Soal-Jawab
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Kepada ikhwan dan akhwat pengunjung Blog Abu Hudzaifah yg saya cintai…
Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas Blog ini, saya khususkan halaman ini bagi yg ingin menyampaikan ‘uneg-uneg’-nya, baik keluhan, pertanyaan, atau sekedar curhat… Semoga dengan itu semua saya jadi lebih semangat untuk menyampaikan ilmu saya kepada antum semua.
Jadi, saya tunggu partisipasi antum… Jazakumullahu khairan katsieran,
Wassalaam,
assalamu’alaikum ustadz….
Saya ingin meminta penjelasan tentang hadits
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقِ
Barang halal yang peling dibenci Allah adalah talaq (perceraian)
terimakassih
Wa’alaikumussalaam. Ala kulli haal, hadits itu didha’ifkan oleh syaikh Al Albani, dan maknanya ialah bahwa thalaq itu hukumnya makruh.
Assalaamu’alaikum,
Mohon dijelaskan tentang surat al maidah ayat 33, terkait hukuman bunuh, salib, dipotong tangan & kaki. Apakah hukum ini tergolong hukum had yang tetap berlaku atau sudah di nasakh?
Jazaakalloohu khoiron
Wa’alaikumussalaam
Itu masih berlaku dan tidak ada yg menasakhnya sejauh yg ana ketahui. wallahu a’lam.
Assalamualaikum,
pak Ustad, teman saya bertanya tentang turbah, setelah saya googling, disebutkan itu adalah potongan tanah dari Karbala, yang biasa digunakan sujud dalam sholat oleh orang Syiah. Apakah itu salah satu perilaku batil mereka? Adakah hadist2 yang menceritakan tentang turbah ini?
Sama satu lagi pak Ustad, saya ketemu juga istilah ‘hadist turbah’. Apakah hadist turbah itu? Apakah ada sangkut pautnya dengan potongan tanah Karbala tersebut?
Terimakasih atas perhatiaannya,
Jazakallahu khairan…
Wa’alaikumussalaam warahmatullah…
Betul sekali penilaian anda… itu merupakan salah satu perilaku batil kaum syi’ah dalam ‘shalat’ mereka. Yang tentu saja tidak berdasar kepada hadits shahih yg bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.. paling-paling dasarnya (kalaupun ada) adalah riwayat bohong yg dinisbatkan kepada Abu Abdillah alias Ja’far As Shadiq, yg sama sekali tidak pernah mengatakan hal tersebut.
Adapun Hadits Turbah tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini… hadits itu adalah sebuah hadits yg diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi mengatakan (yg Artinya): “Allah menciptakan turbah (bumi) pada hari sabtu… dst”. Hadits ini masih diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama. Ada yg menganggapnya shahih namun ada pula yang mengatakan bahwa itu bukan perkataan Nabi alias penisbatannya kepada Nabi dianggap tidak benar. Salah satu yg berpendapat demikian adalah Imam Bukhari, yg notabene adalah guru imam Muslim sendiri. Wallaahu a’lam bis shawab.
Assalamu’alaikum
ustadz…
Apa benar mengucapkan “Selamat Tahun Baru…. Hijriyyah” termasuk perkara yang mubah?
atau termasuk Tasyabbuh dengan orang2 kafir….
Wa’alaikumussalaam. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang hal tersebut dan beliau mengatakan: Kalau aku diucapi selamat tahun baru hijriyah, maka aku akan membalasnya, akan tetapi aku tidak akan memulainya kepada orang lain, sebab hal itu tidak dilakukan oleh para sahabat.
Akan tetapi perlu diingat bahwa kalau pun kita mengikuti pendapat yg membolehkannya, harus tanpa disertai keyakinan bahwa hal tsb merupakan amal shaleh. Kalau disertai keyakinan bahwa itu merupakan amal shaleh, maka bisa-bisa menjadi bid’ah… namun kalau sekedar ucapan selamat tahun baru Hijriyah yg berisi doa, maka tidak mengapa. Hal ini tidak termasuk tasyabbuh dengan orang kafir, karena tidak menjadi ciri khas mereka. Tasyabbuh yg dilarang adalah menyerupai orang kafir dengan mengenakan atribut, atau bertingkah laku yg menjadi ciri khas mereka. Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikukm warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, bagaimana hukum menerima warisan dalam bentuk rumah, tapi rumah tersebut masih kredit, kemudian setelah orang tuanya meninggal kreditan rumah tersebut menjadi tanggung jawab ahli waris (si anak yang menerima warisan), yang menjadi permasalahannya apakah si anak tetap melanjutkan kreditan rumah yang notabene ta’awun dalam riba, ataukah rumah tersebut harus di jual? jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Wallaahu a’lam, ana tidak tahu… tanyakan kepada ustadz yg lain (Ust. DR. Muhammad Arifin Badri, MA).
assalamualaikum ustad…
langsung saja ustad… apakah salah jika kita lebih mengutamakan lebih banyak bersyukur dari pada berdoa meminta ketika selesai sholat fardhu…..
karena saya kadang merasa takut jika meminta (meminta harta, ato kesehatan dll) tapi takutnya hartanya malah bikin sombong dll…
mohon pencerahanya…
Bersyukur dan berdoa adalah wajib secara umum. Allah berfirman:
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan jgnlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku”.
Allah juga berfirman:
وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين
Rabb kalian mengatakan: Berdoalah (mintalah) kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian. Sesungguhnya orang-orang yg sombong untuk beribadah (berdoa) kepada-Ku kelak akan masuk ke Jahannam dalam keadaan terhina.
Jadi, seimbangkan antara berdoa dan bersyukur… dan mintalah kepada Allah agar harta dan kesehatan tersebut dapat menolong kita dalam beribadah kepada-Nya, dan tidak melalaikan kita dari Allah.
Assalaamu’alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh,
Barakalloohufiika. Ustadz kebetulan saya diajak oleh seseorang produsen sari kurma untuk membiayai usahanya yang sedang berkembang.
Yang saya ingin tanyakan:
1. Jual beli bahan kurma yang selama ini berlangsung pada usaha mereka adalah dia membeli kurma dari distributor kurma dengan ‘nunggak’ (pembayaran tempo) 2 minggu. Apakah ini dibenarkan oleh syari’at? Karena saya pernah membaca hadits bahwa apabila dua barang yang masuk komoditi riba dijual belikan maka harus kontan.
2. Apakah sari kurma ini sama statusnya dengan kurma itu sendiri? Ketika memang statusnya adalah sama, maka cara penjualan kepada pembeli akan sama dengan jawaban no. 1. Sementara itu selama ini cara penjualan sari kurma kebanyakan dengan tempo.
Untuk ustadz ketahui bahwa kebanyakan sari kurma yang beredar di Indonesia tidak murni sarinya kurma tetapi ada campuran zat lain yakni glukosa & fluktosa yang fungsinya sebagai pemanis sekaligus juga sebagai pengawet agar tidak mudah terjadi vermentasi. Tetapi jumlah campurannya saya tidak tahu prosentasenya.
