Dalam sepak terjangnya, Tanzhim Al Qaedah telah banyak melakukan operasi militer dengan dalih menyerang Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Sebut saja peledakan kedutaan Amerika di Nairobi Kenya dan Darussalaam Tanzania. Hal itu terjadi pada tahun 1998 dan menewaskan lebih dari 200 orang, di antaranya 12 orang Amerika. Menyusul penyerangan ke menara kembar WTC tahun 2001 yang juga diklaim sebagai kerjaannya Al Qaedah, dengan korban tewas ribuan orang. Kemudian tahun 2003 dengan target serangan Komplek pemukiman Al Muhayya di Riyadh, yang menewaskan puluhan orang, termasuk 17 orang muslim yang tinggal di sana. Disusul dengan peledakan kedutaan AS di Amman Yordania, yang menewaskan sekitar 60 orang muslim dan melukai 115 orang lainnya.

Untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya, hendaknya kita kesampingkan dulu segala bentuk simpati dan empati, lalu kita renungkan apa yang terjadi dengan mengacu kepada nash-nash Al Qur’an dan Sunnah melalui penjelasan para ulama… ya, para ulama yang berlatar belakang ilmu dien yang shahih, bukan kampiun-kampiun lapangan yang digelari syaikh… atau hakiemul ummah… atau almujahid… atau apa saja, padahal latar belakang mereka adalah insiyur sipil, atau dokter bedah, atau bahkan hanya lulusan SMA, atau tidak diketahui asal-usulnya.

Musibah terbesar ialah bila agama jadi bahan pembicaraan orang yang bukan ahlinya, lantas ia berfatwa dengan fatwa ngawur yang diikuti dan diamalkan oleh para pemuda ingusan, yang juga tidak matang dalam menuntut ilmu, lalu menamakan aksi teror dengan nama jihad! Atau aksi penyerangan terhadap warga AS, Inggris, atau orang-orang kafir secara mutlak sebagai jihad!

Lupakah kita bahwa jihad adalah istilah syar’i? Jihad adalah salah satu ibadah layaknya shalat, puasa, dan haji… ia memiliki syarat-syarat sebagaimana ibadah lainnya, dan setiap ibadah tidak akan diterima oleh Allah kecuali bila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Rasul. Cobalah tanyakan kepada mereka yang selalu ribut masalah jihad, tahukah kalian apa syarat-syarat jihad? PASTI 90% dari mereka akan gelagapan dalam menjawab… selama ini mereka hanyalah orang yang disetir dengan emosi, dan perasaannya, sedangkan akal sehatnya dinonaktifkan… semua itu akibat mereka terlalu banyak nonton film-film jihad, dan membaca berita-berita heroik seputar kisah para ‘mujahidin’ yang disebarluaskan oleh berbagai media massa takfiri, seperti arrahmah.com, muslimdaily, dan sebagainya… mereka tidak sibuk menggali fiqhul jihad dari buku-buku warisan para ulama salaf, namun menuntut ilmu tersebut dari pemuda-pemuda majhul yang tidak diketahui jatidirinya… macam Abu Muhammad Al Maqdisi, Abdul Aziz bin Abdul Qadir, Abu Bashir, Abdul Mun’im Musthafa Halimah, dan lain-lain…

Sungguh demi Allah, kalaulah bukan karena fitnah mereka telah merajalela dan kerusakan yang mereka timbulkan telah mendunia, niscaya saya tidak akan menulis artikel ini; yang saya yakin pasti akan membuat banyak orang tidak suka kepada saya… memang, menjadi orang yang disukai semua orang adalah mustahil, tapi ketahuilah bahwa lewat tulisan ini saya hendak menjelaskan kekeliruan fatal yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya mujahidin, tandzim al Qaedah, dan semisalnya tersebut… dan ketahuilah bahwa dengan menjelaskan kesesatan mereka, sesungguhnya saya telah berbuat baik kepada mereka, sebab dengan demikian orang-orang tidak akan mengikuti ajakan sesat mereka, hingga dosa yang harus mereka pikul pun berkurang…

Intinya, mentahdzir mereka adalah ibadah agung yang menjadi kewajiban setiap orang yang berilmu. Apalagi sosok Usamah bin Laden, Aiman Azh Zhawahiri, dan orang-orang seperti mereka telah banyak menipu kaum muslimin. Lewat figur-figur jihad yang selalu mereka tonjolkan, kesesatan mereka pun jadi nampak indah di mata banyak orang. Bid’ah mereka dianggap sebagai ibadah paling mulia, dan aksi pengrusakan dan pembunuhan yang gegabah berubah nama menjadi jihad. Oleh sebab itu, mengingatkan umat akan kesesatan tokoh-tokoh Al Qaedah adalah suatu keharusan, dan semakin besar fitnah yang ditimbulka oleh tokoh-tokoh tersebut maka semakin keras juga kecaman yang patut mereka terima.

Dalam kitabnya yang berjudul Tahdzibut Tahdzib, Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan biografi salah seorang perawi hadits yang bernama Hasan bin Shalih bin Shalih bin Hay. Orang ini sebenarnya tergolong penghafal hadits, berilmu, zuhud, wara’, ahli ibadah, dan sering menangis lantaran takut kepada Allah. Pun demikian, Ia memiliki pemikiran sesat yang berbahaya, yaitu menghasung orang-orang untuk memberontak kepada para penguasa dengan alasan karena mereka orang fasik. Mengingat kharisma yang dimilikinya demikian besar, maka para ulama sangat keras dalam mengecamnya…  simaklah bagaimana perkataan para ulama salaf tentangnya, dan saya akan menukilkan teks arabnya agar lebih valid, lalu menerjemahkannya:

تهذيب التهذيب – (ج 2 / ص 249)

قال يحيى القطان كان الثوري سئ الرأى فيه،

Yahya Al Qaththan (salah seorang imam ahli hadits yg wafat th 198 H) mengatakan: “Konon Sufyan Ats Tsauri berpersepsi jelek terhadapnya (yakni Hasan bin Shalih bin Hay).

وقال أبو نعيم: دخل الثوري يوم الجمعة فإذا الحسن بن صالح يصلي فقال نعوذ بالله من خشوع النفاق وأخذ نعليه فتحول،

Abu Nu’aim (salah seorang ahli hadits juga) mengatakan: “Suatu ketika Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjid; tiba-tiba ia mendapati Hasan bin Shalih sedang shalat, maka ia berkata: “A’udzubillah dari khusyuk yang penuh kemunafikan!”, lantas ia mengambil sendalnya dan pindah tempat.

وقال ايضا عن الثوري: ذاك رجل يرى السيف على الامة!

