban-kewajiban tertentu sebagaimana hadist-hadist yg ditujukan untuk waliyyul amry yg syar’i tetapi tetap ditaati dalam perkara-perkara yang ma’ruf untuk mewujudkan mashlahat duniawi. Adapun waliyyul amri yang syar’i maka ketaatan kepada mereka dalam hal yg ma’ruf tidak hanya untuk kemahlahatan duniawi tapi juga ukhrawi. Bagaimana tentang anggapan saya tersebut, Tadz? Kalau ada yg salah mohon koreksi.
Pendapat antum ada benarnya, dan ana pernah mendengar salah seorang tokoh salafi Mesir (DR. Ahmad An Naqieb) ditanya tentang terpilihnya seseorang melalui demokrasi, maka jawabannya ialah bahwa kami tidak menganggapnya sbg pemimpin yg syar’i, dan kami tidak mendukung kebatilan (yakni Demokrasi). Pun begitu, beliau tidak menyuruh umat utk melawan pemimpin yg tidak syar’i tsb.
Ketidak adaan waliyyul amr yg syar’i tidak sama dengan ketidak adaan waliyyul amr secara mutlak. Ini yg harus difahami dan sering disalahmengerti oleh banyak kalangan. Akhirnya, mereka menganggap waliyyul amr (penguasa) yg ada seperti tidak ada, lalu melakukan berbagaimacam tindakan yg mengakibatkan umat islam lainnya kena getahnya. Inilah yg sering kita saksikan. Coba antum baca lagi tulisan Syaikh Ashim Abdul Majid yg saya terjemahkan dgn judul Nasehat Amir JI untuk Al Qaeda, baca lagi dan cermati…
Ana pribadi tidak ingin membahas masalah yg sensitif ini secara lebih jauh, mengingat keterbatasan ilmu ana. Intinya, ittaqullaaha mastato’tum. Kondisi yg ada sekarang juga akibat dosa kita, dan cara mengatasinya ialah bukan dengan bermaksiat. Namun dengan taubat dan memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Menyibukkan diri dengan membahas status pemerintah RI syar’i ataukah tidak, ana rasa tidak akan membuahkan amal shalih yg dapat memperbaiki kondisi umat Islam di Indonesia… wallaahu a’lam.
Bismillah.
Masyaa Alloh ajibb artikelnya ustadz.. ada yg ini ana tanyakan, bgm dgn negara kita yg ustadz pernah bilang negara kita negara Murakkab(pertengahan), apabila ingin membantu berjihad di suriah wajib izin Amri (yg notabenenya islam ktp)?? atau tidak??
syukron jaziilan
Wallaahu a’lam. Izin di sini bukanlah syarat mutlak bagi yg ingin membantu/berjihad selama dia mampu dan tindakannya tidak bermadharat bagi kaum muslimin lainnya. Waliyyul Amri di Indonesia juga banyak, ga’ cuman satu orang. Karena sistem negara yg demokratis menjadikan kekuasaan di tangan Rakyat. Presiden sendiri harus bertanggung jawab kpd MPR, dan MPR itu gado-gado… ada muslim ada kafir. walhasil jadi ndak jelas statusnya… siapa yg sebenarnya berkuasa? Setahu ana, presiden memang berhak mengumumkan perang, tapi apakah dia berhak mengizinkan/melarang orang perorang, ana tidak tahu.
Wallaahu a’lam. Membantu dengan harta sih tidak masalah selama ditujukan kepada orang-orang yg tertindas. Tp kalau ingin berjihad di sana, yg lebih penting daripada izin ulil amri ialah dibawah panji-panji siapa antum akan berjihad? Dahulu Syaikh Shalih Fauzan pernah mengatakan bahwa perang yg terjadi di Suriah adalah fitnah… banyak orang mengecam statemen ini, tp akhirnya terbukti bbrp hari lalu dengan perang saudara antara kelompok-kelompok bersenjata di Suriah yg mulanya sama-sama ‘berjihad’ melawan pemerintah, kini saling bunuh… Ini membuktikan betapa dalamnya firasat seorang ulama spt Syaikh Shalih Al Fauzan, dan betapa dangkalnya pengamatan kita-kita yg masih muda dan miskin pengalaman serta ilmu ini.