Mohon penjelasan masalah ini. Jazaakallooh khairan katsiira.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Wa fiika baarakallaah.
Jika bertolak dari pendapat yg mengatakan bahwa mata uang adalah bentuk lain dari Dinar dan Dirham (emas dan perak) yg di zaman Nabi sebagai alat tukar menukar; maka jelas kita tidak boleh membeli kurma dengan cara tempo, karena nash haditsnya mengatakan:
وإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدا بيد
jika jenis barang2 ribawi tsb berbeda, maka juallah dengan harga semau kalian asalkan kontan (HR. Muslim no 1587).
Dan hadits tersebut menyebutkan kurma, emas, dan perak secara nash. Jadi, harus kontan.
Adapun sari korma tidak termasuk barang ribawi, jadi boleh saja dijual belikan secara tempo. Akan tetapi harus diberitahukan komposisi sebenarnya, jika tidak maka termasuk dalam penipuan (ghisy) yg diharamkan karena seakan-akan menjual sari kurma murni padahal memakai campuran.
Assalamu’alaikum ustadz Hudzaifah,
Terkait dengan tasyayyu’, saya ingin berdiskusi dengan ustadz. Didalam ilmu hadits, apakah benar hadits yg ada perawi seorg yg tertuduh tasyayyu’ dapat kita terima secara mutlak bila haditsnya tidak mendukung bid’ahnya?
Dan apakah benar Abdurrazzaq bin Hammam adalah tasyayyu’? Sebab saya melihat riwayat2 dari beliau banyak dipakai oleh Bukhari-Muslim bahkan Ahmad bin Hanbal menta’dil beliau.
Wa’alaikumussalaam warahmatullah… ahlan bik.
Memang benar, itulah salah satu sikap adil dan obyektif ahlussunnah dalam menerima hadits. Selama perawi yg bersangkutan ‘hanya’ tersangka bertasyayyu’ (yg definisinya adalah mengutamakan Ali di atas Utsman namun tetap mendahulukan Abu Bakar dan Umar diatas Ali), maka selama hadits yg diriwayatkannya tidak mendukung bid’ahnya, dan orang tersebut bukan da’i kepada tasyayyu’ serta hafalannya tidak lemah; maka haditsnya bisa diterima. Namun bila perawi itu hafalannya lemah, maka harus dicari mutaba’ah (riwayat dari jalur lain yg menguatkan riwayat perawi ybs) sampai kita yakin bahwa si perawi tidak keliru dalam meriwayatkan hadits.
Adapun Abdurrazzaq bin Hammam memang terduga bersikap tasyayyu’ akan tetapi dalam taraf ringan… yakni sekedar tidak menyukai pihak-pihak yg memerangi Ali bin Abi Thalib. Pun demikian, ulama di mata ahlussunnah tidaklah ma’shum… walaupun sekelas Abdurrazzaq bin Hammam !! karenanya, ketika Abdurrazzaq mengucapkan kata-kata yg tidak layak kepada Umar bin Khatthab, beliau dikritik habis oleh Imam Dzahabi (jika antum bisa bahasa arab, silakan membaca penjelasan singkat yg cukup ilmiah ttg Abdurrazzaq bin Hammam di sini).
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Ustadz mau nanya..
benarkah ayat2 dlm alquran hanya boleh diartikan scra harfiah? apkah boleh diartikan scara majas/perumpamaan?
Contoh: Allah mggulung bumi dg Tangan Kanannya.
mohon penjelasannya ustadz
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Untuk mengartikan ayat-ayat dlm Al Qur’an, kita harus merujuk kepada tafsir-tafsir yg mu’tabar, yg ditulis oleh ulama-ulama ahlussunnah. Dan bila ayat itu berkaitan dengan sifat-sifat Allah, maka harus lebih teliti lagi, sebab banyak dari kalangan ahli tafsir yg akidahnya tercemari faham Asy’ariyah yg menakwilkan sifat-sifat Allah.
Jadi, yg diterjemahkan bukanlah ayat itu secara harfiyah, tapi makna keseluruhan/ tafsir dari ayat tersebut. Mengapa demikian? Sebab uslub bahasa Arab jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, sehingga tidak mungkin bisa diterjemahkan kata-per kata… apa lagi mengingat banyaknya makna yg dikandung oleh satu kata dlm bahasa Arab, dan itu berbeda-beda sesuai dengan i’rab dan konteks-nya (siyaq-nya) dlm ayat… contohnya kata “Maa” yg memiliki sepuluh makna… dll.
Adapun majaz (majas), tidak ada dalam alqur’an maupun hadits… sebab salah satu sifat majas adalah boleh didustakan/diingkari. Misal: “Bung Karno terbang ke Singapura kemarin”, ini adalah majas (dlm bahasa indonesia). Saya boleh saja mengatakan: Ah tidak, dia tidak terbang (karena manusia memang tidak bisa terbang), tapi dia naik pesawat kok !
Adapun ayat-ayat yg ada dalam Al Qur’an adalah hakiki bukan majas, tapi maknanya sesuai dengan konteks. Dan ayat yg anda tanyakan inipun maknanya hakiki.. karena sikap ahlussunnah ttg sifat-sifat Allah ialah menetapkan sifat tsb apa adanya tanpa menakwilkan, menolak, menyerupakan, maupun menanyakan ‘bagaimana hakikatnya’. Kan Allah maha kuasa atas segala sesuatu… jadi Allah benar-benar akan melipat langit-langit dengan tangan kanan-Nya dan menggenggam bumi di hari Kiamat (ini yg saya tahu, adapun menggulung bumi dgn tangan Kanan-Nya saya tidak tahu apa dalilnya… mungkin maksud anda adalah apa yg saya katakan namun salah tulis ya?). Demikian, wallaahu a’lam. (silakan baca artikel saya yg berjudul: Cara mudah memahami asma’ was sifat).
assalamu’alaikum,
ustadz… apakah orang yang nama belakangnya syechbubakar itu selalu dari kalangan Syiah?
Wa’alaikumussalaam… Nggak mesti syi’ah sih, itu kan salah satu marga di kalangan ‘alawiyyin atau haba-ib. Biasanya mereka sufi sebagaimana mayoritas alawiyyin lainnya (assegaf, aljufri, syihab, alhabsyi, alhaddar, dll).
Assalamua’laikum warohmatulloh wabarokatuh….
Barakallohu Fik..
Ustadz mau tanya, ana tinggal didekat mesjid…kira2 jaraknya 100 meter lebih dr rumah ana, mesjid itu menggunakan AC kalo gak salah 4 buah dan ruangannya ga terlalu besar, nah kalo sholat fajar itu..dingin sekali, pernah ana sampai menggigil…jadi waktu sholat tdk begitu fokus….apakh ana boleh sholat dirumah…(ana baru pindah dilingkungan tersebut sekitar 3 bulan)..Jazakallohu Khoir..
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh… Wa fiika baarakallaah.
