Nasehat Amir JI untuk Al Qaedah
Tulisan berikut adalah himbauan bagi para pemimpin Al Qaeda maupun pengikutnya agar mengubah strategi dan mengoreksi manhaj mereka. Saya yakin bahwa mayoritas harakah islamiyah termasuk para petinggi dan ulamanya, tidak menyetujui cara yang ditempuh Al Qaeda sejak pengumuman dibentuknya Al Jabhah Al ‘Aalamiyyah Liqitaalil Yahuudi was Shaliibiyyiin (Front Internasional dalam Memerangi Yahudi dan Salibis) th 1998. Mereka juga tidak menyetujui berbagai sepak terjang dan peperangan yang dilancarkan oleh Jabhah tersebut. Kalangan yang berilmu di antara mereka lebih menyadari akan adanya berbagai kesalahan syar’i pada serangan-serangan Al Qaeda. Dan semua orang pun tahu betapa besar musibah yang ditimbulkan oleh ‘perang-perang’ ala Al Qaeda tadi terhadap umat Islam dengan berbagai ormasnya.
Hanya saja, massa terbesar dari kelompok yang tidak sependapat dengan Al Qaeda tadi mencukupkan diri dengan sekedar menyatakan ‘tidak bertanggung jawab’ atau ‘tidak setuju’ terhadap tindakan-tindakan Al Qaeda; tanpa menindaklanjuti dengan menasehati, menjelaskan letak kesalahan, atau mengingatkan akan bahaya dari tindakan tersebut. Mereka tidak melakukan hal tersebut boleh jadi karena takut dituduh loyal (berwala’) kepada AS dan pemerintah-pemerintah yang bersahabat dengannya; atau dalam rangka melampiaskan dendam mereka terhadap AS; atau karena masyarakat menganggap bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menyampaikan nasehat dan penjelasan. Alasan mereka, Al Qaeda dan para pemimpinnya sedang menghadapi krisis berat saat ini, sehingga tidak pantas kalau harus menyebut-nyebut kesalahan mereka dalam kondisi seperti ini. Apalagi jika mengingat bahwa ‘nasi telah menjadi bubur’, maka sangat sulit atau bahkan mustahil bagi Al Qaeda untuk menyimak nasehat dari seorang yang tulus atau penjelasan dari seorang alim… wajar saja, toh mereka telah menempuh perjalanan cukup jauh dan kehilangan banyak korban bukan? Apalagi setelah menyaksikan bahwa tidak ada jalan bagi mereka setelah Al Qaeda menjadi buron di mana-mana. Jadi, sama saja bagi mereka antara meneruskan tindakannya ataukah menghentikan. Bukankah setelah terbunuhnya Bin Laden, dr. Aiman Adh Dhawahiri langsung menggantikan posisinya sebagai buron nomor wahid di dunia? Ia bukan hanya buronan intelijen AS, tapi juga buronan intelijen internasional…
Alasan-alasan ini –meski sebagiannya mungkin terkesan masuk akal–, tetap saja belum bisa dianggap sebagai udzur syar’i bagi para ulama dan ahli agama untuk tidak menjelaskan kekeliruan-kekeliruan Al Qaeda. Mereka tetap wajib menasehati para pemimpin Al Qaeda agar mengubah strateginya dan mengoreksi manhajnya.
Mengapa demikian? Sebab walaupun Al Qaeda sedang berada dalam krisis hebat, akan tetapi mereka telah menempatkan umat Islam secara umum, dan harakah-harakah Islamiyah secara khusus dalam krisis yang lebih hebat lagi. Kalaulah krisis Al Qaeda bisa berakhir dengan ‘mati syahid’-nya anggota mereka –dan hal itu memang mereka harapkan–, maka krisis umat Islam akan terus berlanjut dan semakin parah seiring perjalanan waktu.
Karenanya, kita harus berpikir bagaimana menanggulangi krisis ini sebelum berpikir bagaimana agar perasaan Al Qaeda tidak terluka dengan adanya penjelasan dan nasehat tersebut.
Kalaulah sikap legowo dengan penderitaan rakyat AS tidak bisa menghindarkan kita dari bahaya yang mengancam atau bahaya yang sedang terjadi; lantas bagaimana halnya jika rakyat AS sendiri telah bertekad untuk membalas dendam (akibat tragedi WTC), dan menetapkan harga kedua menara tersebut berupa pendudukan dua negara… dan negara-negara berikutnya dalam antrian menurut statemen para tokoh Neokonservatif .
Manhaj Destruktif
Para ulama dan ahli agama tidak sekedar dituntut untuk cuci tangan dengan memberikan pernyatan singkat bahwa mereka tidak bertanggung jawab. Merekalah yang lebih berperan dalam menentukan masa depan umat dan apa yang paling baik untuknya. Mereka lah yang pertama kali harus meluruskan kesalahan Al Qaeda dan menahannya agar tidak terus melaju dalam kesalahan tersebut. Mereka lah yang harus menjelaskan akibat-akibat fatal yang timbul bila Al Qaeda tetap melaksanakan manhaj destruktif-nya, lalu menjelaskan kepada pihak lain akan bahaya manhaj tersebut, dan di mana titik kesalahannya agar yang lain tidak ikut terseret.
Ya, Al Qaeda memang keliru. Dan bila umat secara umum –khususnya para ulama– tidak bisa mencegah Al Qaeda untuk tetap melaju dalam kekeliruannya, maka umat lah yang akan membayarnya dengan harga yang sangat mahal. Bahkan kita telah membayar sebagian cicilannya di Afghanistan, Irak, Yaman, dan Guantanamo. Kita pun telah membayarnya lewat kurikulum pendidikan kita dan yang lainnya. Sikap diam kita akan terus membawa bencana, terlebih dengan munculnya beberapa generasi baru yang tidak pernah mendengar selain dentuman bom Al Qaeda atau fenomena kezhaliman AS. Mereka pun mengira bahwa jalan satu-satunya untuk membela agama adalah mengikuti manhaj Al Qaeda yang destruktif itu. Akhirnya, bencana semakin besar dan kerugian makin membengkak serta kerusakan makin parah. Pun demikian, masih saja sejumlah ulama dan ahli agama menutup mulut karena takut dituduh pengecut… atau demi menjaga perasaan Syuyukhul Jihad (Adh-Dhawahiri cs) yang sedang diburu… atau karena legowo terhadap kerugian pasukan AS dan sekutunya.