Abu Nu’aim juga meriwayatkan dari Ats Tsauri bahwa ia mengatakan: “Lelaki itu menganggap umat ini harus menghunuskan pedang”.[1]

وقال خلاد بن زيد الجعفي: جاءني الثوري إلى هاهنا فقال: الحسن بن صالح مع ما سُمِع من العلم وفِقْهٍ يَتْرُك الجمعة،

Khallad bin Zaid Al Ju’fi mengatakan: “Sufyan Ats Tsauri pernah menghampiriku di sini seraya berkata: “Hasan bin Shalih meski dikenal berilmu dan faqih, ternyata meninggalkan shalat Jum’at!”.

وقال ابن ادريس: ما أنا وابنُ حَيٍّ، لا يَرَى جمعة ولا جهادا.

Ibnu Idris mengatakan: “Apa urusanku dengan Ibnu Hay yang tidak mau shalat Jum’at dan berjihad?!”.

وقال بشر بن الحارث: كان زائدة يجلس في المسجد يحذر الناس من ابن حي واصحابه. قال: وكانوا يرون السيف.

Bisyr bin Harits mengatakan: “Zaidah (salah seorang ulama ahlussunnah dan ahli hadits) konon sering mengadakan majelis di mesjid untuk memperingatkan orang-orang dari Ibnu Hay dan kelompoknya. Ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berpemikiran ‘pedang’.

وقال خلف بن تميم: كان زائدة يستتيب من أتى الحسن بن حي،

Khalaf bin Tamim mengatakan: “Zaidah konon menyuruh orang yang habis mendatangi Hasan bin Hay untuk bertaubat!”

وقال علي بن الجعد: حدَّثتُ رائدة بحديث عن الحسن فَغَضِب وقال: لا حدثتُك أبدا!

Ali bin Ja’ad mengatakan: “Aku pernah menyampaikan hadits dari Hasan kepada Zaidah, maka ia pun marah serayat berkata:”Aku takkan menyampaikan hadits lagi kepadamu selamanya”.

وقال أبو معمر الهذلي: كنا عند وكيع فكان إذا حدث عن الحسن بن صالح لم نكتب، فقال: ما لكم؟ فقال له أخي بيده هكذا يعني انه كان يرى السيف فسكت،

Abu Mu’adz Al Hudzali berkata: “Kami pernah bermajlis dengan Waki’. Tiap kali ia menyampaikan hadits dari Hasan bin Shalih maka kami tidak mencatatnya. Ia pun bertanya: “Ada apa dengan kalian?”, maka saudaraku mengisyaratkan dengan tangannya yang artinya: “Ia berpemikiran ‘pedang’ “, maka Waki’ pun terdiam.

وقال ابو صالح الفراء: ذكرت ليوسف بن أسباط عن وكيع شيئا من أمر الفتن فقال ذاك يشبه استاذه يعني الحسن ابن حي فقال فقلت ليوسف ما تخاف أن تكون هذه غيبة فقال لم يا احمق انا خير لهؤلاء من آبائهم وامهاتهم أنا انهى الناس أن يعملوا بما احدثوا فتتبعهم اوزارهم ومن اطراهم كان أضر عليهم.

Abu Shalih Al Farra’ menceritakan: “Aku menyampaikan sesuatu dari Waki’ yang berkaitan dengan fitnah kepada Yusuf bin Asbat (salah seorang Imam Ahlussunnah), maka Yusuf berkata: “Dia (yakni Waki’) mirip dengan ustadz-nya –yakni: Hasan bin Hay-. Maka Aku (yakni Abu Shalih Al Farra’) berkata kepada Yusuf: “Lho, kamu tidak takut jika ucapanmu tadi dicatat sebagai ghibah?”, maka selanya: “Dasar bodoh, memangnya kenapa (dianggap ghibah)? Aku lebih baik bagi mereka (waki’, Hasan, dan kelompoknya) dibanding orang tua mereka; Aku menghalangi orang-orang untuk mengamalkan bid’ah yang mereka ciptakan hingga mereka tidak ikut memikul dosa orang-orang tersebut. Adapun orang yang memuji-muji mereka justeru membahayakan mereka.

وقال الاشج: ذكر لابن ادريس صعق الحسن بن صالح فقال تبسم سفيان أحب الينا من صعق الحسن

Al Asyajj berkata: Aku menceritakan kepada Ibnu Idris tentang Hasan bin Shalih yang suka pingsan kalau membaca Al Qur’an; maka komentarnya: “Senyumnya Sufyan (Ats Tsauri) lebih kusukai daripada pingsannya Hasan!”.

[Lihatlah bagaimana para salaf menilai… mereka menggunakan kacamata akidah sebelum ibadah. Bagi mereka, seorang ‘alim salafi’ yang tersenyum lebih baik dari pada ‘ahli ibadah berpemikiran khawarij’ yang pingsan karena membaca Al Qur’an].

وقال احمد بن يونس جالسته عشرين سنة ما رأيته رفع رأسه إلى السماء ولا ذكر الدنيا ولو لم يولد كان خيرا له يترك الجمعه ويرى السيف

Ahmad bin Yunus mengatakan: “Aku telah bermajlis dengan Hasan selama 20 tahun dan tak pernah kusaksikan ia menengadahkan kepalanya ke langit maupun menyebut-nyebut dunia. Namun seandainya ia tak pernah lahir itu adalah lebih baik baginya; ia meninggalkan shalat Jum’at dan berpemikiran pedang”.

[Benarlah engkau hai Ahmad bin Yunus… seandainya Ibnu Hay tidak pernah ada di dunia, adalah lebih baik baginya karena keberadaannya sebagai sosok yang shalih dan zuhud dengan pemikiran sesat yang dianutnya, justeru menjadi fitnah besar atas umat Islam… lantas bagaimana dengan fitnah Ibnu Hay kontemporer macam Bin Laden dan Azh Zhawahiri??]

Kemudian setelah menyebutkan perkataan sejumlah ulama yang mengkritisi pedas Hasan bin Shalih bin Hay, Ibnu Hajar menyebutkan perkataan sejumlah ulama lainnya yang menganggapnya sebagai perawi yang tsiqah dan kuat hafalannya. Istilah tsiqah disini tidak menafikan semua kritikan sebelum ini, akan tetapi menunjukkan bahwa ia seorang yang jujur, dan bukan ahli maksiat serta kuat hafalannya. Pun demikian tidak menafikan dirinya sebagai orang yang berpemikiran ‘pedang’ tadi. Karenanya, setelah menceritakan bagaimana kezuhudan dan kewara’an si Hasan bin Shalih, Ibnu Hajar lantas menyimpulkan sbb

تهذيب التهذيب – (ج 2 / ص 250)

وقولهم كان يرى السيف يعني كان يرى الخروج بالسيف على ائمة الجور، وهذا مذهبٌ للسلفِ قديمٌ، لكن استقر الأمر على ترك ذلك لما رأوه قد افضى إلى أشد منه؛ ففي وقعة الحرة ووقعة ابن الاشعث وغيرهما عظة لمن تدبر. وبمثل هذا الرأى لا يقدح في رجل قد ثبتت عدالته واشتهر بالحفظ والاتقان والورع التام. والحسن مع ذلك لم يخرج على أحد وأما ترك الجمعة ففي جملة رأيه ذلك أن لا يصلي خلف فاسق ولا يصحح ولاية الامام الفاسق، فهذا ما يعتذر به عن الحسن وان كان الصواب خلافه فهو إمام مجتهد.