Biarlah ibnu Mas’ud yang menjawab pertanyaan antum:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ تَعَالَى غَدًا مُسْلِمًا، فَلْيُحَافِظْ عَلَى هٰؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ، فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ سُنَنَ الْهُدَى، وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّيْ هٰذَا الْمُتَخَلِّفُ فِيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ، وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بهِ، يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ. رواه مسلم
وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى؛ وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِيْ يُؤَذَّنُ فِيْهِ
“Barang siapa ingin berjumpa Allah kelak sebagai seorang muslim, hendaklah dia rutin melakukan shalat berjamaah setiap mendengar panggilan shalat. Allah mensyari’atkan hukum-hukum agama kepada Nabi kalian yang di antaranya adalah shalat berjamaah. Andaikata kalian mengerjakan shalat sendirian di rumah seperti yang dilakukan orang ini, maka sesungguhnya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Kalau kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, sesungguhnya kalian telah tersesat. Sungguh aku masih ingat ketika itu, tak ada yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya. Sungguh ketika itu seseorang (yang sakit) dibawa ke masjid, dipapah di antara dua orang laki-laki sampai diberdirikan dalam shaf.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, beliau berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan ajaran-ajaran agama kepada kita. Dan, di antara ajaran-ajaran agama itu adalah mengerjakan shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di situ.”
Dalam hadits lainnya, Seorang buta mengeluh kepada Nabi bahwa ia tidak punya seseorang yang menuntunnya ke mesjid. Mak ia minta keringanan kepada Nabi agar dibolehkan shalat di rumah, akan tetapi Nabi tetap menyuruhnya shalat di mesjid (HR. Muslim).
Solusinya, antum pakai jaket ketika shalat fajar… atau minta kpd pengurus mesjid agar mengecilkan AC-nya.
Jazakallahu khair atas jawabannya ustadz..
Ustadz ana mau tanya lagi….bagaimana kita melawan rasa malas dalam belajar bahasa arab..? ana udah mustawa tsani….tp akhir2 ini jd malas…(pelajaran jg semakin sulit), minta nasehatnya ustadz…disamping itu kurang murojaah karna tiap hari kantor..
Wa iyyaak..
Rasa malas biasanya muncul karena kurangnya motivasi dan harapan untuk bisa berhasil. Cobalah antum benahi motivasi antum dan munculkan sikap percaya diri (tetap berusaha tapi jangan lupa berdoa dan tawakkal). Coba bayangkan jika antum bisa menguasai bahasa Arab… antum akan lebih mudah memahami kalamullah dan hadits Rasulullah… mudah mentadabburi ayat-ayat al Qur’an ketika shalat maupun mengaji biasa… bisa merujuk langsung ke kitab-kitab para ulama tanpa harus baca terjemahan (yg sering kali tidak akurat)… dan segudang kebaikan dunia dan akhirat lainnya. Ingat, bahwa bahasa Arab adalah bahasa terbaik di dunia, karenanya Allah memilihnya menjadi bahasa wahyu terakhir dan terbaik-Nya, yg diturunkan kepada Rasul terakhir dan terbaik-Nya… bahasa Arab adalah bahasa yg sangat bisa dipelajari dan lebih mudah dari banyak bahasa lainnya di dunia. Bandingkan dengan bahasa mandarin atau bahasa jepang yg tersusun dari ratusan aksara… kalaulah banyak dari kaum muslimin yg berusaha untuk menguasai kedua bahasa tadi demi kesejahteraan dunia yg hanya sejenak ini… maka apakah tidak sepantasnya dan seharusnya ia menguasai bahasa pemersatu Islam… bahasa Al Qur’an… bahasa Rasulullah tercinta… dan bahasa para sahabat, tabi’in, dan para ulama yg mulia??? Padahal ia hanya terdiri dari 29 huruf yg sangat simpel bentuknya… sangat mudah dihafal dan ditulis… dan sangat besar manfaatnya bagi dunia dan akhirat kita! cobalah kita renungkan ini dan kita jadikan sebagai motivasi dalam mempelajarinya… semoga bermanfaat, dan jangan lupa untuk terus berdoa.
ustadz mau menambahkan rasa keingintahuan saya, mengapa beberapa ulama sampai ada yang bersikap tasyayyu’, kepada ali bin abi thalib? padahal sahabat2 yang lain juga memiliki keutamaan?
Tasyayyu’ baru muncul setelah Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib menjabat khalifah dan terjadi konflik antara beliau dengan Mu’awiyah dkk yang tidak mau berbaiat sebelum para pembunuh Utsman diadili. Sehingga dengan demikian, terjadilah perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sebagian berpihak kepada Mu’awiyah, dan sebagian berpihak kepada Ali; dan Ahlusunnah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan para pendukungnya lebih dekat kepada kebenaran daripada Mu’awiyah dan para pendukungnya. Sebab Nabi mengatakan bahwa kaum khawarij akan muncul ketika terjadi perpecahan di antara umat, dan mereka akan diperangi oleh pihak yg paling berhak (dlm riwayat lain: paling dekat) terhadap kebenaran (Muttafaq ‘alaih). Dan ternyata Ali lah yg memerangi mereka di Nahrawan.
Ala kulli haal, Jelas bahwa keutamaan Ali bin Abi Thalib di mata mayoritas kaum muslimin secara umum, dan Ahlussunnah secara khusus, adalah jauh di atas Mu’awiyah (radhiyallaahu ‘anhuma ajma’in), dan itu dari banyak sisi. Karenanya, wajar jika banyak para ulama yg bersikap tasyayyu’ (membela Ali). Apalagi jika mereka berasal dari Irak yg tak lain adalah pusat kekhalifahan Ali. Pun demikian, tasyayyu’ masih terbagi menjadi dua: ringan dan berat. Tasyayyu’ ringan artinya sekedar mengunggulkan Ali di atas Utsman, namun tetap menganggap Abu Bakar dan Umar lebih mulia darinya. Atau sikap mencintai Ali yg agak berlebihan dan membenci orang-orang yg memeranginya. Adapun tasyayyu’ yg berat ialah bila pengunggulan tsb disertai kritikan thd lawan-lawannya, seperti mengritik Utsman, Thalhah, Zubeir, Aisyah, Mu’awiyah, dan Amru bin Ash; karena mereka terlibat konflik dengan Ali. Sedangkan bila mengunggulkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, maka namanya bukan tasyayyu’ lagi, tapi Rafdh (orangnya disebut rafidhi). Dan bila disertai kritikan thd Abu Bakar dan Umar, maka inilah yg disebut ghuluw fir rafdh (rafidhi kelas berat). Para Ahli hadits pun mengklasifikasikan perawi2 yg diindikasikan syi’ah dlm keempat tingkatan tadi… jadi ada yg tasyayyu’ ringan, ada yg berat, ada yg rafidhi, dan ada yg rafidhi berat.
