Soal-Jawab
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Kepada ikhwan dan akhwat pengunjung Blog Abu Hudzaifah yg saya cintai…
Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas Blog ini, saya khususkan halaman ini bagi yg ingin menyampaikan ‘uneg-uneg’-nya, baik keluhan, pertanyaan, atau sekedar curhat… Semoga dengan itu semua saya jadi lebih semangat untuk menyampaikan ilmu saya kepada antum semua.
Jadi, saya tunggu partisipasi antum… Jazakumullahu khairan katsieran,
Wassalaam,
Diagram Pertanyaan Tentang Sanad yang Ada Rawi Matruknya
Misal ada 2 sanad seperti ini:
Tirmidzi-> A[tsiqah]-> B[dha’if]-> C[tsiqah]-> D[Matrukul Hadits] -> S[tsiqah]-> E[Sahabat Nabi] -> Rasulullah bersabda: “…”
Ibnu Abi Ad-Dunya-> V[tsiqah]-> W[dha’if]-> X[tsiqah]-> Y[tsiqah]-> S[tsiqah]-> E[Sahabat Nabi]-> Rasulullah bersabda: “…”
Pertanyaan:
Diagram sanad diatas memperlihatkan bahwa si W dalam riwayat Ibnu Abi Ad-Dunya mendapat mutaba’ah dari si B dalam riwayat Tirmidzi. Pertanyaannya adalah apakah sanad dalam riwayat Ibnu Abi Ad-Dunya bisa dikuatkan oleh sanad dalam riwayat Tirmidzi sehingga haditsnya menjadi Hasan Lighairihi walaupun sanad dalam riwayat Tirmidzi terdapat rawi D yang “matrukul hadits” yang merupakan guru dari gurunya si B?
Mudah2an pertanyaan ana jelas dan mohon dijawab sebab ana pikir akan ada banyak kasus semisal ini ketika mentakhrij hadits.
Jawab: Hadits riwayat Tirmidzi adalah dha’if jiddan, atau matruk, alias laa yu’tabaru bih. Yakni keberadaannya tidak diperhitungkan… jadi tinggal hadits riwayat Ibnu Abid Dunya yg sanadnya dha’if. Hadits dha’if hanya bisa dikuatkan dengan hadits dha’if yg masih dlm kategori yanjabir (bisa diperkuat). Adapun hadits yg salah seorang perawinya matruk, tergolong dlm hadits dha’if laa yanjabir.
Kesimpulannya, hadits E adalah hadits dha’if.
Asalamualaikum,,pa ustad ana seorang perantauan di negri kafir (jepang),ana tinggal berdua sama teman,ana jarang sekali mengikuti shalat jumat di karenakan jarak dari tempat ana tinggal jauh dengan mesjid,dan terikat waktu kerja,dan mengajak teman untuk shalat bareng,suka tidak mau,jadi ana suka mengganti shalat jumat dengan shalat dhuhur biasa dengan niat shalat jumat,apakah hal ini bisa di terima?ana takut Allah mengunci hati ana dan termasuk orang kafir di karenakan tidak mengikuti shalat jumat,mohon jawaban dan solusinya ustad
jazakallahu khair
Wa’alaikumussalaam… apa yg antum lakukan itu sangat berbahaya. Itu suatu kesalahan. Seorang muslim tidak boleh tinggal di negara kafir kalau hanya untuk cari sesuap nasi… apalagi jika harus mengorbankan shalat jum’at, wah… rugi besar antum kalau begitu. Syarat bolehnya tinggal di negara kafir ialah ia harus memiliki pemahaman agama yg kuat shg tidak terkena syubhat pemikiran orang kafir, dan ia juga cukup bertakwa sehingga tidak tergoda oleh fitnah syahwat. Plus dia harus bisa menjalankan syi’ar-syi’ar Islam seperti shalat Jum’at, shalat berjama’ah, dan shalat hari Raya.
Solusinya, antum segera pulang ke tanah air, atau bekerjalah di negeri kaum muslimin yg di sana antum bebas menjalankan syi’ar Islam.
aslmkm wrwb
ustadz , coba cek link ini :
newpaces.com/forum/topic/484
apakah dalil yg ia pakai bisa dijadikn hujjah dlm bksenian?
Assalamu’alaikum
USTADZ, dari http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=173870488668&topic=14274
disebutkan disitu bahwa Ibnu taimiyah menganjuurkan amalan nisfy sya’ban sbb:
“IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT PADA NISFU SYA’BAN & MEMUJINYA
Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Majmuk Fatawa pada jilid 24 mukasurat 131 mengenai amalan Nisfu Sya’ban teksnya:
إذا صلَّى الإنسان ليلة النصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو: حَسَنْ
Ertinya: ” Apabila seorang itu menunaikan solat pada malam Nisfu Sya’ban secara individu atau berjemaah secara KHUSUS sepertimana yang dilakukan oleh sebilangan masyarakat Islam maka ianya adalah BAIK “.
IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT NISFU SYA’BAN KERANA ADA HADITH MEMULIAKANNYA
Berkata Ibnu Taimiyah pada kitab Majmuk Fatawa jilid 24 juga pada mukasurat seterusnya 132 teksnya:
وأما ليلة النصف – من شعبان – فقد رُوي في فضلها أحاديث وآثار ، ونُقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة (( فلا ينكر مثل هذا )) ، أما الصلاة جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات
Terjemahan kata Ibnu Taimiyah di atas:
” Berkenaan malam Nisfu Sya’ban maka telah diriwayatkan mengenai kemulian dan kelebihan Nisfu Sya’ban dengan hadith-hadith dan athar, dinukilkan dari golongan AL-SALAF (bukan wahhabi) bahawa mereka menunaikan solat khas pada malan Nisfu Sya’ban, solatnya seseorang pada malam itu secara berseorangan sebenarnya telahpun dilakukan oleh ulama Al-Salaf dan dalam perkara tersebut TERDAPAT HUJJAH maka jangan diingkari, manakala solat secara jemaah (pd mlm nisfu sya’ban) adalah dibina atas hujah kaedah am pada berkumpulnya manusia dalam melakukan amalan ketaatan dan ibadat” .
…
…
Mohon ustadz bisa meneliti (mengecek) kebenaran perkataan IBNU TAIMIYAH dalam Majmu’ fatawa tersebut.
Jazaakallah khairan
ustad, mau tanya apakah benar masalah tawasul dgn makhluknya (misal kepada nabi muhammad) adalah masalah furu yg bisa ditoleransi ? bukan masalah aqidah yg harus diingkari secara keras ?
seperti yg dibahas oleh ustad farid nu’man ini :
http://www.islamedia.web.id/2011/07/tentang-tawassul.html
Kalau dilihat dari sisi hukum tawassul itu sendiri, maka ia bisa saja dikategorikan sbg masalah fiqih, karena memang ilmu fiqih membahas hukum-hukum suatu perbuatan… tapi dilihat dari sisi apa yg mendasari perbuatan tawassul tsb, tentu ia tidak bisa lepas dari adanya i’tikad/aqidah ttt. Bahkan semua masalah fiqih menjadi masalah akidah dari sisi yg kedua ini, karena tidak ada seorang pun yg melakukan suatu perbuata melainkan ia punya keyakinan ttt ttg perbuatannya, apakah itu halal, haram, mubah, makruh, atau mustahab.
Masalah mengingkari tawassul harus memperhatikan banyak sisi:
-Tawassul jenis apa yg diingkari? Yg jelas-jelas syirik, atau yg bid’ah, atau yg mana?
-Siapa yg melakukannya, orang awam ataukah yg sudah mengerti?
-Bagaimana pula cara mengingkarinya? Karena istilah ‘keras’ itu sendiri bisa multitafsir… kadang karena tidak sesuai dgn keinginan, seseorang menganggap pihak lain sbg pihak yg ‘keras’.
Assalamu’alaikum
Ustadz, mau tanya berkenaan dengan sholat tarawih berjama’ah. Syaikh albani menyebutkan ada beberapa cara mengenai pelaksanaannya. Yang ana tanyakan dari cara-cara tersebut adakah riwayat yang paling kuat?
Di tempat saya dilaksanakan 4,4,3, ada juga yang 2,2,2,2, 3.
Mohon pencerahannya!
Jazaakallah khairan
Wa’alaikumussalaam.