Saatnya Merenung…
Kita tidak sepantasnya putus asa dengan mengira bahwa Al Qaeda tidak akan mendengar nasehat seorang yang tulus, atau menyimak penjelasan seorang alim… sebab ini merupakan su’uzhon yang berlebihan terhadap para pemuda Al Qaeda maupun petingginya. Apa yang kukenal dari Syaikh Aiman Adh Dhawahiri –yang juga dikenal oleh banyak orang selainku– adalah bahwa beliau memiliki asal usul yang baik, di samping juga seorang yang agamis. Dia memang tulus dalam mencintai dan membela agama ini, sekaligus ingin mengembalikan kejayaan umat dan mengangkat panji-panjinya. Beliau ingin mewujudkan berbagai kemaslahatan syar’i sekaligus menghilangkan sebanyak mungkin kerusakan. Inilah persepsiku terhadapnya tanpa bermaksud men-tazkiyah seorangpun di hadapan Allah. Nah, orang yang seperti ini keadaannya dan demikian tulus niatnya, tentunya diharapkan dapat merenung dengan kepala jernih dan introspeksi secara jujur. Kedua hal ini diharapkan dapat menunjukkan kepadanya bahwa segala sepak terjang yang bertolak dari ijtihadnya selama ini adalah tidak benar. Sepak terjang tersebut ternyata tidak mewujudkan kemasalahatan maupun menghilangkan kerusakan, namun justru memusnahkan simpul-simpul Islam yang masih tersisa, sekaligus mengundang berbagai kerusakan, di samping juga tak lepas dari sejumlah kesalahan syar’i. Mestinya, beliau merasa tertuntut secara syar’i untuk menghentikan tindakan yang bertolak dari ijtihad yang keliru tadi, lalu beralih ke cara lain yang lebih tepat setelah melakukan sejumlah renungan dan introspeksi tersebut.
Inilah sikap seorang yang agamis dan berilmu dari kalangan para salaf maupun khalaf. Mereka sepakat (ijma’) bahwa tidak seorang pun dari mereka yang ma’shum dari kesalahan. Mereka juga sepakat bahwa siapa saja yang berijtihad lalu keliru, maka ia harus meninggalkannya dan beralih kepada apa yang diyakini benar.
Mafsadat Al Qaeda
Saya kira, Adh Dhawahiri selaku pimpinan Al Qaeda tidak meyakini bahwa dirinya ma’shum. Ia juga tidak akan membenarkan bila dirinya –atau orang lain– tetap bersikeras melakukan sesuatu yang dibangun atas dasar ijtihad, yang ternyata mendatangkan berbagai kerusakan dan dampak negatif bagi Islam dan kaum muslimin.
Memang, Adh Dhawahiri mungkin punya kelebihan sebagai orang yang menyukai tantangan dan pantang menyerah. Akan tetapi, kedua sifat ini hanya terpuji ketika bisa mewujudkan tujuan yang memerlukan kerja keras dan ketulusan… Ketika itulah sikap pantang menyerah dan tekad baja harus dimiliki, agar seorang hamba tidak kendor dalam menghadapi berbagai rintangan di jalan.
Akan tetapi ketika sikap pantang menyerah tadi tidak membuahkan hasil yang diinginkan, atau bahkan mengakibatkan yang sebaliknya; maka ia berubah menjadi sikap ‘kepala batu’ dan takabbur. Saya rasa, Syaikh Aiman tahu persis akan hal ini, dan diapun telah merasakan sebagian dari kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh metode perjuangan Al Qaeda selama ini.
Saya kira, beliau maupun petinggi Jama’ah Jihad lainnya yang menempuh jalan yang sama dengan Al Qaeda –seperti Jama’ah Islamiyyah di Indonesia –, sangat membutuhkan nasehat tulus dari setiap pihak yang agamis dan berilmu. Mereka dituntut untuk menyimak baik-baik nasehat dari pihak-pihak yang tulus tadi, apalagi jika mengingat bahwa dampak dari perbuatan mereka tak sekedar dirasakan oleh mereka atau Jama’ah mereka sendiri, namun juga dirasakan oleh umat seluruhnya.
Berangkat dari sini, kutulislah buku ini dalam rangka mengajak setiap pihak yang mampu bermusyawarah untuk ikut mendiskusikan kasus-kasus yang dimunculkan Al Qaeda dengan segenap sepak terjangnya, baik di negara-negara kafir maupun di negeri kaum muslimin sendiri.
Nasehat ini akan kubagi dalam empat sub-bab yang menurutku patut direnungi dan dicermati.
Pertama, Al Qaeda dan perang model baru mereka.
Kedua, Al Qaeda merampas jabatan imam dan membatalkan jaminan keamanan.
Ketiga, Ghuluw (ekstrim) dalam masalah jihad.
Keempat, Masalah tatarrus dan penghalalan darah kaum muslimin dalam negeri mereka sendiri.
Kemudian saya akhiri dengan khatimah dan nasehat.
—-
Pertama:
Al Qaeda dan perang model baru mereka
Sejak kaum muslimin memiliki negara dan tanah air, mereka hanya mengenal dua jenis peperangan utama. Jenis yang pertama adalah perang mempertahankan negara dari serangan musuh luar yang ingin menjajah dan menghapus syari’at Islam; atau melawan pemberontak dalam negeri yang ingin mengkudeta para pemimpin; atau melawan ahli bid’ah dan orang-orang fasik dalam negeri –yang punya kekuatan militer–, yang tidak mau tunduk terhadap syari’at Islam.
Jelaslah bahwa perang jenis pertama dalam berbagai bentuknya tadi harus berada di bawah panji-panji imam (kepala negara), atau berdasarkan izin langsung darinya, atau minimal direstui olehnya .
Jenis kedua ialah perang melawan si kepala negara untuk melengserkannya dari tampuk kekuasaan. Perang yang terakhir ini memang dibolehkan oleh syari’at dalam satu kondisi saja, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi:
أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان
“(Yakni) bila kalian menyaksikan kekafiran nyata, dan kalian memiliki bukti di sisi Allah akan hal itu”.
Sebagian Harakah Islam termasuk Al Qaeda, memunculkan perang model baru yang saya rasa tidak dikenal sebelumnya oleh umat Islam. Menurut saya, perang model baru ini tidak boleh dilakukan, sebab ia tidak akan mengantarkan kepada maksud yang diinginkan, di samping besarnya kerusakan yang ditimbulkan. Berikut ini adalah penjelasan dari asumsi saya beserta dalil-dalilnya:
Arab Saudi sebagai target
Contohnya adalah perang yang dilancarkan Al Qaeda lewat sejumlah peledakan di Riyadh yang terulang beberapa kali. Perang ini bukanlah perang di bawah komando imam, tidak dengan izinnya, dan tidak pula direstui olehnya. Ini juga bukan perang dalam rangka melengserkan kepala negara yang bersangkutan –lepas dari syar’i/tidaknya hal tersebut, karena ini bukan pokok bahasan kita–. Peledakan ini tak ubahnya seperti perang yang dilakukan tanpa mempedulikan restu pemerintah, dan tujuan utamanya ialah menyerang warga asing yang tinggal di wilayah Saudi berdasarkan izin dan perlindungan pemerintah.