Jadi, yg kadang dianut oleh sebagian ulama salaf ialah tasyayyu’ yg ringan… seperti yg dialami oleh Al Hakim, dan alasannya karena beliau banyak meriwayatkan hadits-hadits yg sangat lemah/palsu ttg kemuliaan Ali, namun tidak meriwayatkan apa-apa ttg Mu’awiyah dan Amru bin Ash. ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab: Aku tidak sampai hati untuk melakukannya. Dan dalam kitab Al Mustadrak, beliau menyebutkan hadits-hadits ttg keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Utsman terlebih dahulu, baru ttg keutamaan Ali. beliau juga menyebutkan hadits-hadits lainnya ttg keutamaan Thalhah, Zubeir, dan Aisyah. Jadi, tasyayyu’ beliau masih dianggap ringan dan tidak menodai akidah beliau. Demikian pula tasyayyu’ yg -konon- dinisbatkan kepada Imam Nasa’i, sebab beliau menyusun kitab yg berjudul: Khasa-isu Ali (keutamaan khusus Ali).
Jadi, tasyayyu’ mereka jauh berbeda dgn tasyayyu’ orang zaman ini, yang identik dengan rafdh. Wallahu a’lam.
ada seorang yang bertanya nitip ini ditanyakan dr kitab2 sunni,..
“Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barangsiapa menolaknya maka ia KAFIR”
Ibn Al-Maghazali, 129; Yanabiul Mawadah, 233; …Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 5/37; Al-Khawarizmi, 235
“Ali adalah Shadiqul Akbar (orang yg paling benar)”
Al-Bayhaqi, 4/35; Kanzul Umal, 7/176; Al-Jami’ olh Al-Suyuti, 2/276; Ibn Al-Maghazali, 93.
“Ali adalah Pembeda (AL FARUQ) antara Haq dan Bathil”
Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/132; Musnad Ahmad, 1/331; Yanabiul Mawadah, 92.
“Pembawa bendera ku di dunia dan akhirat adalah Ali.”
Kanzul Umal, 6/122; Al-Tabari, 2/201; Al-Khawarizmi, 250; Al-Fadha’il olh Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 42/200.
“Tuhan-ku telah memerintahkan aku ,menutup semua pinti kecuali pintu Ali.”
Al-Khasa’is of Al-Nisa’i, 13; Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/125; Al-Tirmidzi, 13/173; Al-Bayhaqi, 7/65; Yanabiul Mawadah, 282; Musnad Ahmad, 4/369; Ibn Al-Maghazali, 245; Yanabiul Mawadah, 126
“Suara akan terdengar pada hari kiamat; “Wahai Muhammad, terpujilah atas ayahmu dan ibrahim dan saudaramu Ali’.”
Al-Fadha’il, Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 67; Al-Khawarizmi, 83; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/201.
“Setiap Nabi memiliki pelaksana dan pewaris, dan pelaksana dan pewarisku adalah Ali”
Kanzul Umal, 6/158; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 11/173; Shawahidul Tanzil, 2/223; Yanabiul Al-Mawadah, 94
“Ya Allah, jangan kau matikan aku sampai Engkau tunjukkan wajah Ali kepadaku”
Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/201; Al-Fadha’il, Ahmad, 253; Ibn Al-Maghazali, 67; Akhtab Khawarizm, 83.
“Aku dan Ali diciptakan dari satu pohon yang sama”
Tirmidzi, 13/178; Ibn Al-Maghazali, 122; Asadul Ghaba, 4/26; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/216
“Paling berilmunya (‘a’lam) manusia setelahku, (yaitu) Ali.”
Manaqib Al-Imam Ali Ibn Abi TAlib (as), Ibn Al-Maghazali As-Syafi’i
“Hiasi (perindah) majlismu dengan menyebut nama Ali”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/109; Musnad Ahmad, 4/368, 5/419; Al-Khasa’is of Al-Nisa”I 9; Ibn Al-Maghazali, 16; Al-Manaqib, Akhtab Khawarizm, 94; Tarikh Baghdad of Al-Khatib Al-Baghdadi, 8/290.
“Orang paling bijaksana dalam umatku adalah Ali”
Ibn Al-Maghazali, 70; Arjah Al-Matalib, 544.
“Aku adalah pemebri peringatan, dan pembimbing (penunjuk jalan) setelahku adalah Ali.”
Musnad Ahmad, 1/151; Al-Tirmidzi, 2/135; Al-Khasa’is , Al-Nisa’i, 20; Kanzul Umal, 1/247; Ibn Al-Maghazali, 222.
“Pembebas dari api neraka melalui kecintaan kepada Ali”
Mustadrak Al-Sahihain of Al-Hakim Al-Naisaburi, 2/241; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 6/851; Akhtab Khawarizm, 86; Ibn Al-Maghazali, 90.
“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai Mawla (pemimpin), maka Ali adalah Mawla-nya”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/129; Kanzul Umal, 6/157; Al-Dilmi.
“Tidak ada orang yang sepadan dengan Fathimah jika Allah tidak menciptakan Ali”
Hilyatul Awliya’, 1/34; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/177; Ibn Al-Maghazali, 242; Al-Khawarizmi, 42; Yanabiul Mawadah, 112.
“Barangsiapa meyakini dan mempercayaiku, maka BERWILAYAH-lah kepada Ali”
Al-Jami’, Al-Suyuti, 1/230; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/168; Tarikh Baghdad olh Al-Khatib Al-Baghdadi, 1/316; Ibn Al-Maghazali, 49; Yanabiul Mawadah, 266.
“Yang pertama mencapai Telaga Haud adalah yang pertama menerima islam; (yaitu) Ali”
Kanzul Umal, 6/154; Al-Tabarani, 5/32; Al-Riyadh Al-Nadhra, 1/165; Dhaka’ir Al-’Aqi, 65; Ibn Al-Maghazali, 230.
“Tidak ada yang dapat melewati Shirat kecuali dengan menerima Wilayah Ali”
Ibn Al-Maghazali, 15; Al-Isti’ab, 2/457.
“Orang yang paling sengsara dari awal sampai akhir adalah pembunuh Ali”
Mustadrak Al-Sahihain, Al-Hakim Al-Naisaburi, 3 / 141, Musnad Ahmad., 4 / 263, Al-Khasa’is dari 39 Al-Nisa’i; Al-Tabari, 2 / 408; Kanzul Umal, 5 / 58
“Ada sebuah pohon di surga yang disebut Thuba. “Pusat akarnya” terletak di rumah Ali, dan cabangnya adalah Ali”
Mustadrak Al-Sahihain Al-Hakim Al-Naisaburi, 3 / 109, Musnad Ahmad, 4 / 370, Al-Khasa’is dari. Al- Nisa’i, 25; Al-Tirmidzi, Al-Tabrani.
“Tanganku dan Tangan Ali adalah sama dalam Keadilan.”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/14; Al-Thabari, 2/272; Al-Tirmidzi, 2/299; Ibn Al-Maghazali.
“Ali adalah saudaraku di dunia dan akhirat”
Yanabiul Mawadah, 57 & 61; Ibn Al-Maghazali, 37
“Kedudukan Ali disisiku sebagaimana Harun disisi Musa”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 3/137; Ibn Al-Maghazali, 65, 104; Al-Tabarani; Hilyatul-Awliya’, 1/63; Akhtab Khawarizm, 229.