Ustadz, bukannya jihad di suriah/syam itu jihad melawan orang kafir?
Pertanyaan antum sangat global ya akhi… yg mengaku berjihad di suriah itu banyak. Bahkan Hizbullaat Lebanon membantai ahlussunnah Suriah dgn dalih fii sabiilillaah. nih buktinya:
http://www.youtube.com/watch?v=uat8p-pbaoc
wajar saja, sebab dimata syi’ah rafidhah, ahlussunnah adalah org kafir yg halal darahnya… (tentunya bukan ini yg antum maksud khan?)
demikian pula dgn kelompok2 lainnya yg mengklaim jihad di suriah, spt ISIS (Islamic State of Iraq and Sham) yg berpemikiran khawarij ekstrim, yg juga menghalalkan darah kelompok lain yg tidak mau berbaiat kpd mereka, walaupun kelompok lain tsb juga ‘berjihad’ melawan pasukan nushairiyyah Bashar Al Kalb itu…
So, tolong sebutkan nama kelompok yg antum maksud ‘berjihad’ melawan orang kafir di Suriah tsb. Sebab kalau global spt itu maka ana tidak bisa menjawab. Karena yg namanya jihad tidak sebatas melawan orang kafir. Boleh jadi yg dilawan orang kafir, dan yg melawan seorang muslim, bahkan si muslim sampai mati terbunuh di tangan kafir… tapi ia (si muslim) td mendekam di Neraka. Benar akhi… itu terjadi di zaman Nabi saw sbgm dlm hadits muttafaq ‘alaih berikut:
عن سهل بن سعد الساعدي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم التقى هو والمشركون، فاقتتلوا، فلما مال رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عسكره، ومال الآخرون إلى عسكرهم، وفي أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل لا يدع لهم شاذة إلا اتبعها يضربها بسيفه، فقالوا: ما أجزأ منا اليوم أحد كما أجزأ فلان ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أما إنه من أهل النار»، فقال رجل من القوم: أنا صاحبه أبدا، قال: فخرج معه، كلما وقف وقف معه، وإذا أسرع أسرع معه، قال: فجرح الرجل جرحا شديدا، فاستعجل الموت، فوضع نصل سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه، ثم تحامل على سيفه، فقتل نفسه، فخرج الرجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال: أشهد أنك رسول الله، قال: «وما ذاك؟» قال: الرجل الذي ذكرت آنفا: «أنه من أهل النار»، فأعظم الناس ذلك، فقلت: أنا لكم به، فخرجت في طلبه حتى جرح جرحا شديدا، فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه، ثم تحامل عليه فقتل نفسه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذلك: «إن الرجل ليعمل عمل أهل الجنة فيما يبدو للناس، وهو من أهل النار، وإن الرجل ليعمل عمل أهل النار فيما يبدو للناس، وهو من أهل الجنة»
Terjemahnya:
Dari Sahal bin Sa’ad As Sa’idy, katanya: “Rasulullah pernah berperang dgn kaum musyrikin, hingga setelah masing-masing pasukan kembali ke markasnya, ternyata di antara pasukan Rasulullah ada seorang mujahid yg tidak membiarkan seorang musyrikpun melainkan ia babat dengan pedangnya; hingga orang-orang (para sahabat) berkomentar: “Hari ini tidak ada yg lebih mencukupi bagi kita melebihi si Fulan itu”, maka kata Nabi: “Sesungguhnya orang itu termasuk penghuni Neraka!!”. mendengar jawaban tsb, ada yg berkata: “Biarlah aku membuntutinya selalu”. maka tiap kali si Fulan tsb berhenti, org inipun berhenti. dan ketika si fulan berlari, org ini pun berlari. hingga akhirnya si fulan tsb terluka parah kemudian ingin cepat-cepat mati. maka diambilnya sebilah pedang yg gagangnya diletakkan di tanah, sdgkan ujungnya menjulang ke atas. lalu si Fulan tadi meletakkan ulu hatinya di ujung pedang dan menekankan tubuhnya ke atasnya hingga mati…. alhadits.