Ini jelas akan berujung kepada peperangan antara pemerintah beserta pendukungnya di satu sisi, dengan Al Qaeda di sisi lain. Dan inilah yang akhirnya benar-benar terjadi. Peperangan pun berubah haluan dari perang antara Al Qaeda melawan warga asing yang tinggal di Saudi, menjadi perang antara Al Qaeda melawan pemerintah Saudi.
Secara logika, Al Qaeda pasti memiliki salah satu dari dua sikap berikut. Pertama, mereka menganggap pemerintah Saudi sebagai pemerintahan sah yang tidak boleh memberontak kepadanya. Atau kedua, mereka menganggap pemberontakan tersebut sebagai suatu kewajiban syar’i. Tidak ada opsi ketiga dalam kasus ini. Kalau memang pemberontakan kepada pemerintah Saudi tidak boleh dilakukan, maka peledakan-peledakan yang terjadi di Riyadh jelas haram karena banyak alasan, salah satunya ialah karena peledakan-peledakan tersebut pasti berujung pada peperangan antara para pelakunya (dan kelompok mereka), dengan pemerintah yang secara syar’i tidak boleh diperangi.
Di samping itu, masih ada alasan-alasan lain yang melarang terjadinya peledakan seperti ini, yang insya Allah akan dijelaskan pada tempatnya.
Namun jika Al Qaeda memang membolehkan pemberontakan kepada pemerintah Saudi –dan ini pun terkesan aneh kalau memang menjadi mazhab mereka–; maka Al Qaeda juga tak lepas dari dua kemungkinan; pertama, mereka punya kekuatan untuk menggulingkan pemerintah Saudi, atau kedua, mereka tidak punya kekuatan untuk itu.
Kalau mereka memang punya kekuatan, lantas mengapa mereka tidak melakukannya setelah meyakininya sebagai kewajiban syar’i? Namun kalau mereka tidak punya kekuatan, maka mengapa mereka memancing kemarahan pemerintah Saudi yang akhirnya memerangi mereka, padahal mereka tidak mampu melawan dan tidak siap menanggung resikonya? Mengapa pula mereka menghembuskan berbagai fitnah atas bangsa dan negara kaum muslimin, dan menyeret para pengikutnya ke dalam perang dan penderitaan?
Sedangkan para fuqaha’ mengatakan bahwa jika pemberontakan terhadap kepala negara –karena kekafirannya atau karena mengganti hukum Allah– dianggap wajib; maka bagi yang tidak mampu berperang hendaklah meninggalkan negara tersebut . Para fuqaha’ tidak menyuruh pihak-pihak yang tidak mampu berperang untuk melakukan serangan-serangan dan perlawanan, sehingga menyeret diri mereka dan pengikutnya pada peperangan dan penderitaan tanpa bisa mewujudkan sedikitpun dari tujuan mereka. Dan ternyata mereka demikian cepat ditumpas –baik yang aktivis maupun simpatisan– setelah mendapat ‘beberapa pukulan’ dari pihak keamanan dalam negeri yang bekerja sama dengan intelijen negara asing yang rakyatnya menjadi korban Al Qaeda.
Al Qaeda tidak memusuhi Barat
Kalaulah taruhan para pemimpin Al Qaeda lewat sejumlah serangan di berbagai penjuru dunia dinilai cukup kuat untuk mengganggu stabilitas sejumlah pemerintahan, atau demi menjatuhkan pemerintahan tsb ke tangan aktivis Islam, atau demi memaksa negara-negara barat –khususnya AS– agar mengubah sikapnya terhadap Al Qaeda; maka mereka salah besar! Alasannya karena pemerintahan-pemerintahan tadi tidak ada yang terguling sama sekali dengan terbunuhnya ratusan atau bahkan ribuan warga asing di wilayahnya. Kalaupun peledakan-peledakan seperti itu bisa berujung pada tumbangnya pemerintahan yang bersangkutan, maka kekuatan asing yang rakyatnya menjadi target serangan Al Qaeda pasti akan mendukung pemerintah setempat dengan sekuat tenaga, kalau perlu dengan campur tangan militer demi menghindari jatuhnya pemerintah setempat. Semoga Allah merahmati orang yang tahu kapasitas dirinya…
Kalau Al Qaeda saja tidak bisa melindungi pemerintahan Islam di Afghanistan walau beberapa hari setelah serangan militer AS… lantas bisakah Al Qaeda menggulingkan berbagai pemerintahan yang ada, lalu menegakkan pemerintahan-pemerintahan baru yang loyal kepadanya?
Akan tetapi, target utama Al Qaeda bukanlah menggulingkan sejumlah pemerintahan tadi, namun sebagaimana yang disinyalir oleh sejumlah tokohnya, tujuan mereka adalah memaksa AS agar mengubah sikapnya terhadap Al Qaeda, melalui tekanan rakyat Amerika yang tak dapat tidur nyenyak tiap kali membayangkan besarnya kerugian yang akan ditimpakan Al Qaeda dan para pengikutnya. Target dan cara inilah yang dinyatakan terus terang oleh Aiman Adh Dhawahiri dalam rekaman videonya terkait peringatan 11 September yang kedua. Dia menyampaikan kepada masyarakat Barat bahwa dirinya tidak menujukan serangan kepada mereka, namun siapa saja yang mengulurkan tangan kepada musuh-musuh Islam, maka Al Qaeda akan memotong tangannya. Lalu ia menantang pemerintah AS agar mengakui kerugian mereka yang sebenarnya di Afghanistan dan Irak, kemudian ia bersumpah untuk terus melancarkan jihad. Bahkan sebelum tragedi ini, Al Qaeda telah meluncurkan sebuah buku tentang peledakan-peledakan di Riyadh, dan mengatakan bahwa ‘operasi terus berlanjut’.
Al Qaeda sempat mengultimatum negara-negara yang belum terjamah peledakan, bahwa giliran mereka pasti tiba, sekaligus menegaskan kembali ancamannya terhadap negara-negara yang menjadi korban peledakan, bahwa mereka belum aman dari terulangnya peledakan serupa.
Saya sungguh tidak mengerti, mengapa Adh Dhawahiri tetap tidak sadar bahwa jalan yang kepadanya ia menyeru berbagai harakah dan pemuda Islam, sama sekali tidak membuahkan hasil yang diinginkan bahkan mengakibatkan sebaliknya?