“Ali berhak atas umat ini, seperti hak ayah atas anaknya.”
Muslim, 2 / 361, Al-Tirmidzi, 2 / 299, Al-Hakim, 3 / 130 ; Ahmad Musnad, 3 / 198, Al-Nisa’i, 7; Asadul-Ghaba, 3 / 40.
“Tidak ada pedang kecuali Dzul Fiqar, dan tidak ada pemuda kecuali Ali”
Mustadrak Al-Sahihain olh Al-Hakim Al-Naisaburi, 2/385; Sunan Al-Bayhaqi, 3/376; Ibn Al-Maghazali, 197; Al-Tabari, 2/514; Al-Riyadh Al-Nadhra, 2/190.
Rasulullah saw
bersabda : “Aku dan Ali berada
dalam satu cahaya empat belas
ribu tahun sebelum Adam
diciptakan. Pada saat Allah
…menciptakan Adam cahaya
tersebut ditempatkan pada tulang
sulbinya, dimana keduanya masih
bersatu dalam satu cahaya, hingga
terpisah pada Abdul muthalib
maka pada diriku tertanam cahaya
kenabian dan pada diri Ali
terdapat cahaya kekhalifahan”
Saya benar2 bingung ustdaz mohon pencerahan dari ustdaz..
90 % dari riwayat tersebut adalah batil, baik secara sanad maupun matan. Antum jgn bingung karena yg menukil menisbatkannya kepada kitab-kitab karya ulama Ahlussunnah tadi. Perlu antum ketahui bahwa semua kitab tadi (selain Shahih Muslim dan Mustadrak Al Hakim) adalah kitab yg ditulis untuk mengumpulkan ‘apa saja’ tanpa diseleksi (itupun kalau benar bhw semua hadits tadi ada dlm kitab-kitab tsb, karena ana ga’ punya waktu untuk mencari nash haditsnya dlm bahasa Arab, lalu menelitinya satu-persatu… kalau teksnya dlm bhs indo kan susah mengklarifikasinya?).
Jadi, adanya suatu hadits dlm salah satu kitab tsb tidak memiliki kelebihan apa pun, dan tidak berarti bahwa Ahlussunnah meyakini kebenarannya… SAMA SEKALI TIDAK. Adapun kitab Mustadrak Al Hakim, terkenal banyak memuat hadits-hadits yg lemah dan sangat lemah, bahkan banyak pula yg palsu (maudhu’). Menurut Imam Dzahabi, jumlahnya lebih dari seperempat total isi kitab. Lagi pula, Al Hakim terkenal sangat gampang menshahihkan hadits, dan kitab itu setelah beliau tulis belum sempat beliau koreksi lagi hingga selesai, karena beliau keburu wafat. karenanya, banyak pengesahan hadits beliau yg tidak diterima oleh para ulama setelahnya. Selain itu, beliau juga memiliki kecenderungan lebih kepada Ali bin Abi Thalib,yg oleh para ulama dikenal dgn istilah tasyayyu’. Meskipun tidak berat, kecenderungan ini tetap menjadi pertimbangan dalam menghukumi hadits-hadits yg diriwayatkannya. Kalau hadits tsb berkenaan dgn keutamaan Ali, maka para ulama tidak serta-merta menerimanya sampai ada ahli hadits lain (yg tidak berfaham tasyayyu’) yg meriwayatkan hadits serupa dari selain jalur Al Hakim….
kalau Antum ingin jawaban pasti akan hadits tsb satu-persatu, maka mohon sertakan nash Arabnya… ana tidak bisa menerima dlm bentuk terjemahan, karena sangat sulit diklarifikasi. Apa lagi ana tidak tahu siapa yg nerjemahkan… mungkin saja ia ngawur, atau salah faham, atau yg lainnya…
Tapi, berikut ini adalah derajat dari beberapa hadits ttg Ali dari yg antum tanyakan:
Pertama:
أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي
Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja, tidak ada nabi setelahku (HR. Muslim no 2404). Menurut Al Qadhi Iyadh, hadits ini hanya menunjukkan ttg keutamaan Ali, tidak ada sangkut pautnya dengan masalah khilafah, bahkan tidak menunjukkan bahwa Ali lebih afdhal dari sahabat lainnya atau seperti sahabat lainnya. Sebab Nabi mengatakan hal tsb kepadanya ketika mengangkatnya sebagai wakil beliau di Madinah saat beliau berangkat ke Tabuk. Hal ini menjadi lebih jelas dengan melihat titik persamaan antara Ali dan Nabi Harun AS, karena Harun tidak menjadi khalifah setelah wafatnya Musa AS, bahkan Nabi Harun AS telah wafat sekitar 40 tahun sebelum Nabi Musa wafat (lihat Syarh Nawawi atas Shahih Muslim).
Jadi, titik persamaannya ialah karena Ali yg paling dekat nasabnya kepada Nabi, sebagaimana kedekatan nasab Harun dgn Musa yg tak lain adalah saudaranya sendiri.
Kedua: hadits (من كنت مولاه فعلي مولاه) Barangsiapa yg menjadikanku sebagai maula-nya, maka Ali adalah maula-nya. Maknanya ialah siapa yg berwala’ (loyal, mencintai, membela, dst) kepada Nabi, maka dia harus juga bersikap seperti itu kepada Ali. Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, dan Ini juga berlaku bagi setiap orang beriman, karena Allah berfirman (إنما وليكم الله ورسوله والذين آمنوا… الآية) Wali kalian (yakni pihak yg kalian harus berwala’ kepadanya) tak lain adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yg beriman… dst (Al Maidah: 55). Jadi, kita harus berwala’ kepada Allah, Rasul-Nya dan setiap orang beriman. Makin besar ketakwaan seseorang kepada Allah, maka wala’ yg kita berikan semakin besar pula. Demikian pula sebaliknya. Jadi, sama sekali tidak menunjukkan bhw ALi lebih afdhal dari Abu Bakr, Umar, dan Utsman.
ketiga: hadits ttg semua pintu ditutup kecuali pintu Ali, adalah hadits palsu rekayasa kaum rafidhah sebagaimana kata Ibnu Taimiyyah dlm Minhajus Sunnah. Padahal yg shahih ialah ketika Nabi sakit menjelang wafat, beliau menyuruh agar semua pintu menuju mesjid ditutup, kecuali pintunya Abu Bakar (ini dlm shahihain).
Adapun hadits-hadits berikut maka semuanya MAUDHU’ (palsu/bohong/dusta):
-“Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barangsiapa menolaknya maka ia KAFIR”
-“Ali adalah Shadiqul Akbar (orang yg paling benar)”
-“Ali adalah Pembeda (AL FARUQ) antara Haq dan Bathil”
-“Pembawa bendera ku di dunia dan akhirat adalah Ali.”