Jadi, ternyata yg berjihad melawan musyrikin di zaman Nabi pun ternyata tidak semuanya mjd mujahid sejati, dan mendapatkan syahadah fi sabilillah. Padahal ia sudah dianggap jempolan oleh para sahabat, dan jihadnya jelas-jelas syar’i karena dibawah kepemimpinan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Lantas bagaimana pula dengan klaim jihad yg didengung-dengungkan oleh pihak-pihak yg kebanyakan tidak mengerti aturan jihad… lalu dilakukan dengan cara-cara yg ‘tidak jelas’ atau bahkan tidak diperbolehkan scr syar’i (spt bom-bom bunuh diri)… lalu musuhnya pun belum tentu spt yg mereka klaim… wallaahul musta’aan. Tambah lagi panji-panjinya jg ga’ jelas… tujuannya apa? ga’ jelas juga… imamnya siapa? Abu Fulan al Fulani… cuma tahu kunyahnya, tp ga’ tahu nama sebenarx/sosokx, lantas bagaimana org yg misterius bisa jadi imam?
Maaa lakum, kaifa tahkumuuun?
Maksud saya yang ini
http://yufid.tv/hakekat-jihad-suriah-syaikh-abu-kholid-al-hijazy-dai-dan-mujahid-suriah/
Iya… jawaban ana tetap sama dgn yg sebelumnya. Penjelasan Akhuna Al Hijazi yg menampik opini sebagian kalangan bhw perang yg terjadi di Syam bukanlah perang fitnah, tidak berarti bhw disana tidak ada fitnah. Bukankah munculnya ISIS merupakan fitnah besar bg mujahidin lainnya? shg mereka harus menghadapi orang-orang yg dhahirnya muslim juga?
Siapa yg lebih tahu ttg ahkam Jihad, para ulama atau akhuna Al Hijazi? Kalau memang berangkat berperang di suriah itu adalah pilihan terbaik bagi siapa saja yg ingin berjihad, maka husnuzhan kita kepada para ulama robbani ialah mereka semua pasti menyerukan hal tsb… namun yg namanya jihad sekali lagi pakai aturan, yg diantaranya adalah izin waliyyul amri bila si mujahid berasal dr negara lain yg memiliki waliyyul amri yg syar’i. Disamping harus adanya kepemimpinan (panji2) yg jelas… jangan sampai niatnya berperang melawan orang kafir nushairi, namun justru membunuh sesama muslim karena ternyata ybs bergabung dgn ISIS atau kelompok takfiri lainnya.
Assalamualaikum. . Jazakallah kheir untuk artikel ini.
Pertanyaan ana, ada di kolom yang ustad tulis di bagian bawah yakni catatan. Membela diri pada saat itu dinamakan jihad difa’, bukan begitu ustad? Kemudia yang mau ana tanyakan. Mana dalil jihad difa’ boleh tdk memakai izin waliyul amr.
Kemudian seperti contoh waqi’ yg ada, saudara kita di suria misalnya mereka sedang jihad disana dan jihad mereka jelas bukan jihad tolab tapi jihad difa juga. Nah bagaimana hukumnya tentang seseorang yg misal nya berada di lebanon ingin pergi ke suria utk berjihad disana dan tdk memakai izin waliyul amr di lebanon. Karena alasannha jihad ini adalah jihad difa’. Mohon penjelasannya.