Masing-masing punya dalil yg mu’tabar dalam hal ini, namun yg lebih kuat ialah 2-2-2-2-3 (witirnya bisa disambung sekaligus, bisa juga dipisah 2-1, menurut Syaikh Muh Mukhtar Asy Syinqiethy, bila kita punya waktu luag maka yg dipisah lebih afdhal karena kita akan baca tahiyyat, tasyahhud, dan shalawat 2x, dan ini lebih banyak pahalanya).
Dalil bhw yg 2-2-2-2 lebih afdhal ialah hadits yg mengatakan: “Shalaatul laili matsna-matsna, faidza khasyiya ahadukumussubha shalla rok’atan waahidah, tuutaru lalu maa qad shalla”. (Shalat malam itu dua-dua. Bila kalian khawatir memasuki waktu subuh, maka shalatlah satu roka’at sebagai witir dari shalat-shalat yg sebelumnya) Muttafaq ‘alaih.
Shalat tarawih juga termasuk shalat malam, demikian pula tahajjud, dan witir. Dalam sunan-nya, Abu Dawud pernah ditanya tentang shalat malam, berapakah jumlah rokaatnya? kata beliau, bagi yang ingin shalat dua-dua silakan, dan bagi yang ingin empat-empat juga silakan.
Wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum
Ustadz… adakah dalil yang memerintahkan kita untuk membuka alas kaki (sepatu /sandal) ketika akan masuk wilayah pekuburan (untuk mengantar jenazah)?
wa’alaikumussalaam.
Jawab: Ada, yaitu hadits Basyir ibnul Khashashiyyah yg mengatakan: “Ketika aku sedang berjalan bersama Rasulullah, tiba-tiba beliau melihat seorang lelaki berjalan di antara pekuburan dengan memakai sandal (teklek). Maka beliau menyeru: “Hai orang yg pakai sandal, lepaslah kedua sandalmu”. Begitu orang tersebut tahu bahwa yang menyuruhnya adalah Rasulullah, ia pun melepasnya”. (HR. Ashabus Sunan, yg dishahihkan oleh Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar, An Nawawi dll). Menurut Imam Ahmad, hadits ini sanadnya jayyid dan beliau mengamalkannya, kecuali bila di pekuburan tsb terdapat banyak duri, atau tanahnya terasa panas sekali, maka kita tetap diperbolehkan memakai alas kaki.
Menurut Syaikh bin Baz, alas kaki mulai dilepas ketika seseorang hendak melewati pekuburan. Jadi bila ia masih di lokasi pemakaman namun belum melewati kuburan-kuburan itu sendiri maka ia belum disuruh melepas alas kakinya.
assalamualaikum
ustadz …mau tanya lagi ..
adakah dalil yg menjelaskan di lakukannya sholawat sebelum azan..seperti assholatu asshola mu ‘alaih..ya rosulallah,ya imaman…dst
tolong penjelasannya ya ustadz
syukron
jazakallahu khairan
Wa’alaikumussalam.
Setahu saya tidak ada dalil yg menganjurkan baca shalawat sblm adzan. Itu adalah bid’ah, apalagi kalau diteriakkan lewat mikrofon. Di daerah saya yg gemar melakukannya ialah golongan haba-ib/pengikutnya yg -sayangnya- sangat akrab dgn berbagai macam bid’ah.
assalamualaikum
ustdzminta tlg artikel tentang sedekah
karena di tempat saya sangat banyak orang yg melakukan sedekah dengan jamuan – jamuan dalam acara :potong rambut anak,menyambut rramadhan,sunatan,dan lain 2
dalil mereka adalah bersedekah itu kan baik…tolong penjelasannya ya ustadz
dengan dalil sedekah yang di sunnahkan bagaimana..dan apa hukum bersedekah seperti yg mereka buat syukron
jazakallahu khairan
Wa’alaikumussalaam.
Afwan, ana masih sibuk dan belum punya waktu untuk menulis artikel ttg itu (maupun artikel lainnya). Tapi kaidahnya ialah: “Mengkhususkan suatu ibadah pada waktu, tempat, atau even tertentu yang tidak ada dalilnya; adalah bid’ah”. Kalau mau sedekah ya sedekah aja tanpa ada i’tikad bahwa sedekah di waktu-waktu/even-even tsb adalah dianjurkan, kecuali kalau memang ada dalilnya. kalau tidak tahu ada dalilnya ataukah tidak, ya niatkan saja sedekah secara mutlak tanpa anggapan bhw hal itu lebih baik dilakukan dalam kesempatan tsb dibanding waktu lainnya. wallahu a’lam.
Bismillah,
Assalaamu’alaykum warahmatullaah..
Ustadz, dalam hadits ibnu ‘abbas, rasulullah mngutus mu’adz ke yaman untuk b’dakwah.Dan diantara yang d printahkan ialah syahadat, shalat, dan zakat…..
Yang ingin ana tanyakan, mengapa rasulullah tdk memerintahkan untuk menyerukan puasa dan haji..?
Jazaakallah khairan
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh
Pertanyaan yg bagus! Hadits ini memang musykil karena pengutusan Mu’adz terjadi di akhir hayat Rasulullah setelah diwajibkannya puasa dan haji (dan keduanya telah diwajibkan sebelum wajibnya zakat). Namun ada beberapa pendapat yg diutarakan oleh para ulama dlm menjawabnya, salah satunya adalah jawaban Al Kirmani (pensyarah shahih Bukhari), bhw itu karena masalah syahadat, shalat, dan zakat adalah kewajiban setiap mukallaf yg tidak bisa digugurkan secara asal. Beda dengan puasa yg terkadang bisa digugurkan dengan membayar fidyah, demikian pula haji yg bisa diwakilkan (dihajikan) oleh orang lain, spt pada kasus orang yg lumpuh misalnya.
Sedangkan Syaikh Sirajuddin Al Bulqini (gurunya Ibnu Hajar) mengatakan bahwa jika Rasulullah berbicara tentang rukun-rukun Islam, maka beliau tidak akan mengurangi penjelasannya (artinya menyebutkan kelima rukun islam tsb) spt dlm hadits Ibnu Umar (buniyal islaamu ‘ala khamsin… dst). Namun jika beliau berbicara tentang mendakwahi non muslim kepada Islam, maka dicukupkan dengan rukun yg tiga, yaitu syahadat, shalat dan zakat. Contohnya lihat surah at Taubah: 5 dan 11 yg menyebutkan kapan kita berhenti memerangi orang-orang musyrik (kafir), yaitu bila mereka bertaubat (dgn masuk Islam/syahadat), lalu mereka mendirikan shalat, dan membayar zakat.
Demikian pula dlm hadits Ibnu Umar yg bhw Rasulullah bersabda yg artinya: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah melainkan Allah, dan bhw aku adalah Rasulullah, dan mendirikan shalat, dan menunaikan zakat… alhadits”. dan masih ada hadits-hadits lain yang senada. Hikmahnya ialah karena rukun yg lima itu ada yg bersifat keyakinan spt syahadat, ada yg bersifat badaniyah spt shalat, dan ada yg bersifat maaliyyah (harta) spt zakat. Syahadat adlh rukun terpenting yg dengannya seorang kafir dinyatakan masuk islam, sedangkan shalat dilakukan berulang kali dlm sehari semalam, sehingga terasa ‘berat’, demikian pula zakat yg juga berat bagi manusia yg berwatak pelit thd hartanya. Nah, bila seseorang telah diajak untuk melakukan hal-hal yg berat tadi, maka puasa (yg bersifat badaniyah juga) dan haji (badaniyyah dan maaliyyah) akan terasa lebih ringan untuk dikerjakan.
Wallaaahu a’lam.
yg saya maksud murattal semerdu musik tu , yg bacaan Quran nya merdu..
coba ustad search aja di google ‘ mishary alafasi ‘ , dia bacaannya bagus. Lalu apakah itu dihukumi seperti musik ?
Nau’dzubillah kalau sampai ada yg menyamakan hukum bacaan Al Qur’an –dgn suara merdu dan sesuai dengan hukum tajwid dan tilawah– dengan musik. Kita tidak boleh menyamakan merdunya bacaan Al Qur’an dengan merdunya nyanyian/lantunan musik, karena berarti menyamakan yg haq dengan yg batil. Walaupun mungkin yg melantunkan bacaan Al Qur’an tadi adalah tukang nasyid juga (spt Musyari Al ‘Affasy contohnya). Al Qur’an itu kalamullah dan kita diperintahkan untuk memerdukan bacaannya, karena akan menjadikan Al Qur’an semakin indah sebagaimana dlm hadits riwayat Ad Darimi dlm Musnadnya dgn sanad yg hasan.
