palestineir8

Part 2

Ikhwati fillah… dalam tulisan yang lalu kami sempat mengulas tentang periode pertama dari penaklukan Qutaybah bin Muslim, yaitu terhadap wilayah Thaliqan, Shaghan dan Takharistan. Kemudian dilanjutkan dengan periode kedua, alias penaklukan wilayah Bukhara antara tahun 87-90 H. Pada tahun 88 H, Qutaybah dan pasukannya sempat dikepung oleh 200 ribu orang musuh, yang merupakan koalisi penduduk Bukhara dan sekitarnya, di bawah pimpinan putera Kaisar Cina, namun Allah berhasil menolong mereka hingga Qutaybah kembali bersama pasukannya ke Merw.

Nah, sekarang marilah kita lanjutkan kisahnya yang ajaib tersebut…

Menginjak tahun 89 H, Qutaybah memulai lagi serangkaian penaklukannya. Ia bergerak menuju Bukhara atas perintah dari Hajjaj bin Yusuf. Di tengah jalan, ia berhadapan dengan sejumlah warga Kisy dan Nasaf, namun berhasil mengalahkan mereka dan terus bergerak ke Bukhara. Di sana, ia dihadang oleh Rajanya yang bernama Wardan hingga gagal menguasainya. Qutaybah pun kembali ke Merw dan menulis surat kepada Hajjaj, menceritakan apa yang dialaminya. Hajjaj pun memerintahkannya untuk melukiskan peta Bukhara, maka Qutaybah mengirimkan peta tersebut lalu Hajjaj memberinya nasehat. Ia mengirim bala bantuan dan menunjukkan dari mana Qutaybah harus masuk ke Bukhara, lalu memerintahkannya untuk bergerak ke situ dan Qutaybah pun melaksanakan perintah tersebut pada tahun 90 H.

Meski Wardan telah memobilisasi warga setempat untuk menghadang Qutaybah, akan tetapi Qutaybah berhasil mengalahkannya dan menguasai Bukhara setelah mengalami perang besar. Ia melaporkan kemenangan tersebut kepada Hajjaj, dan dengan itu Qutaybah berhasil menundukkan wilayah Bukhara seluruhnya dalam tiga tahun.

Periode yang ketiga ialah penaklukan Samarqand antara tahun 90-93 H. Pada periode ini, Qutaybah berhasil menegakkan kekuasaan Islam atas wilayah sekitar sungai Jihun, bahkan menambahnya dengan penaklukan kota Samarqand, kota terbesar di negeri Shaghad. Konon raja Shaghad yang bernama Tharkhun pernah mengirim surat damai kepada Qutaybah setelah berhasil menguasai Bukhara tahun 90 H. Qutaybah pun menerima perdamaian tersebut dan kembali.

Pada tahun 91, terjadilah pengkhianatan Naizek, penguasa benteng Badghis. Ia menghasut raja-raja Takharistan dan Ritbil, raja Sijistan, untuk menumpas kaum muslimin. Maka Qutaybah memberi Ritbil pelajaran dengan menyerang Sijistan dari utara, karena ia bergabung dengan Naizek dan ikut melanggar perjanjian. Itulah pertama kalinya Qutaybah menyerang Sijistan. Ritbil pun sadar akan kesalahannya, hingga ia mengajukan perdamaian dengan Qutaybah yang kemudian diterima oleh Qutaybah. Qutaybah kembali ke Merw setelah mengangkat Abdurabbih bin Abdillah bin ‘Umeir Al Laitsi sebagai amir di Sijistan.

Dalam periode ini, Qutaybah berhasil menaklukkan Samarqand yang merupakan kota terbesar di Ma Wara’an Nahr. Hal itu disebabkan karena rajanya yang bernama Tarkhun telah melanggar perdamaian yang dibuatnya bersama Qutaybah tahun 90 H. Ia menolak membayar upeti sesuai kesepakatan, maka Qutaybah memutuskan untuk menghentikan permainan ini… ia pun mengumpulkan pasukannya dan mengabarkan kepada mereka bahwa Tarkhun telah melanggar perjanjian, karenanya ia bertekad untuk menaklukkan Samarqand dengan kekuatan. Qutaybah lantas menunjuk saudaranya yang bernama Abdurrahman bin Muslim dengan 20 ribu pasukan untuk berjalan di depannya, lalu diikuti dengannya beserta warga Khawarizm dan Bukhara. Ia lantas mengepung Samarqand seraya berkata: “Pabila kami telah terjun ke medan suatu kaum, maka amat buruklah hari esok mereka”. Ia mengharapkan keberuntungan dengan meniru ucapan Rasulullah saat mengepung Khaibar.