Ahsantum, mungkin perlu dipertegas lagi, bahwa yg dimaksud dengan jihad difa’ di sini ialah bila kaum muslimin di suatu negeri atau di suatu wilayah diserang oleh musuhnya dan mereka mampu melawan, maka mereka boleh melawan. Artinya orang yg ada di wilayah tersebut. Kemudian perlu juga difahami bahwa bolehnya mereka berjihad membela diri walau tanpa izin terlebih dahulu dari imam, adalah bilamana keharusan mendapatkan izin tersebut menyebabkan madharat bagi diri mereka. Dalilnya ialah hadits Salamah ibnul Akwa’ dlm Shahih Muslim (haditsnya panjang sekali, bisa antum baca di Kitab Al Jihad was Siyar, bab Ghazwatu Dzi Qarad wa ghairiha, hadits no 1807). Al Bukhari juga meriwayatkan beberapa penggalan dari hadits tsb dlm Shahihnya.
Berikut ini petikannya dan maudhi’usy syaahid (bagian yg menjadi dalil) dr hadits tsb:
ثُمَّ قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ، فَبَعَثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِظَهْرِهِ مَعَ رَبَاحٍ [ص:1436] غُلَامِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا مَعَهُ، وَخَرَجْتُ مَعَهُ بِفَرَسِ طَلْحَةَ أُنَدِّيهِ مَعَ الظَّهْرِ، فَلَمَّا أَصْبَحْنَا إِذَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْفَزَارِيُّ قَدْ أَغَارَ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَاقَهُ أَجْمَعَ، وَقَتَلَ رَاعِيَهُ، قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَبَاحُ، خُذْ هَذَا الْفَرَسَ فَأَبْلِغْهُ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللهِ، وَأَخْبِرْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَدْ أَغَارُوا عَلَى سَرْحِهِ، قَالَ: ثُمَّ قُمْتُ عَلَى أَكَمَةٍ، فَاسْتَقْبَلْتُ الْمَدِينَةَ، فَنَادَيْتُ ثَلَاثًا: يَا صَبَاحَاهْ، ثُمَّ خَرَجْتُ فِي آثَارِ الْقَوْمِ أَرْمِيهِمْ بِالنَّبْلِ وَأَرْتَجِزُ، قَالَ: فَوَاللهِ، مَا زِلْتُ أَرْمِيهِمْ وَأَعْقِرُ بِهِمْ، فَإِذَا رَجَعَ إِلَيَّ فَارِسٌ أَتَيْتُ شَجَرَةً، فَجَلَسْتُ فِي أَصْلِهَا، ثُمَّ رَمَيْتُهُ فَعَقَرْتُ بِهِ، حَتَّى إِذَا تَضَايَقَ الْجَبَلُ، فَدَخَلُوا فِي تَضَايُقِهِ، عَلَوْتُ الْجَبَلَ فَجَعَلْتُ أُرَدِّيهِمْ بِالْحِجَارَةِ، قَالَ: فَمَا زِلْتُ كَذَلِكَ أَتْبَعُهُمْ حَتَّى مَا خَلَقَ اللهُ مِنْ بَعِيرٍ مِنْ ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا خَلَّفْتُهُ وَرَاءَ ظَهْرِي، وَخَلَّوْا بَيْنِي وَبَيْنَهُ، ثُمَّ اتَّبَعْتُهُمْ أَرْمِيهِمْ حَتَّى أَلْقَوْا أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثِينَ [ص:1437] بُرْدَةً، وَثَلَاثِينَ رُمْحًا،
Salamah mengatakan: “Kemudian kami tiba di Madinah, maka Rasulullah mengirimkan unta-unta tunggangan bersama seorang budaknya yg bernama Rabah, dan juga aku. Aku mengendarai seekor kuda betina milik Thalhah bin Ubeidillah untuk membantunya menggiring unta-unta tsb. ketika pagi menjelang, tiba-tiba Abdurrahman bin Uyainah Al Fazari (musyrik) telah menyerang dan menggiring semua unta milik Rasulullah serta membunuh penggembalanya. Maka kukatakan kpd Si Rabah: Hai Rabah, bawalah kuda ini dan serahkan ke Thalhah, lalu kabarkan Rasulullah bahwa kaum musyrikin telah merampas unta-unta beliau”. Salamah lalu bergegas mendatangi sebuah bukit dan berteriak menghadap kota Madinah: “Yaa sobaahaaah !!” tiga kali (kata-kata yg biasa diteriakkan sbg peringatan akan adanya perkara besar). Lalu kukejar mereka sambil kupanah seraya bersajak…. Mereka terus kupanahi dan kulumpuhkan satu persatu. Tiap kali ada penunggang kuda yg berbalik kepadaku, maka aku bersembunyi di balik pohon lalu memanahnya dan melumpuhkannya. Hingga tibalah mereka ke celah gunung/bukit, maka kudaki bukit tersebut dan kulempari mereka dengan batu dari atas bukit. Aku terus mengejar dan melawan mereka hingga tak tersisa seekorpun dari unta Rasulullah melainkan telah kurebut kembali dan ada di belakangku. namun mereka terus kukejar hingga mereka campakkan lebih dari tiga puluh helai sorban dan tiga puluh buah tombak…. alhadits.