Assalamualaikum,
Menurut ana murotal yang dilagukan dan musik jelas berbeda. Murotal walau dimerdukan tapi tidak memiliki melodi dan irama. Sedang musik walau kadang tidak merdu namun tetap memiliki melodi dan irama. Wallahualam
Assalamu’alaikum warrohmatulloh ustadz Abu Hudzaifah,
Dari hadits :
مُرُوا الصَّبِىَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا
“Perintahkan anak ketika ia sudah menginjak usia tujuh tahun untuk shalat. Jika ia sudah menginjak usia sepuluh tahun, maka pukullah ia (jika enggan shalat).” (HR. Abu Daud no. 494)
Ustadz, minta tolong dijelaskan bagaimana pukulan yg dimaksud dalam hadits diatas? Apa ia sifatnya yg menyakitkan atau hanya sekedar pukulan peringatan spt jeweran di telinga, cubitan kecil?
Terima kasih ustadz.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Maksudnya adalah pukulan yg sifatnya mendidik, bukan menyakiti. Jadi tidak memukul wajah atau bagian2 yg berbahaya, atau melukai. Cukup dengan menjewer, atau memukul pantat/kaki, atau cubitan ringan dan semisalnya. Itupun bila anaknya waras, namun bila dia idiot, maka ia tidak perlu diperintahkan dan tidak boleh dipukul, namun cukup dilarang dari berbuat kerusakan saja. Demikian menurut Syaikh Utsaimin dlm syarah Riyadhus Shalihin beliau.
Assalamu’alaykum
Ustadz, jika seorang budak wanita -yg dulunya kafir dan kalah perang- lalu masuk islam apakah dia menjadi bebas atau tetap menjadi budak? Jika tetap menjadi budak apakah tetap boleh digauli dan diperjualbelikan -padahal statusnya sudah menjadi muslimah-?
Wa’alikumussalaam warahmatullah. Dia tetap berstatus budak selama belum dimerdekakan oleh tuannya walaupun telah masuk Islam. Bahkan jika tuannya tadi mati, dia akan menjadi warisan bagi ahli warisnya, karena budak itu ibarat harta benda yg bisa diwariskan atau diperjual belikan (dgn syarat-syarat tertentu).
Assalamualaikum ustadz..semoga Alloh menjaga antum ustadz..
ada yang bertanya ke saya ustadz..tapi ana ga berani menjawabnya…
mudah2an antum berkenan menjawabnya…
” apa hukumnya seorang akawat yang telah mengerti tetang hukum berpakaian yang syar’i, ia mengenakan celana longgar saat berkerja di pabrik. karena baru ada peraturan baru yang memaksa ia harus memakai celana. kita suda berusaha menjelaskan bahkan pihak serikat para ikwan pun suda nego, tapi peraturan itu masih diterapkan. apakah boleh?
Wa’alaikumussalaam warahmatullah, amien wa jazakallah khairan atas doanya.
Jawabannya, kalau dia sudah tahu hukum berpakaian yg syar’i dan tetap melanggar, ya berarti nekad. Untuk apa minta fatwa dari ana? Percuma saja, toh dia sudah tahu kalau dirinya salah khan… mestinya dia mencari kebenaran, bukan PEMBENARAN.
assalamu’alaikum
menjelang ibadah shaum ramadahn ini…tidak sedikit orang yang memberi nasehat agar kita bersiap dalam menyongsong bulan ramadhan. diantaranya menukil nasehat sbb:
Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”
apakah perkataan ini benar ustadz?.
Wa’alaikumussalaam… wallahu a’lam sih, bisa benar bisa salah, tergantung sudut pandang orang yg memahaminya. Lagi pula itu kan sekedar maqolah, bukan hadits atau ayat, atau perkataan sahabat. Jadi tdk usah terlalu dipermasalahkan selama tidak jelas-jelas keliru.
assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mau tanya ustadz,
Makanan dari acara bid’ah (terutama yang mengandung syirik) menurut ulama di antaranya syaikh bin baz, jika daging tidak boleh dimakan.
Pertanyaan ana, bagaimana sikap kita jika ada tetangga yang memberi makanan tersebut, apakah kita buang saja, atau diberikan pada orang lain?
Di tempat ana masih banyak acara seperti itu, apalagi di desa sudah jelas acara kenduren tersebut yang mendo’akan adalah dukun-dukun.
Jazakalloohu khair
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
kalau dapet daging, kasikan aja ke kucing atau anjing.
Ustadz benarkah suara wanita itu aurat?
Tidak benar, tapi wanita dilarang melemah gemulaikan suaranya sehingga merangsang syahwat lelaki yg bukan mahramnya.
Assalammu’alaikum,
Ustadz Abu
1. Ketika membasuh wajah, apakah bagian atas dari telinga (maksudnya bukan telinga/daun telinga atau bagian dari telinga, tapi atasnya telinga masih dekat bagian wajah, apakah itu harus disela (dibasuh) karena kelihatannya itu memang jarang atau bahkan tidak dibasuh oleh orang lain, dan dibasuhnya pasti disela ?
2. Ketika bangkit dari sujud apakah tangan bertumpu pada paha atau tanpa bertumpu artinya si tangan di angkat saja ke atas tanpa bertumpu pada paha ?
3. Hadist ke-6
صحيح مسلم – حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا بَكْرٌ وَهُوَ ابْنُ مُضَرَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَالِكٍ ابْنِ بُحَيْنَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, apabila shalat, merenggangkan kedua tangannya, sehingga ketiak beliau yang putih terlihat. HR Bukhari (2/234), Muslim (3/53), an-Nasa’i (1/166), ath-Thahawi (1/136), al-Baihaqi (2/114).
Maksud direnggangkan ini bagaimana sih Ustadz ? Terus maksud tangan disana adalah tangannya sampai siku bukan tangan jari kan ? Lalu direnggangkannya itu bagaimana ? Apakah pada saat ruku juga sama sunnahnya direnggangkan ?
Syukron,
assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
ustadz..saya mau bertanya tentang gelar al atsary itu apa ya ustadz?darimana?artinya apa?saya soanya ga bisa bahasa arab..rasa penasarann ini terpendam dari mulai melihat nama ustadz abu ihsan al atsary..qadarullah ustadz juga pake..jadi sekalian saya tanya..
terus sebenarnya memajang foto itu boleh tidak ustadz..saya bingung di jejaring FB kok ada sebagian akhwat yang katanya sudah tau hukum tentang gambar bernyawa malah sudah pake cadar tapi kok pajang foto sana sini..ketika ditanya alasannya kalau gambar dan lukisan sudah haram tapi kalau foto ulama masih 2 pendapat ada yang boleh ada yang tidak.tolong penjelasannya ustadz sehingga saya benar2 faham..
jazakalahu khairan wa barakallahu fiik
Al Atsary adalah nisbat kepada ‘atsar’ alias hadits. Arti dari gelar ini ialah bhw orang tsb berusaha untuk selalu mengikuti hadits dan atsar para salaf.
Memajang foto yg memperlihatkan wajah makhluk bernyawa adalah perbuatan terlarang. Masalah hukum fotografi memang dipermasalahkan, tapi yg rajih ialah tidak diperbolehkan bila alasannya sekedar kenang-kenangan. Karena perbuatan ‘memajang’ mengandung unsur pengagungan thd gambar, dan itu dilarang. Namun jika gambar tsb dijadikan bantal, atau keset, atau bungkus, atau yg semisalnya (yg tidak dipajang) maka tidak mengapa, karena ia ‘dihinakan’ dan tidak diagungkan. ini merupakan pendapat banyak ulama salaf.
Assalamualaikum wrwb…. ustad baswedan…..
ada bbrapa hal yg sering ter ngiang-ngian didlm hati dan pikiran nih ustad. demi memperkokoh akidah dan ibadah saya (saya masih awam dlm agama) nih pertanyaan saya ustad…..