Perkataan mereka yang berbunyi: “Ia berpemikiran pedang” artinya ia membolehkan umat untuk memberontak kepada penguasa zhalim dengan senjata. Ini merupakan mazhab lawas yang pernah dianut oleh Salaf, akan tetapi setelah itu pemikiran ini disepakati untuk ditinggalkan, setelah mereka menyaksikan bahwa pemikiran tersebut menimbulkan dampak yang jauh lebih buruk. Contohya dalam tragedi Harrah[2], pemberontakan Ibnul Asy’ats[3], dan lain-lain yang menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Akan tetapi, pemikiran semacam ini tidak menjadikan ‘keadilan’ seseorang menjadi jatuh selama ia dianggap adil dan terkenal kuat hafalan serta ahli dalam masalah hadits dan wara’. Pun demikian, Hasan sendiri tidak pernah memberontak secara langsung terhadap seorang pemimpin pun. Adapun sikapnya yang meninggalkan shalat Jum’at, maka diantara pemikirannya ialah bahwa seseorang tidak boleh bermakmum di belakang Imam yang fasiq, dan ia menganggap kekuasaan seorang yang fasiq itu tidak sah. Inilah udzur yang bisa diberikan untuk Hasan karena dia seorang imam mujtahid, meskipun yang benar bukanlah seperti itu”.

Inilah manhaj salaf yang harus kita ikuti… jangan menjadikan keshalihan sebagai standar satu-satunya dalam menilai seseorang. Lihat dulu bagaimana pemikirannya? Bagaimana ucapan-ucapannya? Cocokkan itu semua dengan dalil-dalil dan komentar para ulama tentangnya… niscaya Anda akan tahu siapa yang benar dan siapa yang sesat.

Kezhaliman penguasa bukanlah alasan bolehnya memberontak kepada mereka sama sekali. Bahkan jika mereka telah kafir sekalipun! Ya, kekafiran penguasa bukan alasan mutlak bagi kaum muslimin yang tinggal di wilayahnya untuk angkat senjata kepadanya, apalagi jika kekafiran itu hanyalah tuduhan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Bukankah Rasulullah dan para sahabat selama 13 tahun di Mekkah hidup di bawah kekuasaan kaum musyrikin yang jelas-jelas kafir itu? Lantas mengapa beliau tidak menyuruh para sahabat untuk angkat senjata, padahal persenjataan yang dimiliki kaum muslimin adalah sama dengan milik musuh, semuanya memiliki pedang dan panah. Hanya saja jumlah kaum muslimin lebih sedikit di banding kaum musyrikin… Cobalah kita bandingkan dengan realita kaum muslimin hari ini yang jauuuh lebih lemah dibanding musuh-musuhnya, baik itu AS maupun  yang lainnya… Apakah dibenarkan secara syar’i dan logika kita mengumumkan perang kepada mereka yang secara persenjataan jauh lebih kuat, dan jumlah personel jauh lebih banyak; padahal kaum muslimin tercerai berai dan masih bergelimang dalam kubangan syirik, bid’ah, khurafat, dan perang saudara di mana-mana? Ini jelas propaganda yang gegabah yang tidak mempertimbangkan sebab-akibat, namun hanya berpijak kepada ambisi, rasa pe-de yang berlebihan, serta hawa nafsu pribadi… akibatnya? Runtuhnya pemerintahan Taliban dalam sekejap, dan melayangnya jiwa ribuan rakyat sipil Afghan akibat serangan tentara koalisi… andai saja Usamah tidak gegabah dan Al Qaeda tidak pongah, niscaya Taliban tetap berkuasa dan keamanan tetap merata di seantero Afghanistan hingga kini… bahkan ribuan jiwa tidak perlu melayang karena perang yang tak kunjung selesai sampai hari ini. Apakah nyawa seorang Usamah atau Aiman Azh Zhawahiri dan kelompok sesatnya lebih berharga dari ribuan jiwa tadi hingga mereka harus menelan pil pahit akibat ‘fatwa jihad’ ngawur yang dikeluarkannya tersebut? Dan siapakah Usamah hingga ia berhak untuk berfatwa dalam masalah ini??

Dunia telah mendengar bagaimana Al Qaeda menghalalkan darah setiap orang Amerika, lebih-lebih Azh Zhawahiri yang dalam pernyataannya mengatakan bahwa seluruh warga Eropa dan Amerika adalah kafir harbi, sebab mereka ikut dalam pemilu, dan pemilu tadi menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memerintahkan pasukan mereka untuk berkoalisi dengan AS menggempur Afghanistan… dst”. Ini jelas analogi yang kacau balau dan sangat berbahaya. Bagaimana jika fatwa ngawurnya tadi direspon dengan cara yang sama, lalu setiap pemimpin negara kafir menyatakan bahwa setiap muslim yang ada di negaranya adalah teroris, kira-kira berapa juta minoritas muslim di Eropa dan AS yang akan menderita akibat kegegabahan Al Qaeda tsb? Atau jika AS dan negara-negara Eropa menghalalkan darah setiap orang Arab yang bermukim di wilayahnya, sebagaimana Al Qaeda menghalalkan darah setiap orang Amerika yang tinggal di negara-negara Arab, tanpa pandang bulu apakah ia datang sebagai duta, pekerja, turis, atau sekedar lewat saja… Sungguh, merupakan tindakan yang mencoreng nama baik Islam jika fatwa ngawur ini sampai di amalkan begitu saja… Akan tetapi sayang, nasi telah menjadi bubur dan fatwa telah menjadi realita.