Tatkala warga Samarqand tahu bahwa kota mereka telah terkepung, mereka pun khawatir jika pengepungan berlangsung lama. Maka mereka menulis kepada raja-raja di Syasy dan Farghana untuk minta tolong, sekaligus memprovokasi mereka untuk memerangi kaum muslimin. Mereka berkata kepada raja-raja tersebut: “Sesungguhnya bila orang-orang Arab itu berhasil mengalahkan kami, mereka pasti akan kembali kepada kalian dan memperlakukan kalian seperti kami. Jadi, pikirkanlah keselamatan kalian”.

Akhirnya para raja tadi menyambut hasutan tersebut, mereka bahkan memilih sejumlah putera mereka dan orang-orang yang gagah perkasa keturunan para panglima, lalu memerintahkan mereka untuk menyerang Qutaybah secara mendadak di kemahnya tatkala ia sedang sibuk mengepung Samarqand. Akan tetapi Qutaybah selalu siaga, ia menyebar sejumlah mata-mata dan memperhitungkan kemungkinan terjadinya serangan mendadak semacam ini. Ia mengetahui rencana mereka, lalu mengutus untuk mereka sejumlah pasukan di bawah pimpinan saudaranya, Shalih bin Muslim. Mereka pun berhasil mencerai-beraikan musuh hingga tak tersisa kecuali segelintir yang lari tunggang-langgang. Kaum muslimin bahkan dapat merampas senjata dan barang-barang mereka.

Ketika warga Shaghad menyaksikan hal tersebut, mereka pun gentar. Qutaybah lantas semakin memperketat kepungannya dan menggunakan manjanik untuk menggempur Samarqand. Ia berhasil membuat celah di dalamnya, lalu meraum bak seekor singa: “Sampai kapan syaithan bersarang di kota kalian hai penduduk Samarqand?? Demi Allah, besok pagi aku akan menundukkan kalian sekuat tenaga”. Keesokan harinya, Qutaybah memerintahkan agar semua orang bersungguh-sungguh dalam berperang, maka mereka mulai menyerang musuh. Perang hebat berkecamuk… Qutaybah memerintahkan agar pasukan sampai ke celah, akan tetapi warga Shaghad menghujani mereka dengan anak panah. Pun demikian, kaum muslimin pantang mundur… hingga warga Shaghad mengirim utusan kepada Qutaybah dengan pesan berbunyi: “Tinggalkanlah kami hari ini, hingga kami berdamai dengan kalian besok”. Namun Qutaybah menjawab: “Kita tidak akan berdamai dengan mereka kecuali bila pasukan kita berada di celah”. Akhirnya Qutaybah berdamai dengan mereka dengan upeti 2 juta 200 ribu mitsqal yang dibayar tiap tahun, plus menyerahkan 30 ribu orang tahun itu juga, dan mengosongkan kota Samarqand untuknya hingga tak ada satu pasukan pun di dalamnya. Dengan begitu, Qutaybah bisa keluar masuk kota tersebut semaunya, bisa membangun mesjid, berkhutbah dan shalat di dalamnya.

Ketika Qutaybah memasuki kota Samarqand, ia menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya, tanpa gentar sedikitpun dengan ancaman warganya. Bahkan ada seseorang di antara mereka yang sok memberi nasihat seraya berkata: “Jangan kau ganggu berhala-berhala ini, karena siapa yang membakarnya akan binasa”, maka jawab Qutaybah: “Aku akan membakarnya dengan tanganku”, lantas memerintahkan orang-orang agar menyalakan api… kemudian Qutaybah bertakbir dan membakarnya… setelah semuanya menjadi abu, mereka mendapati paku-paku emas yang beratnya lima puluh ribu mitsqal.