1. Bid’ah kah membaca qunut dlm solat subuh ?
2. Apakah dibenarkan beribadah hanya mengharapkan ridho Allah tanpa mengharapkan surganya ?
3. Benarkah ilmu seseorang tdk sah jika tdk berguru pd guru yg tdk bersanad pada rosul ? memangnya apa sarat sah sebuah ilmu (agama)?
4. Haramkah musik ? Lalu bagaimana dgn Murottal yg sangat merdu menyerupai musik ?
5. Haramkah mencukur jenggot ?
6. Apa arti dari kata ‘shalawat’ pd Tahiyyat Sholat ?
7. Apa Agama Nabi SAW sebelum ia menerima wahyu ?
8.Apakah Tasawwuf itu sesat ? apa imam Al-Ghazali itu sufi ?
9.Apakah Hamas & Taliban memenuhi syarat Jama’ah minal muslimin yg ideal ? (mereka mempunyai kekutan militer , daerah kekuasaan dan dibawah bendera syariah)
Demikian ustad , maaf terlalu banyak. Dijawab seikhlasnya aja .. semoga ALLAH SWT me ROHMATi anda…syukran….
1. Tidak.
2. Allah dan Rasul-Nya menganjurkan kita agar minta masuk surga, dan berlomba-lomba mendapatkan surga. Dan konsekuensi dari masuk Surga adalah mendapat ridha Allah, hanya saja ridha Allah lebih tinggi kedudukannya dari Surga, sebab surga adalah makhluk Allah, sedangkan keridhaan adalah salah satu Sifatnya.
3. Tidak benar sama sekali, itu bid’ahnya LDII. Tidak ada istilah ilmu sah/tidak sah. Yg ada ialah ilmu haq/batil. Kalau dasarnya/dalilnya haq maka dia haq, tapi kalau dalilnya batil maka ya batil.
4. Iya, musik itu haram. adapun murattal tidak ada yg menyerupai musik, mungkin maksud antum nasyid?
5. Iya, haram. apalagi kalau sampai habis, itu merupakan maksiat yg lebih besar dosanya daripada merokok (dari satu sisi), sebab orang yg mencukur jenggotnya berarti menunjukkan maksiatnya kepada semua orang. Dan pelakunya layak dikategorikan ‘fasik’. Kecuali kalau demi alasan darurat yg mengancam keselamatan harta atau jiwanya.
6. Lafazh tsb susunan aslinya adl: “Attahiyyaatu, was shalawaatu wat thayyibaaatu lillah…”, yg artinya: “Segala penghormatan, seluruh ibadah shalat, dan setiap amal shalih adalah milik Allah”. namun untuk menegaskan kepemilikan Allah yg mutlak dlm ketiga hal tadi, maka dipergunakanlah susunan: “Attahiyyaatu lillah, was shalawaat wat thayyibaat”. Hal ini sering dipergunakan dlm bahasa Arab untuk memberi kesan khusus. Seperti ayat: “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in”. Susunan dasarnya ialah: “Na’buduka wa nasta’ienu bika”, namun untuk memberi kesan bahwa yg diibadahi dan dimintai pertolongan secara hak hanyalah Allah, maka digunakanlah susunan spt ini. Wallaahu a’lam.
7. Tidak tahu, yg jelas beliau mengikuti fithrahnya dan tidak terseret kepada keyakinan jahiliyyah kaumnya.
8. Iya, bahkan sebagian tarekatnya dianggap keluar dari Islam. Al-Ghazali ada bau-bau sufinya memang.
9. Tidak, karena Hamas adalah gerakan politis nasionalis yg tidak memperjuangkan tegaknya kalimatullah. Bahkan salah seorang tokohnya menganggap Khomeini sbg Bapak Spiritual perjuangan Hamas, padahal kekafiran dan kezindiqan khomeini telah demikian jelas (bagi orang yg faham tentunya). Taliban juga tidak termasuk jama’ah minal muslimin yg ideal karena mereka tidak memprioritaskan dakwah tauhid, bahkan banyak dari mereka yg akidahnya bukan ahlussunnah, tapi maturidiyah dan berbau sufi. Taliban juga menaungi AL Qaeda yg mengusung pemikiran khawarij yg menyebabkan terbunuhnya banyak kaum muslimin di tangan mereka tanpa alasan yg hak. Dan kini mereka sedang merasakan akibat pahit dari sikap mereka tsb, berupa perang global yg dilancarkan oleh AS dan sekutunya thd negeri mereka yg telah porak-poranda dilanda perang sejak puluhan tahun… Sejak invasi AS th 2001 Taliban tidak punya kekuasaan yg stabil karena negara mereka tidak sepenuhnya dalam kendali Taliban. Dan otomatis penerapan syari’ah pun sangat terbatas pada kalangan mereka sendiri.
Assalamu’alaikum .
Bismillah
Maaf Pak Ustadz ada teman punya kasus spt ini: “seseorang masuk solat asar di rokaat ke dua. diakhir rokaat, imam menambah satu rokaat (mungkin sbb ragu, ana kira tdk ada yg tasbih mengingatkan). nah dgn demikian jumlah rokaat si masbuk tlh pas 4 rokaat, dan dia pun ikut salam”. Bagaimana salatnya masbuk itu sah?
Terimakasih Wassalamu’alaikum
Assalamu’alaikum
Afwan Ustadz, ana mau tanya ttg nikah mis’yar itu apa?
karena orang mengatakan bahwa mufti KSA menghalalkannya spt di http://www.eramuslim.com/berita/dunia/mufti-saudi-arabia-tetap-halalkan-nikah-misyar.htm
Mohon pencerahannya. Wassalamu’alaikum
Wa’alaikumussalaam. Nikah misyar adalah pernikahan yg memenuhi syarat2 nikah syar’i, hanya saja pihak wanita menggugurkan kewajiban suami atas dirinya dlm hal memberi nafkah (baik lahir/batin) dan tempat tinggal. Jadi si wanita tetap berada di rumah orang tuanya dan suaminya tidak dituntut untuk menafkahi atau menggaulinya secara kontinyu, tapi pas diperlukan saja mereka mengadakan hubungan. Nikah misyar juga dibolehkan oleh Syaikh Bin Baz selama syarat-syaratnya terpenuhi. Dan hal ini membawa banyak kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Biasanya nikah misyar juga dicatat secara resmi oleh pemerintah, jadi tidak sama dengan nikah sirri.
Assalamau’alaikum warah matullahi wabarakatuh
Bismillah,
ustadz, Barakallahu fik
ana ada pertanyaan mengenai masalah doa, “Waktu sujud adalah saat terdekat seorang hamba dengan Allah” dan di anjurkan kita untuk memperbanyak doa didalamnya. dan kenyataannya memang banyak para ikwan “tholib” ana perhatikan memperpanjang sujud terakhirnya sebelum salam ketika shalat sunnah. Padahal di matan hadits lain disebutkan berdiri shalat nabi dengan sujud dan rukuknya sama lamanya
Pertanyaan: – karena ini masalah ibadah dan memerlukan dalil, adakah dalil khusus yang menyebutkan Rasulullah atau para sahabat melakukan hal diatas.
Jazakallahu khair atas jawabannya
Hadits yg mengatakan bahwa berdirinya Nabi sama dengan ruku’ dan sujud’nya, maksudnya ialah sebanding, bukan sama persis. Artinya, kalau beliau memperpanjang berdiri lebih dari biasanya, maka ruku’nya dan sujudnya juga diperpanjang lebih dari biasanya. Demikian penjelasan yg ana dengar langsung dari Syaikhuna Abdul Karim Al Khudheir (anggota Kibarul Ulama Saudi Arabia). Jadi, tidak ada kontradiksi antara perintah memperbanyak doa ketika sujud dengan hadits tsb. Lagi pula, dlm shalat sunnah seseorang diberi kelonggaran lebih untuk berlama-lama sesukanya, termasuk dlm sujud. Adapun dlm shalat fardhu, maka ia terikat dgn imamnya kalau ia sebagai makmum. Dan bila ia sebagai imam, maka ia juga tidak boleh berlama-lama. Jadi, hadits yg memerintahkan kita untuk banyak berdoa ketika sujud itu lebih enak diamalkan dlm shalat sunnah, dan tidak harus dlm sujud terakhir, tapi dalam sujud yg mana saja. Dan yang paling afdhal ialah menggabungkan kedua hadits tadi, artinya bila kita ingin berdoa lebih lama dlm sujud, maka kita berdiri dan ruku’ lebih lama juga. Demikianlah aturan dasar yg diajarkan Rasulullah dlm shalat, dan kadang2 beliau memanjangkan atau memperpendek karena suatu alasan dan kondisi ttt sebagaimana yg disebutkan dlm sejumlah hadits lainnya. Jadi, ana rasa boleh-boleh saja kalau sesekali kita memanjangkan sujud dlm shalat sunnah, tapi jangan terus-menerus spt itu. wallahu a’lam.