Pada tanggal 21 November 2005, Al Qaeda –untuk kesekian kalinya- kembali melakukan aksi teror berupa peledakan di 3 hotel yang disinyalir sebagai markas intelijen AS di Yordania. Al Qaeda bahkan mengeluarkan video khusus yang menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas peledakan yang menewaskan sekitar 60 muslim tersebut. Akan tetapi sebelum mengomentari pernyataan mereka ini, kami ingin menegaskan hal-hal berikut kepada para pembaca[4]:

  1. Jihad akan terus ada hingga hari kiamat, dan kuda senantiasa membawa kebaikan pada ubun-ubunnya, serta umat selalu dituntut untuk melawan musuh yang menjajah negerinya serta menghinakan tanah-tanah sucinya dan menyakiti kaum muslimin. Setiap muslim wajib ikut serta dalam melawan penjajah dan orang yang memerangi agamanya, akan tetapi di sana ada aturan main dan kaidah yang harus ditaati dan diperhatikan dengan seksama, agar mendatangkan kemaslahatan yang merata bagi umat Islam.
  2. Rujukan kaum muslimin dan kelompok Islam di manapun mereka berada adalah para ulama yang Rabbani dan mengamalkan ilmunya. Dari fatwa mereka lah kaum muslimin bertolak, dan dari penjelasan mereka kaum muslimin menyusun manhajnya, serta melalui jalur mereka kaum muslimin melangkahkan kakinya. Tentu saja ada ulama tiap-tiap negara lebih mu’tabar di negaranya masing-masing, sebab merekalah yang paling tahu tentang kondisi negaranya, lebih tahu tentang apa yang terjadi di sekitar mereka.
  3. Yang berhak untuk menghukumi bahwa cara ini benar atau salah, atau menentukan kadar kerusakan dan manfaat bagi umat yang akan ditimbulkan dari cara tersebut adalah para ulama. Dalam hal para ulama akan memberikan hukum atas cara-cara yang digunakan, menurut aturan yang telah digariskan oleh syariat dan berdasarkan musyawarah dari orang-orang yang berpengalaman di bidang tersebut serta faham akan realita, termasuk para pakar di berbagai bidang, barulah para ulama tadi akan mengeluarkan fatwa dan hukum-hukum mereka.

Dari sini, maka kaidah mengukur kemaslahatan dan kemudharatan dalam memberi fatwa serta hukum-hukum syar’I atas suatu amalan, merupakan kaidah yang sangat penting dalam suatu harakah, dan dalam menentukan sarana, dan cara bertahan, serta memulai serangan secara umum.

  1. Dalam kondisi seperti ini, umat sangat membutuhkan untuk merapatkan barisan, menyatukan persepsi dan sikap serta berpegang teguh dengan tali Allah. Dari sini, maka orang-orang yang mengajak kepada perselisihan dan perpecahan harus diperingatkan dengan keras dan diberi pelajaran. Sebab perpecahan berarti kekalahan, karena persatuan adalah awal mula kemenangan.

Setelah mukaddimah singkat ini, saya sarankan kepada pembaca untuk mendengarkan pernyataan Abu Mus’ab Az Zarqawi yang berbicara selaku Amir Tanzhim Al Qaeda di Irak tentang bom bunuh diri yang dilakukan oleh 3 orang anggota Al Qaeda asal Irak di tiga hotel di Amman Yordania tersebut. Pernyataan dalam bahasa Arab ini dapat saudara simak di link berikut:

http://www.youtube.com/watch?v=CoIOLeJEsEs

Memang, tulisan ini tergolong sangat terlambat karena baru ditulis sekarang, setelah tewasnya Az Zarqawi. Akan tetapi mengingat pemikirannya masih hidup subur di kalangan pemuda Islam, maka tidak ada kata terlambat untuk memperingatkan kesesatan manhaj mereka (Al Qaedah dan simpatisannya) dan bahaya pemikiran radikal tersebut terhadap kaum muslimin[5]. Oleh karena itu, dalam beberapa paragraf berikut, kami mengajak pembaca untuk merenungi pesan-pesan yang disampaikan oleh Zarqawi sebagai jubir Al Qaeda di Irak, dan menilai apakah manhaj mereka sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak:

  1. Dalam pernyataannya ia berulang kali menyebutkan istilah riddah (murtad)[6] dan takfir (pengkafiran), sebagaimana yang biasa didengar dalam pernyataan-pernyataan sebelumnya. Ini merupakan lafazh yang terdengar asing bagi seorang muslim biasa yang mengulang-ulang lafazh laa ilaaha illallaah tiap pagi dan sore. Pernyataan tadi bahkan kelewat batas ketika menyifati negara secara keseluruhan dengan “negara kafir” setelah mengecap pemerintahannya sebagai pemerintahan ‘murtad’. Ia juga mencap pemerintah Palestina dengan cap ‘murtad’, dan dalam pernyataan sebelum ini ia mencap Mesir dengan istilah ‘kafir’ juga… cap-cap seperti ini ketika senantiasa terulang dalam berbagai pernyataan, mengakibatkan orang yang mendengarnya akan mudah melontarkan cap seperti itu kepada berbagai masyarakat dan negara; padahal kita tahu bahwa Syariat Islam melarang keras untuk gampang-gampang melontarkan tuduhan ‘kafir’ kepada orang-perorang maupun masyarakat muslim, kecuali berdasarkan fatwa ulama yang mumpuni dan kredibel, atau keputusan qadhi (hakim) yang syar’i. Sebab Nabi saw mengatakan: “Tidaklah seseorang melontarkan tuduhan kafir kepada saudaranya, melainkan tuduhan itu akan berbalik kepadanya jika tidak benar” (muttafaq ‘alaih). Kita bisa melihat bagaimana para salaf saling membikin pernyataan, mereka toh tidak menggunakan metode takfir seperti itu… mereka memang menjelaskan hukum Allah dalam masalah keislaman, kekafiran, dan kemurtadan; akan tetapi dengan cara yang tidak merangsang pendengar atau pembacanya untuk menikmati ucapan tersebut dan menjadi gampang mengucapkannya. Dengan pernyataan seperti Az Zarqawi dan orang-orang yang sepemikiran dengannya, Anda dapat melihat sendiri pengaruhnya pada media massa internet yang dengan mudah mencap kafir dalam skema yang luas serta berbahaya tanpa rasa takut sedikitpun, dan dengan mudahnya mengeluarkan seorang muslim dari lingkaran Islam kepada lingkaran kekafiran (padahal Ahlussunnah sepakat untuk melarang hal tersebut kecuali setelah ditegakkannya hujjah/argumentasi yang jelas, yang bila ditinggalkan akan menyebabkan yang bersangkutan menjadi kafir).
  2. Pernyataan tersebut mengingkari sikap media massa dan media lain yang dapat membangkitkan emosi dalam mengomentari tragedi tersebut. Lantas apakah mereka yang membikin pernyataan itu menginginkan agar media massa yang terkenal tadi memuji tragedi yang menyeramkan tadi setelah menewaskan anak-anak, kaum wanita dan manula?––baik media massa tadi merupakan antek dan corong pemerintah –seperti yang dituduhkan- maupun media massa yang independen dan bersahabat–. Lalu kita tanyakan kepada Zarqawi: “Orang-orang demikian terkejut dengan tragedi tersebut dan mereka tidak perlu gembar-gembor di media massa untuk menunjukkan tangisan dan musibah mereka sebagaimana yang terjadi di Irak. Artinya, meski banyak fakta yang disembunyikan dan dipalsukan, toh semua orang merasakan betapa berat penderitaan rakyat Irak yang mulia tersebut… apakah kita ingin menjadikan kesedihan dan kekesalan masyarakat akibat ulah media massa, sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah saat melarang stasiun TV seperti Al Jazeera atau menyerang situs-situs semacam islamemo dengan tuduhan membangkitkan emosi… seakan-akan masyarakat tidak bisa mengenang kesedihan rakyat Irak.
  3. Pernyataan ini menyifati para pelaku peledakan sebagai tiga ekor singa Irak yang keluar dari sarangnya di Baghdad menuju Amman… kemudian menyebut tragedi sebagai ‘langkah yang penuh berkah’ (الخطوة المباركة)… Apakah pernyataan ini tidak memperhatikan perasaan kaum muslimin yang keluarganya tewas tanpa dosa apa-apa dalam tragedi ini, dengan menyifatinya sebagai ‘yang penuh berkah’? Apakah pernyataan –yang mestinya dimaksudkan sebagai permohonan maaf atas keluarga korban dari kalangan sipil kaum muslimin– pantas menjuluki pembantaian tersebut dengan sifat seperti itu..?
  4. 4. Pernyataan ini menyebutkan bahwa koran ‘Los Angeles Times’ memberitakan –sebagai respon atas tragedi– bahwa pihak intelijen Yordania menjadi sekutu terkuat CIA di wilayah tersebut… kita katakan kepada Zarqawi: “Berhentilah sejenak, dan gunakanlah akalmu… Apakah tragedi ini menimbulkan dampak positif dan berhasil menakut-nakuti kedua militer Yordania dan AS beserta agen intelijen mereka dan Barat? Ataukah justeru memperkuat penetrasi pasukan dan intelijen asing dalam urusan internal negara, serta semakin membatasi kebebasan warganya dan mempersempit ruang dakwah para dai dan orang-orang baik?! Padahal dalam ilmu usul fiqih telah dimaklumi bahwa kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang lebih besar, alias solusi yang diberikan harus mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar dari kerusakan semula… lantas dimanakah kemashlahatan yang dicapai itu? Jika dibandingkan dengan banjir darah dan kerusakan harta benda serta hilangnya nyawa sekian banyak kaum muslimin?
  5. 5. Pernyataan tadi juga menyebutkan: “Akan tetapi Allah tahu bahwa kami tidaklah memilih hotel-hotel tersebut kecuali setelah kami mendapat asumsi kuat lewat pengamatan teliti terhadap hotel-hotel tersebut selama lebih dari dua bulan, di samping sejumlah informasi yang diberikan oleh sumber-sumber kami yang terpercaya dari dalam maupun luar hotel, yang menyebutkan bahwa hotel-hotel tersebut telah menjadi markas intelijen Yahudi, AS, dan Irak” [7]. Kami jadi bertanya-tanya kepada Zarqawi: “Tidakkah sumber2 terpercaya kalian mengabarkan bahwa salah satu hotel tersebut dihuni oleh kaum muslimin? Tidakkah sumber2 terpercaya kalian mengabarkan bahwa sasaran yang kalian bidik dalam operasi peledakan tersebut bisa dibidik dari arah lain? Tidakkah sumber2 terpercaya kalian mengabarkan bahwa mereka memiliki waktu-waktu meeting yang lain selain hari itu, yang dengan begitu kalian bisa menghindari tumpahnya darah kaum muslimin? Ini semua jika kita anggap bahwa pernyataan Zarqawi bahwa hotel-hotel tsb memang telah menjadi markas agen Intelijen Yahudi, AS, dan Irak…Atau jangan-jangan ia menganggap bahwa darah kaum muslimin di seluruh dunia demikian murah di matanya?!