Tidak tahukah dia bahwa setiap negara yang menjadi korban serangan militer Al Qaeda atau simpatisannya, pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya, baik dari sisi militer, media massa, atau yang lainnya, untuk memberangus semua pelaku serangan tersebut. Sehingga akhirnya seluruh negara di dunia akan berubah menjadi teritori musuh yang memerangi Al Qaeda dan setiap pengikutnya!
Tak seorang berakal pun yang berani mengatakan bahwa Al Qaeda atau para pengikutnya masih memiliki secuil peluang untuk menang dalam perang global ini. Bahkan kesudahannya ialah bahwa Al Qaeda akan melemah secara bertahap, untuk kemudian tamat. Ini yang pertama.
Yang kedua, AS dan rakyatnya akan hidup dalam ketentraman tak lama setelah Al Qaeda menerapkan strategi mereka. Sebab Al Qaeda akan sibuk berperang menghadapi pemerintah setempat yang wilayahnya menjadi sasaran operasi militer mereka. Inilah yang sekarang terjadi di Saudi. Kontak-kontak senjata yang terjadi adalah antara pihak keamanan dengan aktivis Al Qaeda.
Hal ketiga yang menghalangi Al Qaeda untuk memetik keuntungan dari strategi yang dipilihnya, adalah perbuata Al Qaeda dan strategi yang dianutnya itu sendiri. Alasannya ialah karena Ghazwah Manhattan (istilah Al Qaeda untuk menamakan tragedi WTC) telah memakan korban jiwa lebih dari 3000 orang di jantung wilayah AS, sehingga pengorbanan apa pun yang akan dibayar oleh rakyat Amerika di luar wilayah AS tidak lagi dianggap berharga, mengingat tujuan utamanya ialah menjaga keamanan dalam negeri AS.
Kalaupun Al Qaeda bisa kembali melakukan serangan di dalam negeri AS, maka hal ini tidak akan menjadikan rakyat Amerika menekan partai sayap kanan di sana. Namun justru memperkuat penetrasi Neokonservatif dan memberi mereka wewenang lebih luas untuk melakukan pemberantasan terhadap semua yang dianggap membahayakan keamanan dalam negeri AS.
Neokonservatif menari girang
Sungguh mengherankan bila mendengar Syaikh Aiman Adh Dhawahiri menuntut pemerintah AS agar mengumumkan kerugian sesungguhnya yang mereka alami di Afghanistan dan Irak. Anggap saja kerugian mereka sekian ribu personel… namun lupakah Anda wahai Syaikh, bahwa kalian telah membunuh 3000 rakyat sipil mereka dalam sekejap? Lupakah bahwa kalian mengancam adanya serangan lain di AS yang menjadikan mereka lupa akan tragedi WTC? Kalau sudah begini, apa artinya bila 2000 pasukan AS atau lebih harus mati di luar sana demi melindungi rakyat Amerika dari serangan musuh yang telah membunuh ribuan warga sipil?
Justru ghazwah Manhattan sebenarnya merupakan peluang emas yang menjadikan para Neokonservatif menari girang. Dengan serangan tersebut, mereka menemukan apa yang selama ini mereka cari demi mewujudkan ambisi mereka… lewat makar-makar mengerikan yang mereka atur sejak dulu, namun belum berhasil mereka wujudkan karena dianggap terlalu sadis, dan terlalu mahal untuk dibayar oleh rakyat Amerika secara politik, ekonomi, maupun kemanusiaan.
Kesempatan itu muncul setelah Al Qaeda melakukan kesalahan fatalnya di Manhattan tersebut. Kalangan sayap kanan pun memanfaatkan kesempatan ini dengan menyesatkan opini publik dan menakut-nakuti mereka, supaya rakyat memberi mereka wewenang penuh untuk mewujudkan ambisinya selama ini. Lalu mereka pun mengobrak-abrik dan menebar terror di seluruh dunia seenaknya, tanpa ada seorang pun yang bisa menghentikan semua kegilaan mereka!
Masalahnya bukan seperti yang pernah dikatakan Syaikh Usamah bin Laden bahwa semua makar tadi tetap akan terlaksana dengan atau tanpa terjadinya tragedi WTC, bukan. Ini sekedar alasan demi meringankan tekanan batin yang dialaminya, karena merasa bahwa dialah yang bertanggung jawab pertama kali atas semua yang terjadi, baik di Afghanistan maupun yang lainnya.
Kita bisa memahami kondisi mental yang harus dihadapi oleh Usamah maupun Adh Dhawahiri, namun ini tidak akan menghalangi kita untuk menjelaskan kekeliruan perhitungan mereka. Bukan dalam rangka menyalahkan apa yang telah berlalu, namun demi mewaspadai terulangnya kesalahan serupa. Sebab, agaknya yang bersangkutan bersikeras untuk mengulangi perbuatannya begitu ada kesempatan. Ia mengira bahwa dengan menimbulkan kerugian yang lebih besar pada serangan berikutnya, ia bisa mendapatkan kembali apa yang telah hilang darinya, atau minimal bisa menghentikan kerugian beruntun yang dideritanya. Ini jelas perkiraan yang salah. Sebab dengan terbunuhnya setiap warga Amerika atau Eropa di negaranya, semakin kuat pula penetrasi sayap kanan Amerika, dan semakin panjanglah masa tugas yang diberikan rakyat Amerika kepada mereka untuk menumpas setiap ‘bahaya’.
Kita mestinya mengambil ibrah pasca tragedi Manhattan. Namun mengapa masih ada saja di antara kita yang ngotot untuk disengat berulang kali dari lubang yang sama? Padahal Nabi kita mengatakan:
لاَ يُلدَغُ المُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَينِ
“Seorang mukmin tidaklah disengat dari lubang yang sama dua kali”
Sesuatu yang mengherankan
Bila kita renungkan akibat peledakan-peledakan yang dilakukan Al Qaeda cs di berbagai negeri kaum muslimin, ternyata operasi-operasi tesebut tidak punya prospek dan dilakukan tanpa harapan bisa mewujudkan target yang diklaim selama ini. Bahkan operasi tersebut justru menimbulkan kebalikannya, berupa makin keras dan gencarnya perburuan polisi yang tidak saja ditujukan kepada Al Qaeda, namun kepada setiap gerakan Islam. Bahkan yang lebih parah lagi, di sebagian negara muslim, simpul-simpul Islam yang tersisa di tubuh umat pun mulai dilepas satu persatu. Seperti dengan penghapusan dan perombakan kurikulum pendidikan, pemberitaan media massa yang sangat mendiskreditkan umat Islam, dan berbagai usaha untuk menghapus setiap identitas Islami mereka. Hal itu dilakukan oleh dua pihak; Yaitu oleh pemerintah AS melalui tekanan langsung maupun tidak langsung kepada negara yang bersangkutan. Tekanan yang semakin berat dan keras ini dirasakan oleh setiap negara yang terjamah operasi Al Qaeda. Atau lewat hasutan politik dari internal negeri kaum muslimin, yang dilakukan oleh mereka yang berbicara dengan bahasa kita namun membenci agama kita.