-“Pembebas dari api neraka melalui kecintaan kepada Ali”
-“Tidak ada yang dapat melewati Shirat kecuali dengan menerima Wilayah Ali”
-“Ada sebuah pohon di surga yang disebut Thuba. “Pusat akarnya” terletak di rumah Ali, dan cabangnya adalah Ali”
-“Tidak ada pedang kecuali Dzul Fiqar, dan tidak ada pemuda kecuali Ali”
-“Tanganku dan Tangan Ali adalah sama dalam Keadilan.”
-“Aku dan Ali berada dalam satu cahaya empat belas ribu tahun sebelum Adam diciptakan. Pada saat Allah menciptakan Adam cahaya tersebut ditempatkan pada tulang sulbinya, dimana keduanya masih bersatu dalam satu cahaya, hingga terpisah pada Abdul muthalib
maka pada diriku tertanam cahaya kenabian dan pada diri Ali terdapat cahaya kekhalifahan”
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh..
Ustadz saya mohon bantuannya..
ini ada pendapat spt ini dengan rujukannya, ” “Ali berhak atas umat ini, seperti hak ayah atas anaknya.”
Muslim, 2 / 361, Al-Tirmidzi, 2 / 299, Al-Hakim, 3 / 130 ; Ahmad Musnad, 3 / 198, Al-Nisa’i, 7; Asadul-Ghaba, 3 / 40.
Banyak riwayat yg menyetarakan bahwa dengan mencintai Imam Ali as berarti mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Benarkah ini ustadz mohon pencerahannya..
Mohon sertakan teks arabnya, karena saya tidak bisa mencari hadits dlm bahasa indonesia dari rujukan yg berbahasa Arab. Sekedar mencantumkan nomor jilid dan halaman sama sekali tidak cukup, karena cetakan kitab hadits beda-beda, dan saya tidak tahu cetakan yg mana itu?… saya juga tidak menemukannya dlm shahih muslim.
Ala kulli haal, ahlussunnah tidak pernah memusuhi Ali bin Abi Thalib maupun Ahlul Bait Rasulullah, bahkan merekalah sesungguhnya yang paling mencintai Ali dan Ahlul Bait Rasulullah, namun tidak bersikap ghuluw (ekstrim), dan tidak menempatkan mereka bukan pada tempatnya. Kalau kita mencintai Rasulullah, maka konsekuensinya ialah harus mencintai semua yg dicintai Rasulullah, yaitu para sahabat beliau, istri-istri beliau dan setiap ajaran (sunnah) beliau. Terkait dengan para sahabat, Ahlussunnah meyakini bhw keutamaan para sahabat tidaklah sama setiap orangnya, namun urutannya adalah:
1-Abu Bakar Ash Shiddiq,
2-Umar bin Khatthab,
3-Utsman bin ‘Affan, dan
4-Ali bin Abi Thalib,
lalu 6 orang yg tersisa dari sepuluh orang yg dijamin masuk Surga (Thalhah, Zubeir, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Sa’id bin Zaid).
lalu selain mereka dari kalangan Ahli Badar (yg ikut serta dlm perang badar) jumlah total mereka sekitar 314 orang.
lalu selain mereka dari kalangan Ahli Bai’atur Ridhwan (yg berbai’at di bawah pohon) yg jumlahnya sekitar 1400 orang.
lalu selain mereka dari kalangan Muhajirin, kemudian yg selain mereka dari kalangan Anshar, dan yang terakhir ialah yg selain dari mereka semua dari kalangan para sahabat yg belum disebutkan.
Ini urutan wala’ kita kepada para sahabat secara umum menurut Ahlussunnah wal Jama’ah.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ustadz saya mencari di internet tentang cara jama’ah ber 2 (MAKMUM + IMAM), tapi di internet itu ada 2. Yg pertama disamping imam dan kedua aagak ke belakang. Kalau saya sih setuju di samping Imam, ini sudah saya tanyakan pada teman2 dan Ustadz Aris Munandar. Tapi setiap saya sholat jama’ah cuman ber-2, bapak-bapak yang mau jadi imam kadang ngeyel dan bilang bahwa shofnya agak ke belakang, padahl jika agak ke belakang shaf akan putus. Siapakah yg salah ustadz? jika saya salah sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika saya benar bagaimana saya bisa menyanggah perkataan bapak-bapak itu yang ngeyel jika dibilangi shafnya itu bersampingan?
Syukron, jazakallah khoir
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh. Memang ada dua, mayoritas ulama mengatakan cukup berdiri di samping kanan imam sebagaimana dalam hadits Anas, Jabir, dan Ibnu Abbas yg semuanya diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim. Sedangkan Imam Nawawi dalam Majmu’-nya mengatakan: Ulama kami (syafi’iyyah) menganjurkan agar si makmum agak mundur dikit (tidak persis sejajar dengan imam). Akan tetapi hal ini tidak ada dalilnya selain hanya pendapat ulama saja. Oleh karena itu, tetap yg lebih rajih ialah berada sejajar dengan imam di sebelah kanannya jika hanya berdua, sesuai dengan dhahir hadits. Pun demikian, masalah ini hendaknya jangan terlalu dianggap besar sehingga mengganggu kekhusyu’an shalat antum. kalau bapak tsb ngeyel ya sudah, barang kali dia mantapnya kalau mundur dikit dan kalau ga’ mundur malah shalatnya ga’ khusyu’ bagi dia, ya sudah biarkan saja… Antum tidak dosa dalam hal ini.
NB: Jangan mengatakan aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, cukup kepada Allah saja karena Rasulullah telah wafat. Allah juga tidak menyuruh kita untuk bertaubat kepada Rasul-Nya, tapi mengatakan: (وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون) “Wahai sekalian kaum mukminin, bertaubatlah kalian seluruhnya KEPADA ALLAH agar kalian beruntung (an Nur: 31).
Sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah. maaf atas kebodohan saya ustadz. ‘Afwan
Ghafarallaahu lanaa… (semoga Allah mengampuni kita semua).
Assalaamu’alaykum
Ustadz, ada yang ga ana ngerti.
1. Ana ingin tanya: Jika negara A [negara mayoritas muslim] dan negara B [negara kafir] yang zhalim [suka menyerang negara2 mayoritas berpenduduk muslim yang lain selain negara A] dan tidak ada perjanjian damai [antara negara A dan negara B] maka apakah boleh bagi sekelompok orang di negara A diam2 -tanpa pengumuman perang- menyerang tempat2 tertentu di negara B dan dengan sengaja menewaskan warga SIPIL nya. Apakah hal ini dilarang? Jika dilarang, apa alasannya?
2. Bagaimana jika yang diserang hanya MILITERnya saja [misal: Pangkalan militer, dll] dan Pusat2 kekuatan ekonomi [misal: kilang minyak, dll] negara B saja -walaupun didalamnya terdapat warga sipil-? Apakah ini dibolehkan dalam islam jika kondisinya seperti yang ana sebutkan diatas -yakni tidak ada perjanjian damai-? Apakah ini dilarang? Jika ya, apa alasannya?
3. Dalam kondisi perang bolehkah kita membunh warga sipil? Warga sipil yang ana maksud adalah laki2 MUDA-baligh [bukan yang udah tua] yang diduga kuat tidak ikut berperang? Jika dilarang, apa alasannya?