Apakah informasi-informasi yang dipercaya tadi tiba-tiba keliru? Dengan skala yang demikian besar? Atau karena sumber2 terpercaya tadi tidak menganggap perlu untuk mengabarkan bahwa pada hari itu sedang terjadi resepsi pernikahan kaum muslimin yang mengatakan: laa ilaaha illallaah muhammadun rasuulullah? Dan apakah para pelaku peledakan tadi tidak tahu bahwa saat mereka meledakkan tempat tersebut berarti mereka akan membunuh saudara-saudara mereka yang seakidah? Mengapa mereka tidak berfikir untuk menunda perbuatan mereka hingga resepsi pernikahan selesai? Atau menjauhkan diri mereka dari membunuh dan melukai ratusan kaum muslimin? Tidakkah fenomena resepsi pernikahan yang sesak dengan orang-orang cukup menjadi alasan untuk menunda misi mereka atau bahkan membatalkannya??!!

  1. 6. Kita pun pantas bertanya-tanya: Sejauh apakah keakuratan informasi yang diberikan oleh sumber2nya yang terpercaya tadi? Baiklah, kita akan mengupas keakuratan tersebut dengan sedikit aneh lewat sejumlah pertanyaan yang kita tujukan kepada para pembaca, agar dengan sedikit penalaran ia dapat memahami makna dari ‘sumber-sumber terpercayanya si Zarqawi':

Apakah Anda percaya –wahai pembaca yang budiman-, bahwa Intelijen AS, Israel, dan Irak dengan segala maknanya, rela menjadikan hotel umum tempat semua orang bebas keluar masuk sebagai markas mereka??!!

Pernyataan tsb lantas bercerita ttg hotel Radisson dengan asumsi bahwa mayoritas pegawai Kedutaan Israel tinggal di sana[8]. Maka kita tanyakan kepada Zarqawi: “Berapa banyak jumlah petugas kedutaan Israel, dan berapa banyak jumlah penghuni hotel tersebut mengingat Anda memiliki sumber-sumber yang terpercaya? Kemudian kedutaan tolol manakah yang tahu bahwa dirinya dibenci oleh warga dan diburu oleh Az Zarqawi, tapi tetap saja (mayoritas) pegawainya tinggal di hotel tersebut? Apakah kita berbicara tentang sesuatu yang bisa diterima akal kita??!! Atau apa yang diceritakan pernyataan tsb tentang hotel di Amman merupakan lelucon dan teka-teki? Berikut ini adalah pertanyaan lain yang mungkin terdengar aneh: “Apakah Raja Yordania yang kekuasaannya terbentang dari ujung timur ke barat negeri dan dari utara ke selatan, serta memiliki sejumlah istana megah tidak mendapati tempat bersantai kecuali di hotel itu[9], dan di depan banyak orang”??!! ini sekedar pertanyaan untuk membuktikan seberapa akurat informasi yang diberikan oleh ‘sumber-sumbernya yang terpercaya tadi’!