Ada sebuah kejanggalan besar yang mengusik benak saya terkait sikap Al Qaeda terhadap Pemerintah Saudi. Karena menurut yang saya ketahui –yg juga diketahui oleh setiap pelajar Islam, lebih-lebih para ulamanya– Arab Saudi adalah negara yang paling banyak menerapkan syari’at Islam dan memelihara syi’ar-syi’arnya di dunia hari ini. Lantas dengan ayat mana dan hadits apa Al Qaeda menjadikan Saudi sebagai medan perang, tempat pasukan keamanan berhadapan dengan para pemuda muslim? Mengapa Arab Saudi sebagai penerap syari’at Islam dan syi’ar-syi’arnya sekaligus bumi Islam pertama, menjadi demikian remeh di mata Al Qaeda? Bagaimana Al Qaeda bisa menyamakan antara negara Islam dan benteng terakhirnya di satu sisi, dengan negara kafir di sisi lain, lalu melancarkan ghazwah ke Riyadh sebagaimana ghazwah ke Manhattan? Bukankah ini menunjukkan adanya ketidak beresan besar di balik sikap Al Qaeda?
“lantas bagaimana halnya jika rakyat AS sendiri telah bertekad untuk membalas dendam (akibat tragedi WTC), dan menetapkan harga kedua menara tersebut berupa pendudukan dua negara…”
afwan ustadz, apakah di sini ustadz setuju bahwa tragedi 9/11 perbuatan al qaeda? peristiwa 9/11, bom Boston bahkan penembakan di Sandy Hook byk yg mengulas di youtube itu hanyalah rekayasa pemerintah AS saja dengan agenda tertentu.
satu lagi, harus dipisahkan antara pemerintah AS dan rakyatnya. karena banyak rakyat AS yg tidak setuju dgn kebijakan pemerintahannya. dari peristiwa 9/11 banyak rakyat amerika yg memeluk islam
Masih simpang siur siapa pelaku sebenarnya dari serangan thd WTC. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa Al Qaeda dimanfaatkan oleh AS utk kepentingan AS. Sebagaimana para pelaku Bom Bali yg ditunggangi oleh intelijen asing, karena bom yg mereka rakit tidak mungkin memiliki daya ledak sebesar itu (mikronuklir). Ini menurut informasi yg disampaikan oleh ustadz Rosyid Ba’asyir, dari Bapaknya, dari mantan ketua BIN ZA. Maulani. Tapi…???
Ala kulli haal, lepas dari siapa pelakunya… ana pernah melihat wawancara Al Jazeera dgn Usamah bin Laden pasca 11/9, dan dengan senyum-senyum ia membanggakan serangan yg dilakukan oleh ke 19 pemuda tsb, sebagai ghazwah yg mubaarakah, lalu dia menyebutkan secara detail apa saja kerugian yg diderita AS akibat serangan tsb… dst.
Jadi, kalau memang benar dia pelakunya (dan diperalat juga oleh AS), maka alangkah mengenaskannya mereka… sudah salah jalan, diperalat musuh pula. Dan para pengagum mereka pun juga mengenaskan, karena sejatinya mengagumi orang-orang yg berkhidmat untuk kepentingan musuh.
Tapi kalau mereka bukan pelakunya, lantas utk apa bin Laden berbangga-bangga yg dengan kebanggaan tsb seakan ia mengamini tuduhan AS terhadap ke-19 pemuda muslim tsb sbg pelaku serangan penuh bala’ tsb? Sungguh merupakan kebodohan dan kegegabahan yg nyata.
Adapun masuk islamnya orang AS pasca 11/9, maka tidak boleh menjadi alasan sama sekali untuk melegalkan serangan tsb. Sebab jumlah kaum muslimin yg terbunuh akibat invasi AS ke Afghanistan dan Irak selama 10 tahun lebih adalah jauh lebih banyak… kerugian material yg diderita kedua negara tsb juga jauh lebih besar. Dua menara ditebus dengan dua negara. Mana lebih mahal??
Lagi pula, bukan cuma kedua negara tsb yg terkena dampaknya… bahkan semua negara menjadi bersikap antipati terhadap jenggot, cadar, dan atribut islami lainnya. belum lagi ditutupnya sekian yayasan sosial yg mendanai dakwah di berbagai negara karena tuduhan mendanai terorisme… dll (daftar madharatnya terlalu panjang utk disebutkan). Buah pahit dari WTC masih dirasakan oleh banyak negara sampai hari ini… dan wallaahu a’lam sampai kapan?
Benarlah kata sebagian masyayikh, bahwa setiap negara yg dimasuki oleh Al Qaedah, pasti menjadi kacau balau. Di Sudan, Afghanistan, Irak, Suriah, Maghrib, Mali, Somalia, Yaman, dan juga Arab Saudi (paling mending).
sekedar saran ustadz, ada baiknya jika di akhir tulisan dikasih link ke bagian 2-nya
hayakalloh ya ustadz.. Ana ingin tau pendapat antum ttg Tragedi Suriah. Apakah ada Jihad di Suriah bagi orang diluar Suriah? Ataukah sama dgn pendapat Syaikh ‘Abdullah azh-Zhafiri (Masyaikh barisan Madakhilah), bahwa ada Jihad di Dammaj tapi tdk di Suriah, krn di Dammaj dlm rangka Difa’ sedangkan di Suriah Perang krn Fitnah..
syukron
Kalau jihad difa’ kenapa tidak? kalau memang Azh-Zhafiri berpendapat begitu, ya itu pendapat pribadinya. Dia tidak mewakili selain diri dan orang-orang yg sependapat dgnnya.
Bedakan antara menganggap jihad di suriah disyariatkan bagi warga suriah, dengan pendapat yang menganggapnya disyariatkan bagi selain warga suriah. Yang ana dengar dari syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad ttg jihad di Dammaj, ialah bahwa beliau membolehkannya bagi warga YAMAN, baik yg ada di Yaman maupun di luar Yaman, setelah mendapat izin orang tua kalau masih hidup. Beliau tidak menjadikannya boleh bagi semua orang, karena bagi selain warga Yaman ia bukan lagi jihad Difa’, tai jihad tholab.
syukronlaka atas jawabannya, ana dengar kabar terkini ttg Dammaj. Bahwa pemerintahan Yaman memerintahkan barisan salafy Dammaj pimpinan Al-Hajuri untuk mengalah kpd Houthi & mengosongkan Dammaj (info :pageFB Tim Peduli Muslim), bgm tanggapan antum?? Apakah wajib ta’at jika ditimbang dari segi manfaat & mafsadatnya??
barokallohu fik
Banyak berita yg tidak akurat beredar di media massa, dan sering kali mencatut nama bbrp pihak/tokoh. Nasehat ana, jgn jadi orang yg disetir oleh pemberitaan media massa. Belajar saja ilmu-ilmu agama penting yang masih banyak belum kita pelajari.