4. Ana ingin baca buku [kalau bisa yang bahasa Arab saja] yang khusus ditulis oleh kalangan Ahlussunnah untuk membantah Organisasi Al-Qaedah beserta pemikiran2 di organisasi tersebut. Buku apa yang antum rekomendasikan dalam hal ini?
Sekian. Terima kasih…
Wa’alaikumussalaam.
Perlu diketahui, bahwa jika penyerangan tsb dengan dalih ‘jihad’, maka kita harus tahu bahwa ‘jihad’ adalah ibadah, dan setiap ibadah tidak akan menjadi syar’i kecuali setelah terpenuhi syarat-syaratnya, termasuk jihad. Tapi kalau tidak dengan alasan ‘jihad’, maka itu adalah kezhaliman dan tindak aniaya terhadap pihak yang tidak bersalah.
Tentunya mereka melakukan dalam rangka ‘jihad’, karenanya, ana ingin mengoreksi pemahaman keliru tentang jihad yg banyak beredar akhir-akhir ini. Perlu kita ketahui bahwa jihad adalah wasilah, bukan ghaayah. Jihad disyariatkan bukan untuk menghapus kekafiran, membunuh orang kafir, merugikan mereka… bukan. Jihad tujuannya ialah mempertahankan eksistensi Islam dan kaum muslimin, menghapus kemusyrikan, memurnikan tauhid, dan meninggikan kalimat Allah. Buktinya, jika Ahlul Kitab bersedia membayar jizyah dan tunduk kpd kaum muslimin, maka mereka tidak boleh diperangi, berarti tujuan jihad bukanlah menghapus segala bentuk kekafiran, namun sekedar merendahkan kekafiran dan orang kafir, serta meninggikan agama Allah (lihat: At Taubah: 29). Dalam ayat ini, Allah mengatakan: (قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخر… حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون) “Perangilah orang-orang yg tidak beriman kepada Allah dan hari akhir….. sehingga mereka membayar jizyah dalam keadaan terhina”. Dalam bahasa Arab, kata ‘Hatta’ menunjukkan target (ghaayah), maka apa yg disebut setelah kata ‘hatta’ adalah target dari apa yg disebut sebelumnya. Jadi jelas sekali bahwa jihad adalah sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Dari sini, jika jihad tidak bisa mewujudkan tujuan syar’i yg dikehendaki, maka jihad tidak disyariatkan. Contohnya ketika syarat-syarat jihad belum terpenuhi. Karena itu, ketika berada di Mekkah, meskipun Rasulullah menyaksikan berbagai tindak aniaya yg menimpa sahabatnya (dibunuhnya Yasir, Sumayyah, disiksanya Bilal, Khabbab, dll), namun beliau tetap bersabar dan tidak menyerang kaum musyrikin. Ini bukanlah sikap pengecut, namun sikap yg sangat bijak. Mengapa? sebab bila beliau memerintahkan jihad thd mereka, pastilah kaum muslimin akan ditumpas karena jumlah dan kekuatan mereka jauh lebih kecil dibanding musuhnya. Jadi, demi menolak madharat yg lebih besar, beliau membiarkan madharat kecil berupa terbunuh dan tersiksanya sebagian sahabat beliau.
Kita juga tahu bahwa jihad harus didahului dengan i’dad (persiapan) kekuatan. Dan Allah menyifati kekuatan tsb dengan kata-kata: “Yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian”. Artinya, kekuatan tsb adalah yg setara dengan kekuatan musuh, atau mendekatinya… kalau jauh di bawah kekuatan musuh, maka musuh tidak akan gentar. Bukankah begitu logikanya? Nah, sekarang antum bisa lihat sejauh mana kekuatan kaum muslimin dibanding orang-orang kafir… senjata, amunisi, pesawat tempur, tank, kapal selam, kapal perang, helikopter, dan rudal yang mereka miliki jauh lebih canggih dan mematikan daripada yg dimiliki kaum muslimin. Dan kita lihat sendiri bahwa peperangan yg terjadi antara negara kafir dengan negara yg mayoritas muslim (Afghanistan, Irak, Chechnya, Palestina, Bosnia, dll) selalu berujung dengan jatuhnya korban jiwa yg sangat besar di pihak kaum muslimin. Negeri mereka porak poranda, perekonomian mereka hancur total, dst… sedangkan negara kafir yg menyerangnya masih kuat. Lantas apakah tujuan jihad yg berhasil diwujudkan?? Menurut ana, yg rugi dengan invasi AS ke Irak dan Afghanistan adalah kaum muslimin… sebab darah mereka yg tertumpahkan baik sipil maupun militer jauh lebih banyak daripada darah orang kafir yg tertumpahkan, belum lagi kerugian material lainnya dan kekacauan yg timbul setelahnya…
Jadi, bolehnya menyerang orang kafir tidak terbatas karena tidak adanya perjanjian damai antara penyerang dgn yg diserang, namun harus memperhatikan maslahat dan mafsadat yg timbul karenanya. Sebab inti dari ajaran Islam ialah mendatangkan dan memperbanyak maslahat, serta mengurangi dan menghapuskan mafsadat. Menewaskan warga sipil meskipun kafir bukanlah tindakan terpuji… itu justru memperjelek citra Islam dan mengundang bencana kepada negara asal para penyerang tsb… Cobalah kita renungkan tragedi WTC (yg sangat dibanggakan oleh Usamah bin Laden sbg perang yg penuh berkah, dan ini ana simak langsung dlm wawancara Al Jazirah dengannya). Kalau memang itu kerjaan mereka (Al Qaedah) maka alangkah bodoh dan tololnya mereka… dan sungguh sialnya ‘perang’ tsb. Coban bayangkan: Dua gedung dihancurkan… sebagai gantinya, dua negara diporak-porandakan (Irak & Afghanistan). Sekitar 3000 warga sipil kafir mati, dan sebagai gantinya ratusan ribu kaum muslimin harus mati sia-sia. Apa faedahnya?
Tapi kalau itu bukan kerjaan mereka (Al Qaedah) berarti mereka adalah pembual besar yg bualannya menjadi bencana bagi kaum muslimin… dan ini lebih parah lagi.
Jadi, mengingat kondisi umat yg masih sangat tidak siap untuk berjihad/memancing perang dgn orang kafir (lewat penyerangan2 tsb), maka jihad saat ini tidak disyariatkan. Kalau ada yg mengatakan: Bagaimana kalau kita diserang, masa kita tidak boleh melawan juga? Jawabannya, coba antum perhatikan hadits Nawwas bin Sam’an ra dlm shahih Muslim yg meriwayatkan dari Nabi ttg kondisi umat Islam dibawah pimpinan Nabi Isa dan Al Mahdi, menjelang munculnya Ya’juj dan Ma’juj. Ketika itu, Nabi Isa mengikuti syari’at Nabi Muhammad, dan ALlah mengatakan kepadanya:
صحيح مسلم (4/ 2250):
إني قد أخرجت عبادا لي لا يدان لأحد بقتالهم فحرز عبادي إلى الطور ويبعث الله يأجوج ومأجوج
Aku telah mengeluarkan sejumlah hamba-Ku (Ya’juj dan Ma’juj) yang tidak bisa dilawan oleh siapa pun, maka ungsikan hamba-hamba-Ku (kaum mukminin) ke Bukit Thur… alhadits (HR. Muslim no 2937). Dlm hadits ini, posisi Nabi Isa dan kaum muslimin adalah sebagai pihak yg diserang, namun karena mereka tidak punya kekuatan untuk menolak serangan tsb, maka Allah tidak memerintahkan mereka untuk melawan, namun memerintahkan mrk untuk lari mencari perlindungan semampunya.