Bismillah..
Ustadz, ana mau bertanya, bagaimanakah takhrij hadits ini:
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sambunglah kembali persaudaraanmu terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk terhadapmu dan katakanlah yang hak itu sekalipun akan merugikan dirimu sendiri.
(riwayat Ibnu An-Najjar).
Shahih kah..?
Lalu siapakah Ibnu An Najjar?
jazaakallah khairan
BALAS
Ana tidak tahu derajat hadits tersebut, tapi ada hadits shahih riwayat Muslim sbb:
صحيح مسلم – عبد الباقي (4/ 1982)
عن أبي هريرة أن رجلا قال * يا رسول الله إن لي قرابة أصلهم ويقطعوني وأحسن إليهم ويسيئون إلي وأحلم عنهم ويجهلون علي فقال لئن كنت كما قلت فكأنما تسفهم المل ولا يزال معك من الله ظهير عليهم ما دمت على ذلك
Dari Abu Hurairah, bahwasanya seseorang berkata kpd Rasulullah, “Ya Rasulullah, aku memiliki sejumlah kerabat yg selalu kusambung tali silaturahmi mereka, namun mereka justru memutus hubungan dgnku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka justru berbuat buruk kepadaku. Aku bersabar terhadap mereka, namun mereka justru masa bodoh terhadapku?”. Maka kata Rasulullah, “Kalau memang dirimu seperti yg kau katakan, maka pertolongan Allah akan senantiasa menyertaimu selama kamu tetap seperti itu”.
Adapun Ibnun Najjar adalah salah seorang ulama asal Baghdad yg hidup thn 578-643 H. Nama beliau adalah Al Haafizh Muhammad bin Mahmud ibnun Najjar. Beliau memiliki sejumlah kitab, diantaranya Ad Durratuts Tsamienah fi Tariekhil Madinah, dan Dzail Taarikh Baghdad. Mengingat masa hidup beliau yg tergolong ‘belakangan’ dan jauh dari masa periwayatan hadits, maka biasanya hadits-hadits yg hanya diriwayatkan oleh beliau sanadnya tidak shahih karena banyak perawi yg tidak jelas biografinya. Antum bisa bayangkan, kalau di zaman imam Muslim saja suatu hadits kadang diriwayatkan oleh 5-6 perawi (pdhl beliau wafat th 261 H), lantas alangkah panjangnya rantai periwayatkan hadits Ibnun Najjar tsb? Ini merupakan gejala bhw hadits tsb tidak shahih. Karenanya, cukuplah hadits Abu Hurairah di atas sbg dalil yg kuat dlm masalah ini.
Bismillah..
Ustadz, ana mau bertanya, bagaimanakah takhrij hadits ini:
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sambunglah kembali persaudaraanmu terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk terhadapmu dan katakanlah yang hak itu sekalipun akan merugikan dirimu sendiri.
(riwayat Ibnu An-Najjar).
Shahih kah..?
Lalu siapakah Ibnu An Najjar?
jazaakallah khairan
assalamualaikum ustad ana mo nanya di dalam sholat jamaah shaf yang kedua yng shohih dimulai dr tengah ke kanan atau dri tengah ke kiri atau ke kananh syukron jawabanya
Wa’alaikumussalaam. Dalam Nailul Authar, Imam Syaukani menjelaskan bahwa shaf dimulai dari belakang Imam, lalu merembet ke kanan hingga sempurna, baru kemudian ke kiri. Dalilnya adalah hadits riwayat Muslim sbb:
صحيح مسلم – عبد الباقي (1/ 492)
عن بن البراء عن البراء قال * كنا إذا صلينا خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم أحببنا أن نكون عن يمينه يقبل علينا بوجهه
Dari Bara’ bin Azib katanya, “Jika kami shalat dibelakang Rasulullah, kami lebih suka berdiri di sebelah kanan beliau agar beliau menatap kami dengan wajahnya… alhadits’. Demikian pula yg ditegaskan oleh Al Ghazali, dan alasannya ialah karena arah sebelah kanan lebih diberkahi. Namun Al Munawi mengatakan bhw hal tersebut dengan catatan kita tidak sampai mengganggu jama’ah untuk mencapai sisi kanan shaf, dan tidak menjadikan sisi yg sebelah kiri terlantar. Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa Allah dan para malaikat bershalawat bagi shaf-shaf yg sebelah kanan (HR. Abu Dawud dgn sanad hasan). Wallahu a’lam. Tapi jangan lupa, penuhi dulu shaf yg didepannya, baru bikin shaf baru. Artinya, walaupun antum shalat di sebelah kiri, namun bila itu dalam rangka memenuhi shaf yg ada, maka itu lebih baik dari pada membikin shaf baru atau berada di sebelah kanan shaf yg dibelakangnya. Faham?
assalamualaikum ustad ana mo nanya di dalam sholat jamaah shaf yang kedua yng shohih dimulai dr tengah ke kanan atau dri tengah ke kiri atau ke kananh dimulai dr tengah ke kanan atau dri tengah ke kiri atau ke kanan
assalamualaikum ustadz
Ana mau tanya apa ada tahapan mengajak abang kita untuk melakukan sholat berjamaah di mesjid…
Sebenarnya kalau di nasehati dia bilang dia tau cuma belem bisa melaksanakannya mohon bantuan ustadz agar abang saya bisa diajak holat berjamaah di mesjid…jazakallahu khoiran…
Wa’alaikumussalaam warahmatullah… Itu namanya belum dapet hidayah taufik… antum doakan saja dan ajak terus dengan lemah lembut, sambil berikan buku, atau kaset yg berbicara ttg fadhilah2 shalat berjama’ah di mesjid. Mudah-mudahan suatus saat beliau sadar.
Afwan pak Ustadz,
Pertanyaan dari Ibnu Saleh dan Kharizf cukup menarik, ana juga ingin tau jawabannya….
Syukran. Jazakallahu khairon.
Pak Ustadz Abu kalau begitu, berapa jarak antara langit dan atasnya itu (surga) ? Mungkin Pak Ustadz pernah menemukan keterangannya di hadis.
saya juga ingin bertanya tentang tajwid, dan saya merasa bingung dengan ini di buku2 saya,
Allahummasholli ‘ala atau ‘alaa ? lanya 1 harokat atau 2 harokat laa? Apa beda arti keduanya, ( itu juga berlaku di ‘ala / ‘alaa kulli syaingkodir ).
Terus wahdahulaasyariikalah…, hu nya itu mad shilah qashirah (2 harokat atau 1 harokat ), kenapa saya tanya begini, karena di buku satu 2 harokat di buku yg lain satu harokat, juga dalam penulisan arab latinnya, tulisan arabnya satu harokat tapi tulisan arab latinnya tertulis 2 harokat, saya tidak mengerti, apa beda arti “wahdahu” dengan “wahdahuu” ?
Syukron,
Saya tidak tahu, dan sekali lagi saya nasehati: Jangan bertanya ttg hal-hal yg tidak ada hubungannya dengan amal.
kata (على) dalam shalawat pd dasarnya dibaca dua harokat, tapi ini bukan sesuatu yg sifatnya kaku… antara satu harokat dengan 2 harokat sangat tipis bedanya, dan tidak merubah makna (dlm contoh ini). Tapi kalau anda baca al Qur’an ya tetap dua harokat. (Masalah doa, shalawat, dan dzikir jangan terpaku dengan ilmu tajwid. Tajwid itu untuk baca Al Qur’an). Untuk bisa membaca dgn baik antum harus belajar dgn guru ngaji, ndak bisa hanya baca buku, karena tajwid itu ilmu praktis bukan ilmu teoritis.