Wajib ta’at ataukah tidak, kenapa ditanyakan ke ana? Wong ana tidak mengalami penderitaan yg dialami mereka? Dan boleh jadi tidak satu pemahaman dengan mereka dalam semua sisi… Manfaat dan mafsadatnya mereka lebih tahu daripada ana.
Masyaa Alloh..
syukron nasehatnya.. barokallohu fik
Masya Alloh ustadz, barokallohu fiek,ana baru tahu antum juga dulunya simpatisan, anapun begitu, dan sekarang lebih yakin lagi setalah baca artikel antum.
Menurut anda jihad di Damaj yang sekarang terjadi apakah harus menunggu perintah presiden Yaman yang sekarang?
Atau terpaksa berjihad tanpa ulil amri?
Seandainya ada umat islam lain yang membantu muslim di Damaj tanpa seizin ulil amri apakah mereka khawarij?
Katakanlah menurut anda jihad harus ikut ulil amri (Pak SBY misalnya), sampai zaman Unta Merah masuk lubang jarum gak bakalan SBY nyuruh berangkat Jihad, sedangkan para pemimpin negara-negara Islam seperti Saudi, Qatar dll yang deket Suriah aja tidak ada yang menyuruh rakyatnya Jihad ke Suriah. Syeikh Nasir Ulwan saja dituduh khawarij dan dipenjara. Bagaimana umat Islam tidak marah, sementara Obama diberi penghargaan oleh raja Saudi. Rezim Sisi di Mesir diberi uang sekian banyak oleh Saudi. Pernah dengar Al-Walaa wal Baraa Ustadz? mudah-mudahan pernah, dan mudah-mudahan paham apa makna Al-walaa wal Baraa.
Saya juga tidak mau membabi buta menyatakan bahwa saudi buruk (karena banyak ulama dan mujahidin dari saudi), tapi juga tidak menutup mata bahwa memang pemimpinnya banyak yang fasik atau bahkan munafik. Kalau memang baik ya harus kita bilang baik, kalau tidak juga tidak perlu dibela habis-habisan.
Kenapa kepada umat Islam, atau mujahidin kita menuduh mereka khawarij, tidak berilmu, tukang fitnah secara terang-terangan, namun tidak berani mengkritik pemimpinnya sendiri yang jelas-jelas melakukan kezaliman/kemaksiatan?
Jihad di Dammaj/Yaman sejak th 2012 lalu, dan yang sekarang ini adalah jihad daf’i (defensif). Bagi warga Dammaj itu jelas sekali statusnya, dan di samping itu, Presiden Yaman mengizinkan mereka yg di Dammaj dan mujahidin salafiyyin dr luar Dammaj utk membela diri/melawan. Jadi, jelaslah masalahnya.
Seandainya ada umat Islam lain yg membantu muslim di Dammaj tanpa seizin ulil amri, maka dilihat dulu bagaimana bentuk bantuannya? Kalau membantu dengan maal (harta) kepada pihak-pihak yg amanah dan dapat menggunakannya sesuai aturan syar’i, baik utk keperluan jihad dan mujahidin, atau donasi kemanusiaan biasa, maka mereka JELAS BUKAN KHAWARIJ, tidak ada seorang muslim berakal pun yg mencap khawarij kpd orang yg saya sebutkan kriterianya tadi. Tapi kalau dia berniat membantu dengan cara yg tidak syar’i, ya bisa khawarij bisa tidak. Seseorang tidak digolongkan mjd khawarij karena dia berniat baik utk membantu sesama muslim yg tertindas, namun dia mjd khawarij karena pemikiran dan cara-cara yg diusungnya dalam mewujudkan ‘niat baik’nya tsb… walaupun ada juga yg memang jd kaki tangan musuh/diperalat oleh musuh utk menghancurkan islam dari dalam dan dengan nama islam. Tak menutup kemungkinan ada oknum-oknum Al Qaeda yg seperti itu, toh mereka bukanlah manusia yg ma’shum, dan jihad yg mereka klaim belum tentu jihad syar’i yg diterima oleh Allah, baik dari sisi tujuannya maupun cara-caranya. Tidak semua gerakan ruku’ dan sujud dan duduk bisa dianggap shalat, kecuali setelah terpenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Demikian pula tidak semua bentuk perlawanan bersenjata yg diselingi dengan pekikan takbir dan dilakukan oleh pria-pria berjenggot harus mutlak dianggap jihad, dan pelakunya disahkan sbg mujahidin. jadi, jangan menilai seseorang dari apa yg diklaimnya sbg ‘jihad’… sebab yg berjihad bersama Rasulullah saja (yg sudah jelas-jelas dibawah kepemimpinan Rasul shallallaahu ‘alaihi wasallam) ternyata ada yg Ahlunnaar, padahal para sahabat menilainya sebagai orang yg sangat pemberani dan paling besar sepak terjangnya dlm perang tsb.
Simaklah hadits berikut:
عن سهل بن سعد الساعدي * أن رسول الله صلى الله عليه وسلم التقى هو والمشركون فاقتتلوا فلما مال رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عسكره ومال الآخرون إلى عسكرهم وفي أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل لا يدع لهم شاذة إلا اتبعها يضربها بسيفه فقالوا ما أجزأ منا اليوم أحد كما أجزأ فلان فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أما إنه من أهل النار فقال رجل من القوم أنا صاحبه أبدا قال فخرج معه كلما وقف وقف معه وإذا أسرع أسرع معه قال فجرح الرجل جرحا شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل على سيفه فقتل نفسه فخرج الرجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال أشهد أنك رسول الله قال وما ذاك قال الرجل الذي ذكرت آنفا أنه من أهل النار فأعظم الناس ذلك فقلت أنا لكم به فخرجت في طلبه حتى جرح جرحا شديدا فاستعجل الموت فوضع نصل سيفه بالأرض وذبابه بين ثدييه ثم تحامل عليه فقتل نفسه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذلك إن الرجل ليعمل عمل أهل الجنة فيما يبدو للناس وهو من أهل النار وإن الرجل ليعمل عمل أهل النار فيما يبدو للناس وهو من أهل الجنة
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idy, katanya: “Rasulullah pernah berperang dengan kaum musyrikin, lalu Rasulullah bergerak menuju markas beliau dan kaum musyrikin juga menuju ke markas mereka. Dalam pada itu, ada seseorang dari sahabat Rasulullah yg tidak membiarkan ada seorang pasukan musyrikpun, melainkan dia kejar dan dia habisi. Maka orang-orang pun berkomentar: “Hari ini tidak ada yg lebih mencukupi kita dalam menghadapi musuh, melebihi si Fulan itu”. Namun kata Rasulullah: “Justru dia termasuk penghuni Neraka”. Maka seseorang dari pasukan berkata: “Aku akan membuntutinya terus-menerus”. dan lelaki tersebut langsung bergegas… tiap kali si Fulan berhenti, ia ikut berhenti. dan bila si fulan bergerak cepat, dia ikut bergerak cepat. Maka si fulan akhirnya terluka parah dan ingin cepat mati. ia lalu meletakkan gagang pedangnya di tanah dan ujungnya di ulu hatinya, lalu menumpukkan berat badannya ke ujung pedang tadi dan membunuh dirinya sendiri. Maka, lelaki yg membuntutinya tadi datang menghadap Rasulullah dan berkata: “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Rasulullah”.