Jelas sekali dlm hadits ini bahwa Salamah ibnul Akwa’ mengadakan perlawanan sebelum mendapat izin dari Rasulullah. Akan tetapi hadits ini juga mengisyaratkan perlunya memberitahu waliyyul amr bagi pihak yg ingin melawan. Akan tetapi turunnya izin dalam hal ini bukan syarat mutlak bolehnya mengadakan perlawanan selama ybs mampu melawan dan tidak menimbulkan mafsadat. karena apa yg dilakukan oleh salamah di sini ialah demi menyelamatkan harta Rasulullah, yang bila ia harus menunggu turunnya izin maka semua unta tadi akan dibawa pergi oleh kaum musyrikin. Dan salamah memang memiliki kekuatan luar biasa utk melawan mrk karena mereka berkendaraan kuda sedangkan ia hanya berjalan kaki, namun dengan kecepatan larinya dan kelihaiannya memanah, ia bisa menaklukkan mereka. Oleh karenanya, di akhir hadits tsb Rasulullah memuji Salamah sebagai sebaik-baik mujahid pejalan kaki (infanteri), dan memberinya bagian laksana seorang penunggang kuda sekaligus pejalan kaki.
Inilah dalilnya ya akhi, mudah-mudahan jelas. Ana sarankan antum baca hadits tsb selengkapnya dlm shahih muslim, karena sangat luar biasa…
Apa yg dilakukan warga Lebanon utk berangkat ke Suriah, sebenarnya bukan tergolong jihad difa’, namun itu merupakan nusrah. Dan nusrah ini beda hukumnya dgn jihad difa’. Allah berfirman ttg kewajiban kita melakukan nusrah ini dlm Al Anfal: 72
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (72)
Sesungguhnya orang-orang yg beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah; dan orang-orang yg memberi tempat serta menolong para muhajirin tadi; maka mereka itu satu sama lain saling menjadi pelindung. Sedangkan orang-orang yg beriman namun tidak mau hijrah (dari daarul kufr ke daarul islam), maka kalian tidak berkewajiban melindungi mereka sedikitpun sampai mereka mau hijrah. Dan bila mereka meminta pertolongan kpd kalian dalam rangka membela agama mereka, maka kalian wajib menolong mereka kecuali bila mereka menghadapi kaum yg antara kalian dengan kaum tersebut terikat perjanjian (damai). Dan Allah itu maha melihat perbuatan kalian”.
Jadi, apa yg hendak dilakukan oleh selain warga Suriah itu tadi dinamakan nusrah. Demikian pula yg dilakukan oleh ikhwan2 dari luar Dammaj dengan menyerang pasukan Houtsi yg mengepung Dammaj. Itu juga dinamakan nusrah, dan itu mereka lakukan setelah mendapat lampu hijau dari presiden Yaman dan setelah dilanggarnya perjanjian damai oleh pihak Houtsi laknatullaahi ‘alaihim.
Adapun ttg lebanon maka silakan tanyakan kepada orang yg lebih tahu ttg pemerintahan di Lebanon. Kalau memang waliyyul amrinya bukan waliyyul amri yg syar’i, maka mereka tidak wajib minta izin kpd pemerintah Lebanon. Wallaahu a’lam.