Afwan kang firewallridho (aka Ridho Amrullah, kah?), antum ini sudah dikasih tau jgn tanya2 hal2 yang tidak bisa diamalkan, tapi tetap saja diulang-ulang. Sebaiknya antum tanya saja melalui email pak Ustadz saja, tidak lewat kolom ini.
Ustadz, ana dpt pertanyaan dari teman.
– Apa hukumnya mengumpat (berkata kotor) kepada seseorang, tetapi bukan karena marah, melainkan bercanda dan yang dia umpati itu juga tau jika ia hanya bercanda?
*biasanya dilakukan para preman yang menganggap mengumpat itu sudah biasa.
jazakallah
Pak Ustadz saya tidak paham, jika akhirat bukan di langit yang ke tujuh alias tidak ada hubungannya, lalu kenapa Ustadz mengatakan surga itu berada di atas langit yang ke tujuh (di atas langit ke tujuh berarti berada di langit ke tujuh ? ). Berarti ketika hari kiamat atas langit yang ke tujuh itu berarti hancur, (berarti surganya hancur ?). Maksud, akhirat disini maksudnya surga, bukan yaumul mahsyar, atau alam lain. Karena yaumul mahsyar, tempat kita dihisab itu tidak diketahui alias tidak ada keterangannya dimana.
Ana mengatakan bahwa surga itu seluas langit-langit dan bumi. Antum ini faham bahasa indonesia ga’ sih? Di atas langit itu bukan di langit, tapi di atasnya, agar tidak difahami bahwa langit sebagai ‘tempatnya’ surga. Surga tidak akan hancur pada hari kiamat. Antum jangan membikin konsekuensi2 yg ngawur begitu
Assalaamu’alaykum
Ustadz, ana telah lama mendengar istilah Ta’aruf sebelum nikah di kalangan teman2 ngaji tapi sekarang ana baru nyadar bahwa ternyata ana belum tahu dalilnya, yang selama ini ana tahu dalilnya adalah nazhar dan khitbah. Jadi, adakah dalil khusus tentang Ta’aruf sebelum nikah -dari hadits misalnya-? Ataukah hal ini dilakukan hanya karena ada maslahat yg lebih besar dan kebutuhan walau tidak ada dalil khususnya?
Terima kasih…
Assalamualaikm Ustadz,,. .
Afwan ana mw tanya: “Bagaimana pandgn Islam tentg ilmu yg berusaha menjelaskan tentg Manusia lain, Seperti ilmu Psikologi?? Apakah it haram?”
Jazakallah khoiron katsir…
Ilmu psikologi boleh-boleh saja dipelajari, kan ada manfaatnya.
Ustadz, saya memiliki beberapa pertanyaan,
1. Apakah ketika berdoa kita diperbolehkan sambil melihat ke langit, saya tidak tahu potongan dari arti ayat tsb, yaitu melihat ke langit seraya berkata ” Ya Allah….itu di ayat berapa ya kira2 ? Berarti itu bisa berdoa sambil melihat ke langit ?
2. Terus ada hadis, dari Ummu Salamaah ia berkata, “Nabi tidak pernah keluar dari rumah kecuali beliau melihat ke langit seraya berdoa “Allahumma a’uudzu bika an adlilla au udlalla au azilla au uzalla au azhlima au uzhlama au ajhala au ujhala ‘alayya ( Ya Allah ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari ketersesatan atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, menzalimi atau dizhalimi dan membodohi atau dibodohi). HR Tirmidzi,
Dari hadis ini beliau melihat ke langit berarti boleh ya berdoa sambil melihat langit ( kepala menghadap ke langit / memandang langit (ke atas).
3.- Jikalau surga firdaus ada di bawah ‘arsy, itu artinya surga itu ada di langit ke tujuh ? Jika bukan di langit ke tujuh, berarti antara langit ke tujuh dan ‘arsy ? Dimanakah pula tingkatan surga yang lain seperti adn, na’im dst, di bawah surga firdaus ?
– Jikalau ada yang menanyakan dimana surga ? Jawabnya ada di langit di bawah ‘arsy, begitu ya ? Berati, kalau begitu ada yg mengomentari “Akhirat itu berarti ada di langit “.
– Ketika Rasul mendapat wahyu shalat, itu adalah ketika di langit ke tujuh, yang dimaksud sidratul muntaha itu di langit ke tujuh ? Mengapa di sebut sidratul muntaha ? Kalau begitu juga Rasul pernah bertemu dengan Allah di langit ke tujuh (berbicara langsung) ? Atau Rasul itu menerima wahyu shalat ketika di ‘arsy ?
Syukron,
1. Sdh antum jawab sendiri dlm no 2. Adapun ayat yg antum maksud ada dlm surah Al Baqarah 144.
3. Surga itu seluas langit-langit dan bumi (QS 3:133 dan 57:21) dan ia berada DI ATAS langit yg ketujuh, berbentuk seperti kubah (tafsir ibn Katsir). Berarti surga-surga yg lain berada di bawah Firdaus. Adapun Arsy Allah merupakan atapnya Surga Firdaus.
Surga sudah ada sejak sekarang, demikian pula Neraka, ini yg diyakini oleh Ahlussunnah wal Jama’ah. Akhirat tidak ada hubungannya dengan langit dan bumi, karena langit dan bumi akan hancur pada hari kiamat, sedangkan akhirat tidak akan hancur.
Sidratul Muntaha berasal dari kata “Sidrah” (pohon sidr/bidara) dan “Muntaha” (tempat terakhir), (Jangan tanya spt apa pohonnya, karena tidak ada yg pernah kesana setelah Rasulullah !! dan pertanyaan ini tidak membuahkan amal apa-apa).
Rasulullah tidak bertemu dlm arti ‘melihat’ Allah, karena antara beliau dan Allah ada hijab (tutupan) berupa cahaya. Beliau hanya menerima wahyu di sidratul muntaha.
assalamu’alaikum warahmatullah
Berdasar uraian Antum atas pertanyaan “sahirabintuazhari”, bagaimana hukum menjadi tentara/ polisi dan pegawai negeri di Indonesia? apakah mutlak sebagai “kecenderungan kepada pemerintah RI yang zhalim dan merupakan dosa besar” ataukah ada perinciannya?
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh
Itu tergantung di bagian mana dia bekerja, kalau sekedar mengatur lalu lintas sih boleh-boleh saja (bukan TNI atau Densus 88 dan yg semisalnya). Menjadi pegawai negeri yg fungsinya melayani kepentingan masyarakat (selain perpajakan, perbankan, dan divisi lain yang mengandung pelanggaran thd syari’at) juga dibolehkan, terutama jika dilakukan dlm rangka ishlah atau memperbaiki kerusakan yg ada (dgn tetap mengindahkan rambu-rambu syariat), maka insya Allah tidak masalah.
Trus solusinya bagaimana, Ustadz….?
Bisa pilih salah satu:
1-Keluar dari sana dan cari pekerjaan lain (ini yg paling baik dan aman), tapi kalau tidak bisa, maka:
2-Jangan berikan informasi-informasi yg merugikan kaum muslimin atau merusak citra Islam, dan jangan ikut serta dalam operasi-operasi intelijen yg tujuannya memperkuat pemerintahan RI yg zhalim tsb (pun demikian, ini tetap merupakan pilihan yg tidak aman karena ybs masih terikat dgn orang-orang yg zhalim tsb).
Assalaamu’alaikum warahmatullaah,
Ustadz, ana mau tanya..
Ayah ana baru bergerak di bagian keinteligent pemerintahan,,,
Nah, yg ana tanyakan, profesi seperti itu apakah syar’i…?
Jazaakallah khairan..
wassalaam
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Saya sangat menyayangkan hal tsb, karena pemerintah RI bukanlah pemerintah yg berpihak kepada umat Islam dan kepentingan Islam, tapi lebih tepat dijuluki pemerintahan sekuler yg zahlim (karena Indonesia bukanlah negara berasas Islam, tapi asasnya Pancasila) dan pemerintah RI sampai detik ini masih memberlakukan Undang-undang yg bertentangan dgn hukum Allah, dan ini jelas merupakan kezhaliman besar, bahkan kekufuran. Jadi, bekerja sebagai intel merupakan suatu kecenderungan kepada pemerintah RI yg zhalim tsb, dan ini merupakan dosa besar yg pelakunya terancam siksa neraka. Lihat QS HUD: 113.