“Memangnya kenapa?” tanya beliau.
“Tadi Anda menyebut bahwa si fulan termasuk penghuni Neraka, dan orang-orang merasa berat mendengarnya. Maka kukatakan pada mereka bahwa aku akan mewakili kalian dalam menyelidikinya. Maka kubuntuti si fulan hingga akhirnya ia terluka dan mempercepat ajalnya. ia lalu meletakkan gagang pedangnya di tanah dan ujungnya di ulu hatinya, lalu menumpukkan berat badannya ke ujung pedang tadi dan membunuh dirinya sendiri” lanjut si lelaki. Mendengarnya, Rasulullah pun bersabda:
“Seseorang kadang mengamalkan amalan penghuni jannah menurut pengamatan orang-orang, padahal ia termasu penghuni Neraka. Dan ada juga seseorang yg mengamalkan amalan penghuni Neraka menurut pengamatan orang-orang, padahal ia termasuk penghuni Jannah”.
Hadits ini Muttafaq ‘alaih. Dan Imam Bukhari menyebutkannya dalam bab yg berjudul (لا يقول فلان شهيد) “Jangan mengatakan bahwa si Fulan itu syahid”.
Nah, Jikalau para sahabat saja yg merupakan generasi terbaik, manusia-manusia shalih, dan berjihad di bawah panji-panji yg benar saja ternyata salah menilai… apalagi jika yg menilai adalah pemuda-pemuda yg tidak dikenal, lalu yg dicap mujahid juga tidak jelas pemikirannya, dan yg diklaim sebagai jihad juga masih diperdebatkan… bukankah penilaian spt ini semakin diragukan keakuratannya? Apalagi jika cara-caranya juga tidak selaras dengan ajaran Islam… spt dengan peledakan yg ikut merugikan kaum muslimin, atau dengan melancarkan serangan-serangan dari daerah padat penduduk sipil muslim, yg justru mengundang agresi musuh dgn senjata pemusnah massal mereka… sehingga walaupun ‘mujahidin’ tsb selamat, namun warga jd korbannya. Pernahkah antum renungkan hal tsb?
Pernahkah Rasulullah melancarkan jihad dari dalam kota Madinah, sehingga membahayakan kaum wanita, anak-anak, dan warga sipil lainnya? Cobalah antum pelajari sirah Nabawiyah… niscaya semua bentuk jihad yg dilancarkan oleh Rasulullah maupun para sahabat terjadi di Medan Perang, bukan spt yg banyak kita saksikan hari ini… Perang Badar terjadi 200 km di luar Madinah. Uhud juga terjadi jauh dari pusat kota, karena kota Madinah saat itu hanya seluas area mesjid Nabawi saat ini kira-kira, sedangkan lokasi jabal uhud terletak sekitar 2-3 km dari mesjid Nabawi, dan di sana bukanlah daerah pemukiman. Perang Ahzab beliau diserbu oleh musuhnya, dan beliau berusaha mencegah masuknya pasukan koalisi ke dlm Madinah (Bukan mengundang datangnya pasukan koalisi untuk membantai warga sipil, spt cara-cara Al Qaeda…). Dan seterusnya…
kalau mau jihad, jangan hanya pikirkan keselamatan ‘mujahidin’ saja, tapi pikirkan juga dampaknya bagi warga sipil lainnya… Makanya jihad harus dengan izin waliyyul amri yg syar’i. Ini adalah manhaj ahlussunnah, mau terima silakan, tidak terima ya terserah. Silakan baca kitab-kitab akidah ahlussunnah spt Aqidah Tahawiyah, dll… ditegaskan disana bahwa Jihad itu dibelakang imam, baik imamnya shalih maupun fajir, selama dia muslim; maka dialah yg diberi wewenang scr syar’i untuk mengumumkan jihad. Nah, kalau antum menganggap di Indonesia tidak ada imam syar’i, ya berarti tidak ada jihad syar’i. kecuali saat kaum muslimin diserang secara mendadak oleh musuh, dan mereka mampu melawan, maka mereka wajib melawan semampunya. Namun jika tidak mampu, maka tidak wajib melawan.
Ya akhi, antum ini kelihatannya belum pernah belajar akidah dan manhaj Ahlussunnah. Ana sudah kenyang dengan syubhat-syubhatnya Al Qaeda dgn ‘mujahidin’ mereka. Ana pernah baca 20 edisi lebih dari majalah Soutul Jihad, ana dulu adalah simpatisan mereka…. wallaaahi tsumma billaahi tsumma tallaahi, ternyata mereka memang neo khawarij (secara organisatoris), dan ini setelah ana mengkaji akidah dan manhaj Ahlussunnah, termasuk masalah wala’ wal baro’. Banyak diantara mrk yg mencampuradukkan dlm masalah wala’ wal baro’ ini. Memberi penghargaan kpd orang kafir, tidak berarti berwala’ kpd mereka. Apa dalilnya? Apa antum tidak tahu bahwa Rasulullah pernah memberikan gamis beliau sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay bin Salul, dan hampir saja menyolatkannya (HR. Muslim)??? Apa antum tidak tahu bahwa usai perang Badar beliau mengatakan bahwa andai saja si Muth’im bin ‘Adiyy (tokoh musyrik) itu hidup, lalu memintaku untuk membebaskan para tawanan busuk tsb, maka mereka akan kubebaskan untuknya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dll dgn sanad shahih). Bukankah ini penghargaan kpd orang kafir?? Ya akhi… wala’ wal baro’ itu ukurannya bukan hawa nafsu, tapi ada dhawabitnya. Kalau antum hanya belajar dari video-video yg dirilis oleh Al Qaeda cs, maka antum akan terseret ke pemikiran ekstrim mereka. Antum akan benci para ulama dan meragukan kredibilitas mereka… antum akan anggap bahwa semua ulama yg dekat dengan pemerintah adalah ulama sulthan yg hanya berfatwa sesuai keinginan penguasa… persis spt yg diinginkan oleh Al Qaedah. Apa antum tidak tahu, bahwa 90% dari simpatisan Al Qaedah yg ditangkap oleh pemerintah Saudi dan diberi pengarahan selama mereka dipenjara akhirnya rujuk semua?? Mereka bahkan berterimakasih dengan dijebloskan ke dalam penjara dan mendapat kesempatan untuk diskusi, sebab selama ini mereka seakan tinggal dalam neraka pemikiran yg sangat menyiksa, dan alhamdulillah mereka belum sempat dijerumuskan dalam tindak2 anarkhis sbgmn yg lainnya… mayoritas mereka adalah pemuda-pemuda jahil dan pengangguran yg demikian mudah terprovokasi, demikian mudah mengkafirkan, bahkan org yg tidak mereka kenal sebelumnya langsung mereka kafirkan karena ia datang untuk menasehati. Syaikh Bin Baz, Utsaimin, Kibarrul Ulama juga dikafirkan. Ini dinyatakan oleh para syaikh yg menjadi tim penasehat utk para Napi tadi.