Pasca kemenangan yang gilang gemilang tersebut, Qutaybah kembali ke Merw untuk istirahat, kemudian melanjutkan ekspedisi berikutnya untuk menaklukkan kota-kota di pesisir sungai Sihun.

Periode yang keempat, ialah penaklukan wilayah Syash, Farghana dan Kasygar antara tahun 94-96 H. Dalam periode ini, Allah menundukkan wilayah tersebut melalui tangan Qutaybah, yang dimulai pada tahun 94 H. Ia bergerak di musim panas sesuai jadwal, bersama 20 ribu pasukan yang terdiri dari warga Bukhara, Kisy, Nasaf dan Khawarizm. Ia mengarahkan sejumlah pasukan ke Syash, dan bergerak dengan sisanya ke Farghana, tempat terjadinya perang besar antara orang-orang Turki dengannya. Perang tersebut terjadi di sekitar kota Jajandah dan nampaknya hasil peperangan belumlah final. Ketika itu Qutaybah bergerak menuju Kasyan sebelum menundukkan Jajandah sepenuhnya. Dan di sana ia bertemu dengan sisa pasukan yang sebelumnya bergerak ke Syash. Qutaybah nampaknya mendapat perlawanan sengit dari orang-orang Turki di wilayah tersebut, hingga sempat meminta bantuan kepada Hajjaj. Hajjaj lalu mengutus sejumlah pasukan dari Irak, dan memerintahkan Muhammad bin Qasim Ats Tsaqafi untuk mengirim sejumlah pasukan lagi dari Sindus. Besarnya bala bantuan yang dikirim kepada Qutaybah, ditambah pasukan yang semula bersamanya menunjukkan betapa sengitnya perlawanan yang dihadapinya di wilayah Sihun, di samping menunjukkan pula besarnya semangat jihad kaum muslimin. Qutaybah ingin agar kaum muslimin menguasai musuhnya agar cita-citanya terwujud… dan akhirnya ia berhasil menundukkan wilayah Syash dan Farghana pada tahun 95 H.

Pasca mendapat kemenangan yang besar tadi, sampailah kepadanya berita mangkatnya Hajjaj pada bulan Syawwal tahun itu juga. Ia pun sedih atas kematian tersebut karena selama ini selalu mendapatkan dukungan dan motivasi serta bantuan darinya. Qutaybah pun akhirnya kembali ke Merw.

Qutaybah pulang ke Merw setelah menempatkan pasukan-pasukan penjaga di kota Bukhara, Kisy dan Nasaf, sembari menunggu takdir apa yang akan terjadi pasca mangkatnya Hajjaj. Konon Khalifah Walid bin Abdul Malik tahu persis hubungan baik antara Hajjaj dan Qutaybah, dan bahwasanya Hajjaj berperan besar di balik kesuksesan Qutaybah dalam berbagai misinya. Ia pun memahami betapa pahit berita kematian Hajjaj bagi Qutaybah, maka ia menghiburnya dengan memberinya sejumlah harta, dan mengirim surat yang seluruhnya berisi motivasi, pujian dan rekomendasi. Ia berkata dalam surat tersebut: “Kaum mukminin tahu semua akan jasa dan kesungguhanmu dalam berjihad melawan musuh, Amirul mukminin pun akan mengangkatmu dan memperlakukanmu sesuai yang kau inginkan. Maka lanjutkanlah peperanganmu dan tunggulah pahala dari Allah… janganlah kau sembunyikan surat-suratmu dari Amirul Mukminin, karena sekarang aku seakan sedang memandang negeri dan tempatmu berada”.

Demikianlah ikhwati fillah, sementara saya cukupkan bagian keduanya sampai di sini dan insya Allah saya lanjutkan pada bagian ketiga, trims 4 your attention… dan jangan lupa beri komentar Antum… :)

Maraji':

1- Umar bin Abdul Aziz, oleh Ali Shallabi.

2- Al ‘Aalamul Islamy fil ‘Ashril Umawy.

3- Tarikh Ath Thabary.