Assalammu’alaikum, Saya ingin bertanya masalah amal !
1. Jika naik motor tujuan ke daerah Tasikmalaya tapi dijalan saya mampir dulu ke rumah teman atau pergi ke pom bensin, apa yang harus saya ucapkan ketika berhenti/turun dari motor dan apakah saya harus mengucapkan kalimat bismillah lagi ketika utk melanjutkan perjalanan kembali setelah sebelumnya dari rumah sudah membaca bismillahitawakaltu ‘allalloh….dst ? Bismillah atau bismillahirrohmanirrohim ? Yang sesuai sunnah yg mana ?
2. Kalau menyalakan dan mematikan lampu apakah perlu mengucapkan bismillah ? Apakah menurut Pak Ustadz itu hal yang penting ?
3. Ketika menengok orang sakit kita berdoa laba’tsathohuurun 2 kali dan membaca allahummasyfi syifaan dst ? Apakah ketika menengok orang sakit kita bisa mempergunakan kedua lafadz doa itu ? Artinya Pertama kita pergi ke rumah si sakit beri salam, lalu berbicara bagaimana tentang keadaannya, nah setelah itu baru permbacaan doa yang pertama dibaca doa laba’tsa thohurun 2 kali, yang kedua membaca Allahumsyfii syifaan syifauka …..dst sambil ketika doa syifaan ini kita sambil mengusap-usap di bagian si sakit. Apakah saya benar ? Sesuai sunnah Rasul bagaimana ? Terus sebelum membaca doanya harus pakai bismillah dulu atau tidak ? Bismillah atau bismillahirrohmanirrohim ? (Supaya tidak menyelishi sunnah).
4. Kalau ada janji kepada orang yang non muslim, apakah boleh kita mengucapkan insya Allah, sehingga kalau terjadi apa2 atau tidak jadi saya tidak dosa. Misalkan, Ana besok mau ke rumahmu kerja kelompok ? Karena, Ibu sakit keras mendadak maka saya harus mengantarkan ke rumah sakit dan tidak akan sempat utk kerja kelompok dg orang non muslim tersebut.
Syukron,
1. Baca saja, toh memperbanyak doa kan baik. Bacanya bismillah saja.
2. Boleh baca boleh juga tidak. Menurut saya itu hal yg sepele, tapi baca bismillah tetap lebih baik.
3. Anda perlu beli buku ttg doa-doa yg diajarkan Nabi (beli yg judulnya: Hisnul Muslim), lalu buku panduan baca ruqyah, dan buku adab menjenguk orang sakit. Jangan tanyakan setiap detail masalah kepada saya. (coba antum hitung ada berapa pertanyaan di sini !).
4.Boleh.
assalamu ‘alaikum ustad,
numpang negok blog antum sembari ana safar,
dari ikhwan sunter, jakarta
barakallhu fiik
Ustadz, saya mau tanya, kalau meminum anggur merah itu halal apa haram ??
Anggur merah itu hakikatnya apa? kalau sekedar anggur berwarna merah yg kemudian diperas/dijus lalu diminum airnya dalam waktu singkat (sebelum terjadi fermentasi yg merubahnya menjadi khamr), maka boleh-boleh saja. Tapi kalau bukan seperti itu maka ana tidak bisa memberikan jawaban sebelum tahu hakikatnya.
Barokallohu fika ya ustadz, mau tanya lagi…
Saya mendapat hadiah perkawinan berupa kaligrafi surat Ya Siin. Karena telah sampai kepada saya larangan menjadikan ayat-ayat Al Quran sebagai hiasan pajangan maka saya pun tidak memajangnya. Namun sampai sekarang ini hiasan tersebut hanya teronggok begitu saja di atas lemari, dan saya merasa hal itu juga bukan sikap yang benar karena menjadikan Al Quran “mahjur”. Baiknya diapakan ya tadz? Kaligrafinya terbuat dari bahan yang bagus jadi terasa sayang kalau dimusnahkan… syukran
Wallahu a’lam.
ustad,
sering dengar berita2 tentang ketidak adilan hukum di saudi.
apakah benar pengadilan di saudi adalah tidak adil/pilih kasih, misal kalo ada kasus pembunuhan, kalo yg membunuh (terdakwah) bukan warga negara saudi, langsung dipancung, kalo yg membunuh (terdakwah) warga negara saudi, seringnya tidak dipancung, apakah seperti itu kejadian di saudi ?
makasih atas penjelasannya
Wallahu a’lam tentang benar tidaknya isu tersebut. Kalau memang benar, maka itu kesalahan oknum hakim, bukan undang-undangnya, sebab undang-undang tidak pilih kasih. Setahu ana, justru yg terjadi sebaliknya. Penerapan hukuman qishas/had atas warga saudi di negara saudi justru lebih mudah. Namun bila melibatkan warga negara lain maka urusannya lebih sulit karena harus berurusan dengan negara ybs. Bahkan ada temen ana yg pernah jadi penerjemah di mahkamah mengatakan bahwa hakim-hakim di saudi cenderung menyuruh WNI yg terlibat tindak pidana (spt tuduhan zina) untuk bertaubat saja, walaupun si WNI mengaku bhw dirinya telah berzina. Itu karena si hakim ‘wegah’ untuk memroses masalah yg birokrasinya panjang dan harus berurusan dengan negara lain spt itu. Atau mungkin karena melihat ada kemaslahatan lain pada tidak dijatuhkannya hukum had tsb, sebab Nabi pun pernah meninggalkan pelaksanaan hukuman qadzaf atas Abdullah bin Ubay bin Salul yg menyebarkan tuduhan keji atas istri beliau. Beliau juga tidak membunuh sejumlah orang yg layak dibunuh karena murtad.
ustadz…apakah dzulquwaisiroh yang mempertanyakan pepmbagian pampasan perang sewaktu perang hunain itu termasuk shahabat nabi Shalallahu’alaihi wasalam?
Apa yang dia ucapkan kepada Nabi saat itu sebenarnya menjadikannya murtad karena menuduh Nabi tidak adil. Dan ini berarti membatalkan statusnya sebagai sahabat, karena syarat seseorang dianggap sahabat ialah harus beriman kepada Nabi saat berjumpa dengannya, lalu mati dalam keadaan mukmin pula. Nah, kita tidak mendapatkan bukti bahwa si Dzulkhuwaisirah ini bertaubat dari perkataan kufurnya tadi setelah itu, sehingga dengan demikian ia tetap tidak bisa dianggap sbg sahabat secara istilah. Makanya ketika ada salah seorang sahabat (kalau ga’ salah Khalid bin Walid) mengatakan: “Ya Rasulullah, izinkan kupenggal orang munafik ini”, Rasulullah melarangnya tanpa mengingkari vonis munafik yg disematkan kepada si Dzulkhuwaisirah tsb. Beliau melarang Khalid membunuhnya dalam rangka menjaga nama baik beliau, agar tidak dianggap membunuh sahabatnya sendiri (karena memang dhahirnya ia seorang muslim, meskipun ucapannya tadi menunjukkan kemunafikan). ‘Sahabat’ di sini ialah sahabat secara bahasa, artinya orang yg menyertai beliau (tanpa memandang keyakinan). Bukan ‘sahabat’ secara istilah syar’i.
1. Pak Ustadz Abu orang yang kena hukum potong tangan adalah yang mencuri seperempat dinar atau lebih. Nah, yang saya ingin tanyakan seperempat dinar itu jika dirupiahkan jadi berapa ?
2. Kalau sesudah kasus pencurian itu tapi setelah diketahui oleh orang lain bahwa orang itu mencuri dan setelah diketahui dia mengembalikan lagi oleh si pencuri ke si pemilik atas barang yang dicuri. Apakah dia tetap dihukum had potong tangan ?
3. Bolehkah saya melihat hukum had / hudud di internet atau video yang sudah berlalu hukumannya ? Bagaimana juga apakah saya diperbolehkan utk melihat video film gorok kepala yg biasanya dilakukan oleh orang orang sadis pedalaman misalkan. (Hanya utk melihat saja, jadi tontonan saya).
4. Jika ada seseorang yang murtad, tapi dia masuk islam lagi. Ternyata setelah beberapa tahun negara kita Indonesia menegakkan hukum had, nah apakah orang-orang yang pernah murtad tadi berhak dihukum had pancung ?