Al Qaeda akan selalu menyudutkan para ulama yg menentang mereka, persis spt cara-cara khawarij klasik. Mereka mengkafirkan para sahabat, agar kaum muslimin belajar jihad, belajar wala’ wal baro’, belajar tauhid, belajar penerapan syari’at bukan dari para sahabat, namun dari tokoh-tokoh mereka spt Najdah bin ‘Amir, Ibnul Azraq, As Shufri, dll.
Ana sarankan antum belajar manhaj dan akidah Ahlussunnah dari sumber-sumber yg terpercaya, niscaya antum akan bisa memahami dan menemukan jawaban dari syubhat-syubhat yg antum sebutkan tadi. Kalau pemerintah/penguasa muslim tidak memerintahkan utk jihad, ya yg dosa mereka, bukan rakyatnya. Karena jihad itu adalah wewenang penguasa. Dan kalau mereka tidak mau menyerukannya karena satu dan lain alasan, itu tidak menggugurkan kewajiban kita utk taat kepada mereka dlm hal lainnya yg ma’ruf. Ibnu Taimiyyah mengatakan, bahwa kewajiban rakyat thd penguasa muslim yg adil ialah menaatinya dalam hal-hal yg tidak diketahui sebagai maksiat. Artinya, selama yg diperintahkan bukanlah maksiat, maka wajib ditaati, walaupun ia sekedar perbuatan mubah/makruh. Adapun bila penguasanya muslim yg zhalim, maka kewajiban taatnya hanya pada hal-hal yg diketahui sebagai ketaatan, seperti Jihad (Majmu’ Fatawa 29/196).
Ya akhi, kalau antum menyamakan antara menyikapi penguasa yg berbuat kemungkaran dengan menyikapi orang lain yg bukan penguasa, maka antum keliru. Ahlussunnah tidak menyamakan antara inkarul munkar thd penguasa (baik penguasa tertinggi maupun wakilnya), dengan menginkari orang lain. Penguasa memiliki kehormatan lebih yg harus dihargai, oleh karenanya, Ketika Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun yg sangat kafir itu bahkan mengaku tuhan tsb, Allah menyuruh mereka berkata lemah lembut DI HADAPAN Fir’aun. Bukan berkata kasar, dan bukan pula berkata di belakangnya. Itu Fir’aun ya akhi, salah satu manusia paling kafir yg pernah ada di muka bumi, dan paling bengis yg kerjaannya menyembelih bayi-bayi Bani Israel. Yg diperintah oleh Allah untuk berkata lembut adalah dua orang manusia terbaik yg ada di bumi kala itu. Nah, apakah kisah mereka tidak perlu kita teladani? Silakan ingkari kemungkaran penguasa, namun pakai ilmu dan cara yg syar’i agar tidak membikin fitnah dan agar antum termasuk dalam hadits berikut:
عن طارق بن شهاب أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه و سلم وقد وضع رجله في الغرز : أي الجهاد أفضل قال كلمة حق عند سلطان جائر
Dari Thariq bin Syihab ra, katanya: “Ada seseorang yg bertanya kepada Nabi ketika ia sedang berada di atas kudanya: “Jihad seperti apakah yg paling afdhal?”
“Menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yg zhalim”, jawab Rasulullah. (HR. Nasa-i dan Ahmad dgn sanad Shahih).
Nah, ‘inda sultaanin jaa-ir itu artinya di hadapan atau di majelisnya si penguasa. Bukan koar-koar di media masa, atau di podium, atau dengan menyebarkan aib si penguasa di hadapan rakyat sehingga rakyat terprovokasi dan ingin berontak. Ini namanya penyebar fitnah, alias khawarij. Walaupun dia sendiri tidak berontak. Para salaf sangat keras thd orang-orang yg sperti ini kelakuannya… Antum bisa baca biografi Hasan bin Shalih bin Hayy dan bagaimana keilmuan dia, kesalihan, dan kezuhudannya… lalu bandingkan dengan kerasnya sikap para ulama di zamannya spt Sufyan Ats Tsauri thdnya. Itu semua karena si Hasan bin Shalih tadi mengadopsi pemikiran khawarij yg mewajibkan umat islam kala itu utk berontak kpd khalifah Abu Ja’far Al manshur. Padahal Ats Tsauri sendiri berseteru dgn Al Manshur, namun tidak sedikitpun meragukan keabsahannya sebagai waliyyul amr. Wallaahu ta’ala a’lam.
. Apa antum ingin terjadi revolusi di saudi spt yg melanda Libya, Mesir, Suriah, Yaman, dll; yang sampai hari ini mafsadatnya masih terasa bahkan entah sampai kapan?? ittaqillaah ya akhi… Indonesia memang tidak spt saudi, namun kondisi kita di Indonesia jauh lebih baik drpd saudara-saudara kita di Irak, Suriah, Mesir, Yaman, Lebanon, Afghanistan, dll yg dalam kekacauan akibat hilangnya wibawa pemerintah/penguasa…
hayakalloh ya ustadz.. Ana ingin tau pendapat antum ttg Tragedi Suriah. Apakah ada Jihad di Suriah bagi orang diluar Suriah? Ataukah sama dgn pendapat Syaikh ‘Abdullah azh-Zhafiri (Masyaikh barisan Madakhilah), bahwa ada Jihad di Dammaj tapi tdk di Suriah, krn di Dammaj dlm rangka Difa’ sedangkan di Suriah Perang krn Fitnah..
syukron