  1. 7. Pernyataan tsb menyampaikan pesan yang berbunyi: “Ini merupakan pesan bagi seluruh umat Islam di Yordania; kami hendak menenangkan kalian bahwa kami termasuk orang yang paling menjaga darah kalian. Bagaimana tidak? Sedangkan kalian lebih kami cintai dari diri dan anak-anak kami…[10] Ucapan ini ditujukan oleh Zarqawi kepada rakyat setelah tragedi tersebut menewaskan 60 orang dari warganya serta melukai puluhan lainnya… ada diantara mereka yang kehilangan kedua lengannya, ada yang kehilangan matanya, ada yang kehilangan betisnya… lalu dia berkata kepada mereka bahwa dia termasuk orang yang paling menjaga darah mereka… kira-kira bagaimana rakyat menyikapi pernyataannya tersebut? Dengan perasaan apa mereka mencernanya? Dan dengan logika apa mereka hendak memahaminya? Lalu apakah maksud dari “Kami hendak menenangkan kalian” yang kalian tujuan kepada saudara-saudara kalian, setelah mereka menyaksikan sendiri dengan mata kepada mereka setiap aksi kekerasan yang kalian lakukan dan kalian juluki ‘penuh berkah’ itu; bahwa korbannya adalah puluhan orang tak berdosa? Lalu bagaimana kiranya rakyat Yordania bisa menerima perbuatan kalian, sedangkan kalian hingga kini tidak mengeluarkan satu pernyataan pun yang berisi permohonan maaf terhadap keluarga korban, dan tidak mau merepotkan diri kalian dengan berjanji membayarkan diyat (denda) bagi para korban sebagaimana yang Allah syariatkan?!
  2. 8. Dalam ucapannya yang ditujukan kepada rakyat Yordania, Zarqawi mengatakan: “Kami tahu pasti bahwa kalian adalah korban dari pemerintahan yang jahat ini…”[11]. Apakah ketiga ledakan tadi mengurangi penderitaan rakyat dari apa yang disebutnya sebagai ‘kejahatan’ tersebut? Atau apakah aksi-aksi seperti ini bisa menghentikan kediktatoran penguasa sebagaimana yang kalian gambarkan? Atau kejahatan para penjahat? Bahkan bisakah aksi-aksi seperti ini melepaskan berbagai belenggu yang mengikat para aktivis Islam dan para dai? Atau justeru menambah penderitaan dan berbagai tekanan tadi meningkat berkali-kali lipat? Hingga banyak pihak ditangkap tanpa dosa, dan banyak keluarga kehilangan anak-anaknya, serta dirundung kesedihan dan rasa takut…
  3. 9. Zarqawi mengatakan: “Na’udzubillah jika kami dianggap berani menumpahkan darah”, jadi kita harus mengatakan apa jika ia telah membunuh, dan melukai puluhan dan ratusan kaum muslimin dalam aksi tersebut, dan hal itu terulang-ulang? Dan di saat yang sama, korban yang jatuh di pihak non muslim hanya sedikit sekali… apakah ini tidak patut dinamakan ‘berani menumpahkan darah’? Padahal Islam telah mengajari kita bahwa kehormatan darah seorang muslim adalah lebih besar dari kehormatan Ka’bah yang mulia!? Zarqawi lalu mengucapkan kalimat yang bertentangan dengan kalimat sebelumnya ketika mengatakan: “Kalau tidak demikian, maka sesungguhnya telah terjadi aksi-aksi penuh berkah yang semisal dengan aksi ini di Sharmusy Syaikh (Mesir), Mumbassa, Turki, Riyadh, dan lain-lain bahkan juga di Tel Aviv”. Maka kami tanya kepada saudara pembaca yang budiman: “Berapa banyak kaum muslimin yang terbunuh dalam aksi mereka di Azhar, Riyadh (keduanya di Saudi) serta di Darul Baidha’ (Maroko)?[12] … lalu bisakah dibenarkan jika aksi-aksi tersebut kita katakan ‘penuh berkah’ meski yang jatuh korban adalah kaum muslimin?

10. Zarqawi mengatakan: “Adapun isu yang mengatakan bahwa saudara pelaku bom syahid meledakkan dirinya di aula tempat resepsi nikah, di tengah-tengah hadirin; maka ini semua adalah kebohongan dan rekayasa dari pihak keamanan Yordania”. Pertanyaannya: “Siapa yang memberi tahu Zarqawi bahwa itu semua bohong dan rekayasa?” apakah mayat-mayat yang nampak tadi semuanya bohong dan rekayasa? Ataukah maksud dari ucapan Zarqawi tadi bahwa si pelaku bom bunuh diri tidak meledakkan dirinya di aula resepsi tsb? Memang apa bedanya bagi orang berakal yang tahu bahwa di sampingnya atau di bawahnya ada ruang resepsi, dan dia membawa peledak dalam jumlah besar? Tidakkah dia tahu bahwa ledakkan hebat tersebut akan menewaskan apa yang ada di atas, bawah, dan kanan-kirinya… dan menghancurkan segalanya? Bagaimana ini, sedangkan pada awal pernyataan disebutkan bahwa mereka keluar untuk menghancurkan tempat-tempat tersebut… berarti mereka tahu bahwa ruang pernikahan tadi akan hancur beserta semua yang ada di dalamnya. Berikut ini adalah nash ucapan si Zarqawi:

” ….. ذلك بعد انطلاق ثلاثة من أسود الرافدين من عرينهم فى بغداد إلى قلب عمان ليدكُّوا ثلاثة أوكار”

“Itu terjadi setelah keluarnya tiga singa Irak dari sarang mereka di Baghdad menuju jantung ‘Amman untuk menghancurkan tiga markas…” intinya, tujuan dari aksi ini ialah menghancurkan ketiga markas tersebut sebagaimana yang dia nyatakan, dan akal para pelaku peledakkan tadi hanya diarahkan untuk menghancurkan saja… sebab itulah bagi mereka pesta pernikahan kaum muslimin di tempat itu tidak menjadi perhatian sedikitpun… sebagaimana aksi-aksi yang mereka lakukan di Irak; membunuh itu mudah, dan menghancurkan lebih mudah lagi; selama targetnya adalah menewaskan seorang atau dua orang AS, walaupun akan menyebabkan matinya seratus muslim.

11. Zarqawi mengatakan: “Adapun kaum muslimin yang terbunuh dalam aksi ini, maka kami mengharap agar Allah merahmati dan mengampuni mereka. Sebab demi Allah, mereka bukanlah target sesungguhnnya dan kami tidak pernah merencanakan sesaat pun untuk menyerang mereka meskipun mereka tergolong orang fasik dan bejat”. Statemen ini menjelaskan bahwa mereka yang ada di hotel tersebut adalah tiga golongan: Golongan pertama dia namakan sebagai Yahudi, Nasrani, Kepala intelijen dan semisalnya, dan mereka adalah target… lalu golongan kedua adalah kaki tangan negara-negara Salibis kafir dan pembantu mereka, dan mereka juga target… sedangkan golongan ketiga adalah orang-orang yang mereka namakan muslimin, dan mereka lah yang di doakan agar mendapat rahmat dan ampunan dari Allah, dan Zarqawi bersumpah bahwa mereka bukanlah target, bahkan ia tak pernah berpikir sesaat pun untuk menjadikan mereka sebagai target… Tapi apakah mereka (Zarqawi & Al Qaedah-nya) pernah berfikir tentang dampak dan kerugian yang diakibatkan oleh aksi mereka terhadap kaum muslimin tersebut? Lalu apakah dibenarkan jika seseorang meledakkan dirinya di tempat yang penuh sesak dengan kaum muslimin karena targetnya adalah bukan mereka, lalu ia bersumpah bahwa kaum muslimin tadi bukanlah targetnya?? Tidakkah ada orang yang berakal sehat di antara kalian wahai Al Qaeda??!!