5. Bagaimana dengan dosa orang yang melakukan syirik akbar oleh seorang muslim seperti menyembah jin, datang ke peramal ? Apakah dia juga berhak diberlakukan hukum had ? Hukum had apa bagi mereka ? Ataukah cukup taubat saja.
6. Bagaimana dengan orang yang meninggalkan sholat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tapi setelah itu dia taubat ? Jika dosanya itu tidak diketahui oleh orang lain apakah setelah dia taubat (mengerjakan sholat lagi), dia perlu mengutarakan dosanya itu ke hakim utk diberi hukum had ?
Ustadz Abu yang ini dibalasnya. Syukron.
Masya Allah… Anda telah memecahkan rekor sebagai pengunjung blog saya yg paling banyak bertanya. Tapi sayangnya kebanyakan pertanyaan anda tidak ada kaitannya dengan amal, alias sekedar ingin tahu saja. nah, saya tidak punya waktu menjawab pertanyaan spt itu.
1. Pak Ustadz Abu orang yang kena hukum potong tangan adalah yang mencuri seperempat dinar atau lebih. Nah, yang saya ingin tanyakan seperempat dinar itu jika dirupiahkan jadi berapa ?
2. Kalau sesudah kasus pencurian itu tapi setelah diketahui oleh orang lain bahwa orang itu mencuri dan setelah diketahui dia mengembalikan lagi oleh si pencuri ke si pemilik atas barang yang dicuri. Apakah dia tetap dihukum had potong tangan ?
3. Bolehkah saya melihat hukum had / hudud di internet atau video yang sudah berlalu hukumannya ? Bagaimana juga apakah saya diperbolehkan utk melihat video film gorok kepala yg biasanya dilakukan oleh orang orang sadis pedalaman misalkan. (Hanya utk melihat saja, jadi tontonan saya).
assalamu’alaikum warahmatullah wabarokaatuh
barokallohu fik ustad,,
ana mau nanya,,menjual boneka hukumnya apa ustad?
Jazaakalloohu khoiron
1. Ustadz Abu Hudzaifah, bukannya semua hukuman itu harus memberikan dampak bagi pelaku artinya harus merasakan sakitnya dihukum ?
2. Hukum pancung ini berlaku utk hukuman apa saja ? Apakah hukuman murtad berlaku untuk pancung ini ?
3. Kalau di Indonesia ada yang dihukum dg hukuman tembak mati ? Apakah itu sesuai dg syariat islam alias diterimakah hukuman tersebut di sisi Allah ?
4. Kalau hukuman kepala ditebas pedang sakitnya apakah sama seperti dihukum pancung seperti perkiraan Ustadz sakitnya sepersekian detik ? Hukuman apa saja yang diberlakukan utk tebas kepala dengan pedang ini ? Apakah Pak Ustadz pernah melihat langsung hukuman had tebas pedang ini ?
5. Kalau hukum potong tangan harus pakai golok tajam, tapi katanya dengar2 dipotongnya itu di rumah sakit pakai alat khusus ? Berarti itu tak pakai bius…karena harus ada dampak sakitnya. Apakah itu benar ?
6. (Misalkan) Saya tinggal di Indonesia yang tidak melaksanakan hukum Islam (had), ingin pergi ke Arab yang melaksanakan hukum had untuk melaksanakan hukum had disana atas dosa saya, apakah itu boleh ?
Maaf pertanyaannya terlalu banyak, tapi mohon dijawab pernomor ya Pak Ustadz.
Syukron,
1. Ya.
2 & 4. Pancung=tebas kepala=penggal, berlaku untuk setiap tindak pidana yg layak mendapat hukuman spt itu, baik menurut syari’at (spt hukuman atas pembunuhan dgn sengaja, hukuman penyamun, hukuman orang murtad) atau hukuman mati menurut undang-undang yg berlaku di negara tsb. Contohnya, di saudi, penyelundup narkoba juga dihukum mati dgn penggal/pancung.
3. Indonesia bukanlah negara yg menerapkan syari’at Islam. Di indonesia, pelaksanaan hukuman mati dilakukan secara tertutup dlm penjara, dan ini tidak sesuai dengan perintah syari’at agar hukuman tsb dilakukan di depan umum dlm rangka memberikan efek ‘ngeri’. Ana pernah melihat langsung 4 orang dipenggal.
5. Tidak benar itu, potong tangan di Saudi dilakukan di depan umum juga, bahkan ada kawan saya yg pernah menyaksikannya di mesjid Tan’im tempat orang ihram untuk umrah di Mekkah. Potongnya juga pakai pisau, bukan golok.
6. Bagi orang yg berbuat dosa dengan sangsi had, dan tidak terkait dengan hak orang lain (bukan kasus pembunuhan atau penganiayaan thd orang lain), contohnya orang yg terjerumus dlm zina, atau dosa mencuri, atau minum khamer, dan dalam semua kondisi tadi dosanya tidak diketahui oleh orang lain dan belum diproses di pengadilan, alias Allah masih menutupi dosa tersebut. Maka dia tidak dianjurkan menyatakan kesalahannya di depan hakim syariat agar dihukum had. Cukuplah dia bertaubat secara rahasia antara dirinya dengan Allah (ini bagi dosa zina dan minum khamer), adapun bagi dosa mencuri atau mengambil hak orang lain; maka ia harus mengembalikan hak tsb/barang curian tsb dan meminta maaf kepada korbannya.
Adapun jika Anda ingin pergi ke Arab untuk dihukum di sana, maka harus melewati birokrasi yg rumit, sebab melibatkan warga negara yg bukan saudi. Ini tidak mudah karena harus berurusan dengan pemerintah indonesia yg sekuler.
Bismillah, assalamu’alaikum warahmatullah
barokallohu fik ya ustadz,
Di masjid tempat saya terdapat beberapa ikhwah yang ditunjuk oleh DKM menjadi imam rawatib. Mayoritas jamaah adalah karyawan/ buruh yang seringkali terkena shift kerja. Dengan begitu terkadang ketika shalat jama’ah hendak ditegakkan belum ada imam yang hadir di masjid. Di antara jama’ah berinisiatif mengisi kekosongan tersebut dan maju menjadi imam. Masalahnya sebagian “imam dadakan” tadi memiliki bacaan yang tidak baik, kadang putus bacaan atau lompat ayat karena lupa dan kadang melakukan lahn jaliy.
Pertanyaannya : Bolehkah saya mendahului maju menjadi imam, atau bolehkah saya meminta kepda DKM supaya menunjuk saya menjadi badal jika ada kejadian kosong imam?
Catatan : DKM mengenal saya, bacaan saya dan ilmu tajwid saya.
Jazakallohu khaira
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Wa fiika aidhan.
Jawabannya, bukan saja boleh, tapi HARUS. Mengapa? Karena bila imam dadakan tadi tidak becus baca Al Fatihah, maka menurut Imam Nawawi (dlm Al Majmu’), shalat setiap makmum yg bacaan alfatihah-nya lebih baik dari dia jadi tidak sah dan harus mengulanginya. Terutama bila terjadi lahn jaliy, atau salah ucap lainnya yg mengubah makna (makhraj huruf yg tdk benar). Tapi kalau salah bacanya di selain al Fatihah, shalat makmum tsb tetap sah. Jadi kalau pun belum ada penunjukkan, maka antum tetap harus maju agar tidak menanggung mudharatnya.
FAHIMTU ya Ustadz
Ada pertanyaan lagi…
1) Apakah adzan wajib bagi orang yang sholat sendirian?
2) Suami dan istri berjama’ah apakah wajib adzan
3) Sering terjadi di beberapa masjid orang adzan sekaligus dia yang iqomah dan jadi imam. Bolehkah hal ini?
Jazaakalloohu khoiron
wassalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh
1-Adzan itu hukumnya fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Jadi kalau sdh ada yg adzan (di mesjid sekitar) pada awal waktu, maka tidak wajib adzan lagi. Apalagi kalau shalatnya hanya sendirian, cukup iqamah saja.
2-Tidak. cukup iqamah saja (itupun juga tidak wajib, tapi sunnah).
3-Boleh saja, bahkan kalau memang dia mumpuni dan kapabel dlm semua hal tadi, maka ini merupakan ‘panen pahala’ baginya.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.