12. Zarqawi menyebut aksi tersebut sebagai yang ‘penuh berkah’ untuk kedua kalinya, dan ia menegaskan lagi bahwa aksi tersebut dan aksi-aksi sebelumnya adalah aksi penuh berkah… seakan-akan mereka yang mengatakan ini berada di lembah lain yang bukan lembahnya kaum muslimin yang sedang merintih kesakitan dan kehilangan sanak saudaranya dalam aksi tersebut… Tidakkah Al Qaeda tahu bahwa aksi mereka ini telah menewaskan 14 orang dari satu keluarga, yaitu keluarga Asy Syahidah (insya Allah) Ayat Al Akhras, seorang wanita yang insya Allah mati Syahid di gerbang Masjidil Aqsha?

13. Zarqawi juga mengatakan: “Dalam kesempatan ini saya katakan bahwa saya tantang pemerintah yang murtad ini (Yordania) untuk mengumumkan kerugian sesungguhnya yang terjadi di pihak Yahudi dan Salibis serta kaki tangan mereka dari kalangan murtaddien (orang2 murtad)”. Barangkali pendengar dan pembaca juga bisa menuntut Zarqawi dan Al Qaeda dengan tuntutan yang sama agar kita bersikap adil kepada kedua belah pihak. Mengapa ia tidak memberitahu siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi target setelah demikian banyak pihak yang menjadi tumbalnya –selain yang disebutkan oleh media massa tentunya-? Ataukah tokoh-tokoh tersebut adalah orang-orang yang tidak diketahui identitasnya, alias Al Qaeda hanya menyerang orang-orang yang sifatnya umum dan tidak mereka kenali??!

Sebenarnya jika mereka memang memburu tokoh-tokoh tertentu, pastila mereka menyebutkan jati dirinya sejak awal pernyataan, dan tidak perlu menggunakan provokasi dan ancaman demi mengaburkan fakta dan mengalihkan arah perjuangan ke medan lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara dunia ketiga terhadap warganya tiap kali mereka tertimpa bencana. Siapa saja yang memperhatikan bagaimana cara Zarqawi mengikuti berita-berita dari media massa dan kantor berita, pasti akan tahu siapakah yang menjadi target dalam peledakan tersebut… dan ia akan tahu hakikat dari ‘sumber-sumber Zarqawi yang terpercaya’ itu.

14. Zarqawi lalu bercerita ttg media massa yang memalsukan fakta dengan mengatakan: “Di manakah mereka ketika terjadi penghancuran kota-kota muslim beserta warganya seperti Al Qa-im, Tela’far, Hadietsah, Ar Ramady” lantas bagaimana dengan Fallujah dan Samurra? (yang juga dibombardir)… akan tetapi warga Irak hanya bisa berkata lirih “Cukuplah Allah bagi kami untuk membalas orang yang menyebabkan dihancurkannya ‘kota menara’ Fallujah, Samurra, Tela’far, dan Al Qa-im. Benar wahai Abu Mus’ab, engkau telah menjadi ‘berkah’ bagi Amerika dan anak cucu Ibnul Alqami (Syi’ah) dengan bertahan di kota-kota milik Ahlussunnah hingga semua warganya terbantai habis… engkau seakan-akan memainkan peran penting yang diinginkan oleh pihak penjajah… awalnya engkau bertahan di Samurra, lalu kau seret Fallujah, kemudian kau lanjutkan persembunyianmu di Tela’far, lalu kau wujudkan impian kaum penjajah dengan bertahan di Al Qa-im, dan lihatlah bagaimana ia dihancurkan beserta seluruh warganya hari ini… dan kami tidak mendengar apa-apa tentang Zarqawi. Sebab itu kami hendak bertanya kepadamu tanpa malu-malu: “Kota Sunni mana yang menjadi giliran berikutnya?” Hanya tinggal tiga dari tujuh kota Sunni utama yang tersisa setelah peran besarmu dalam menghancurkan empat kota sebelumnya… tinggal Mosul, Ramady, dan Ba’qoubah. Engkau dahulu pernah mencoba untuk berlindung di Mosul dan Ramady, namun warganya yang berakal mengusirmu demi memelihara kota dan kehormatan mereka.

Al Qaeda, kami harap kalian mau menerima perkataan ini dari kami: Kalian sesungguhnya sedang memainkan peran sama yang dimainkan oleh Syi’ah Rafidhah, tiap kali mereka membunuh sejumlah Ahlussunnah, mereka mengatakan: “Mereka dibunuh oleh para teroris ketika kami berusaha membela dan melindungi mereka dari para pembunuh tersebut”. Kalian pun sekarang mengatakan: “Kota-kota itu dihancurkan beserta warganya…” seakan-akan kalian terbebas dari kejahatan tersebut, sebagaimana terbebasnya si domba dari darah Yusuf.

Siapakah yang memicu terjadinya invasi pasukan koalisi ke bumi Afghanistan dan Irak? Bukankah itu semua terjadi setelah aksi-aksi teror yang kalian lakukan? Kalian berdalih hendak membalas kejahatan AS di negeri-negeri Islam, namun justeru kalian lah yang menjadi penyebab makin sengsaranya kaum muslimin di negeri-negeri tersebut. Dakwah Islam yang semula giat beraktivitas kini harus terhenti karena aktivisnya menggunakan atribut yang sama dengan atribut kalian, meski pemikiran mereka berbeda 180 derajat dengan kalian. Semua orang yang berjenggot, atau wanita bercadar kini tak lagi bisa leluasa keluar rumah… citra mereka telah rusak akibat ulah kalian. Yayasan-yayasan sosial penyandang dana dakwah pun harus ditutup karena dituduh terkait dengan jaringan teroris… pemeriksaan diperketat di mana-mana demi menghindari serangan teroris. Dana negara yang semestinya teralokasikan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, terpaksa diahlihkan untuk biaya pengamanan instansi-instansi negara dan fasilitas umum… Demi Allah, apakah kebaikan yang kalian datangkan bagi kaum muslimin setelah ini semua??

Sebagai penutup, kami mengajak pembaca sekalian untuk merenungi kesimpulan berikut:

“Aksi peledakan 3 hotel di Amman Yordania ini merupakan aksi terpenting di mata Az Zarqawi dan Al Qaedah-nya. Mereka telah menyiapkannya dengan ‘teliti dan akurat’ selama dua bulan, dan hasilnya adalah tewasnya sekitar 60 orang muslim dari warga sipil… lantas berapakah korban yang jatuh dari kaum muslimin akibat aksi-aksi mereka yang terjadi hampir tiap hari di Irak, lewat bom-bom mobil yang menghancurkan apa saja tanpa seleksi..??!!

(bersambung…)


[1] Tafsiran dari ungkapan ini akan dijelaskan sendiri oleh Al Hafizh Ibnu Hajar di akhir biografi.

[2] Tragedi Harrah terjadi di masa kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah. Kronologinya ialah ketika utusan Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Hanzhalah berkunjung ke Damaskus, ia disambut baik oleh Yazid dan diberi pesangon uang. Akan tetapi sepulangnya mereka ke Madinah, orang-orang menceritakan tentang berbagai kefasikan Yazid dan yang paling besar di antaranya ialah ia sering mabuk hingga mengakhirkan shalat sampai keluar dari waktunya akibat mabuk. Maka kontan mereka jadi marah mendengar berita tersebut, hingga sepakat untuk melengserkan Yazid dari jabatan khalifah (alias memberontak/khuruj) melalui mimbar yang biasa dipakai khutbah oleh Nabi di mesjid Nabawi. Mendengar sikap warga madinah tadi, Yazid pun mengirim pasukan di bawah komando Muslim bin ‘Uqbah Al Murri –yang terkenal beringas dan tak beradab tersebut-, lalu melanggar kesucian kota Madinah dan membantai warganya selama tiga hari berturut-turut, hingga hampir tak ada seorang pun yang luput dari pedang maut mereka. Bahkan konon gadis perawan dari Bani Hasyim yang terbunuh saja mencapai seribu orang (lihat Al Bidayah wan Nihayah 6/262).

[3] Ibnul Asy’ats adalah bekas anak buah Hajjaj bin Yusuf yang kemudian membelot kepadanya dan memberontak dengan dukungan sebagian ulama dan fuqaha’ kala itu, seperti Asy Sya’bi dan Sa’id bin Jubeir. Ibnul Asy’ats mulanya hendak menggulingkan Hajjaj saja, akan tetapi ia kemudian juga melepaskan bai’atnya dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan dibai’at sebagai Amirul mukminin oleh pendukungnya. Perang besar pun meletus antara pasukan Daulah Umayyah dibawah komando Hajjaj bin Yusuf dengan pihak Ibnul Asy’ats, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Hajjaj. Hajjaj lalu memburu setiap pengikut Ibnul Asy’ats selama sepuluh tahun, dan hasilnya… 130 ribu orang yang berada dalam barisan Ibnul Asy’ats dihukum mati, dan yang paling akhir di antara mereka adalah Sa’id bin Jubeir rahimahullah. Oleh karena itu, setelah menceritakan tragedi yang memilukan tadi, Imam Ibnu Katsier berkomentar sbb:

والعجب كل العجب من هؤلاء الذين بايعوه بالامارة وليس من قريش، وإنما هو كندي من اليمن، وقد اجتمع الصحابة يوم السقيفة على أن الامارة لا تكون إلا في قريش، واحتج عليهم الصديق بالحديث في ذلك، حتى إن الانصار سألوا أن يكون منهم أمير مع أمير المهاجرين فأبى الصديق عليهم ذلك، ثم مع هذا كله ضرب سعد بن عبادة الذي دعا إلى ذلك أولا ثم رجع عنه، كما قررنا ذلك فيما تقدم. فكيف يعمدون إلى خليفة قد بويع له بالامارة على المسلمين من سنين فيعزلونه وهو من صلبية قريش ويبايعون لرجل كندي بيعة لم يتفق عليها أهل الحل والعقد ؟ ولهذا لما كانت هذه زلة وفلتة نشأ بسببها شر كبير هلك فيه خلق كثير فإنا لله وإنا إليه راجعون.

Yang paling aneh bin ajaib ialah, bagaimana mereka (para fuqaha’ tadi) bisa membaiat Ibnul Asy’ats sebagai pemimpin (amirul mukminin) padahal ia bukan berasal dari Quraisy namun dari Bani Kindah yang berasal dari Yaman. Padahal para sahabat pada kejadian di Saqifah Bani Sa’idah telah sepakat bahwa kepemimpinan haruslah di tangan Suku Quraisy, dan Abu Bakar Ash Shiddiq berhujjah dengan sebuah hadits dalam hal ini. Ketika kaum Anshar mengusulkan agar mereka memiliki Amir dan Muhajirin memiliki Amir secara terpisah, Abu Bakar tetap menolak, bahkan ia sempat memukul Sa’ad bin Ubadah yang ngotot dalam hal ini hingga ia akhirnya ruju’, sebagaimana yang kami tegaskan sebelum ini. Lantas bagaimana bisa dibenarkan jika mereka (para fuqaha pendukung Ibnul Asy’ats tadi) sengaja melengserkan seorang Khalifah yang telah dibai’at oleh seluruh kaum muslimin bertahun-tahun yang lalu, padahal ia seorang Quraisy yang totok (maksudnya Abdul Malik bin Marwan), lalu membai’at seorang lelaki dari Bani Kindah yang tidak disepakati oleh Ahlul Halli wal ‘Aqd (semacam wakil rakyat)? Karenanya, berangkat dari kesalahan dan keteledoran ini, terjadilah fitnah dan bencana besar yang membinasakan banyak orang… inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun (al Bidayah wan Nihayah 9/66).

[4] Disadur dari artikel berjudul (وقفات هادئة مع بيان الزرقاوي): http://majdah.maktoob.com/vb/majdah13541/

[5] Bukti dari masih suburnya pemikiran radikal ini di kalangan para pemuda Islam ialah, makin banyaknya aksi teror yang mengatasnamakan jihad dan mujahidin, baik di wilayah Timur Tengah, Pakistan, Afghanistan, bahkan di negeri kita tercinta: Indonesia. Lihat saja bom Bali tahun 2002 yang menewaskan sekitar 220 orang, lalu Bom JW Marriot I dan II bersama Hotel Ritz Carlton bulan Juli silam. Semuanya dilakukan atas nama jihad dan pelakunya mendapat julukan syahid (?), seakan-akan istilah jihad dan syahid adalah julukan yang bisa disematkan kepada siapa saja!

[6] Simak pada detik ke 54-55, lalu pada durasi 06:22-06:24 , 06:32 , 06:47, dan 09:54.

[7] Simak pada durasi 02:13 hingga02:40.

[8] Simak pada durasi 02:41-02:47.

[9] Pada durasi 03:29 hingga beberapa saat berikutnya, Zarqawi mengatakan bahwa Hotel Hayati Amman memiliki kamar khusus yang dihuni oleh Thaghut Yordania: Raja Abdullah Jr. selama beberapa malam.

[10] Simak dari awal pernyataan hingga detik ke 18.

[11] Simak pada detik ke 19 dan beberapa saat setelahnya.

[12] Simak kembali laporannya dalam bagian pertama dari artikel ini.