Apalagi kalo posisinya spt yg antum tanyakan (sebagai penyerang), maka lebih tidak disyariatkan lagi… dan antum bisa lihat sendiri hasilnya? Apakah dengan penyerangan2 tsb mereka jadi lemah, atau justru semakin menancapkan kuku-kukunya kepada negara kaum muslimin lewat menekan para pemerintah agar ikut memerangi ‘terorisme’ yg notabene adalah umat islam yg ingin berpegang teguh dengan agamanya… Jadi, semua pertanyaan antum tadi (no 1-3) jawabannya adalah: Tidak Boleh. Alasan jawaban 1 dan 2 insya Allah sudah jelas, sdgkan alasan jawaban 3 adalah karena kekafiran bukanlah alasan bolehnya seseorang dibunuh. Sebab Nabi melarang para sahabat untuk membunuh wanita, anak-anak, orang tua, pendeta, dan mereka yg tidak terlibat dalam peperangan baik secara langsung (fisik) maupun tidak langsung (lewat pemikiran, dana, dsb). Itupun dalam kondisi jihad yg syar’i, lantas bagaimana kalau jihadnya saja belum syar’i??!
Adapun jawaban atas pertanyaan keempat antum bisa kunjungi situs ini: http://www.murajaat.com
antum bisa juga baca buku yg berjudul: Wajaadilhum billati hiya ahsan, bisa antum download di sini: http://www.saaid.net/ahdath/wj.htm
Dengarkan pula ceramah Syaikh Mamduh Al Harbi, judulnya: Waqafat ma’a tanzhimil Qa’idah wat Tafjierat. Antum bisa download di sini: http://www.al-sunna.net/audio/file.php?id=495
ada juga sejumlah artikel yg membantah syubhat-syubhat Takfiriyyin, tulisan Syaikhuna Abdul Aziz Ar Rayyis, bisa antum download di situs resmi beliau: http://islamancient.com/books,item,39.html
Baca juga buku beliau yg berjudul: Muhimmaatun fil jihaad di sini: http://islamancient.com/books,item,50.html
Dan yg ini adalah bantahan thd statemen Usamah bin Laden, lengkap dgn bukti2 otentiknya: http://islamancient.com/books,item,22.html
Itu dulu… kalau sudah dicerna semua, nanti ana kasih yg lain
Assalamu’alaikum
Dalam hadits yang artinya “Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)
Bolehkah kita memperlama sujud terakhir ketika shalat,
Wa’alaikumussalaam. Boleh, karena konsekuensinya kalau ingin banyak doa maka sujudnya lebih lama. tapi kalau shalat berjama’ah sebagai ma’mum maka tetap harus mengikuti imam. jika imam sdh bangun dari sujud maka segeralah mengikutinya. Demikian pula jika Antum menjadi imam rawatib, maka jangan sujud terlalu lama, sebab Nabi memerintahkan kita bila menjadi Imam agar memperingan shalat, sebagaimana dlm hadits Muttafaq ‘alaih. jadi ketika shalat sendirian saja.
Assalamu’alaikum
Ustadz Apa Kabarnya?
Ana mau bertanya apakah imam-muhajir-ahmad-bin-isa-ra dan sayyid-muhammad-bin-alwi-al-maliky adalah imam Ahlussunnah…
Dan apakah buku dari sayyid-muhammad-bin-alwi-al-maliky yang berjudul Mafahim allati Yajibu an-Tushahhah ( Paham-paham yang wajib diluruskan )wajib diikuti…
Wa’alaikumussalaam, alhamdulillah, ana sehat dan baik-baik saja. semoga Antum juga demikian.
Tentang Ahmad bin Isa Al Muhajir tidak banyak yang ana ketahui. Namun menurut Sayyid Abdurrahman bin Ubeidillah As Saqqaf yg dijuluki Mufti dan Qadhi Hadramaut, dalam bukunya yg berjudul Idaamul Quut fi Dzikri Buldaani Hadramaut (hal 506), beliau mengatakan bahwa Kaum Alawiyyin (keturunan Ali bin Abi Thalib ra) di Hadramaut terbagi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah mulai dari tibanya Ahmad bin Isa al Muhajir (cikal bakal kaum Alawiyyin di Hadramaut. Dijuluki Al Muhajir krn beliau hijrah dari Irak ke Hadramaut) hingga zamannya Al Faqih Al Muqaddam (w. 563 H). Periode ini -menurut As Saqqaf- masih berpakaian dan berpenampilan seperti para sahabat, serta memanggul senjata. Adapun Al Faqih Al Muqaddam (Periode kedua), maka dialah yg pertama kali meletakkan senjata dan mengikuti tarekat sufi… dst.
Jadi, insya Allah nenek moyang para haba-ib di Hadramaut, yang bernama Ahmad bin Isa Al Muhajir tsb masih berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah, meskipun belum layak dijuluki ‘Imam Ahlussunnah’, sebab julukan ini diberikan kepada orang yang benar-benar alim dan membela manhaj Ahlussunnah… dan saya sendiri belum mendapatkan informasi yg lengkap ttg jadi diri beliau, sehingga belum berani menjuluki beliau dengan gelar ‘imam’ tsb. Wallaahu a’lam.
Adapun Muhammad bin Alawi al Maliki yg nulis buku tsb, maka SAMA SEKALI BUKAN IMAM AHLUSSUNNAH, bahkan lebih tepat dijuluki IMAM AHLI BID’AH. Buku tsb sarat dengan penyimpangan dalam masalah akidah, dan berbagai kesalahan dalam ilmu hadits (banyak meriwayatkan hadits dha’if dan palsu), tafsir, fiqih dll. Alhamdulillah, buku tsb telah dibantah tuntas oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Aalusy Syaikh sejak lebih dari 20 tahun silam. Saya punya bukunya.
Kesimpulannya, justru pemahaman Muh Alawi Al Maliki-lah yg wajib diluruskan, karena segudang kesalahan yg terdapat di dalamnya.
Syukron Jazakallahu atas jawabannya
afwan banyak2 nulisnya saya pikir tidak keterima…
Dalam hadits disebutkan bahwa aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut, jadi baik pusar maupun lutut termasuk aurat yg harus ditutupi. Berangkat dari sini, celana yg dipakai pemain bola adalah celana yg tidak syar’i karena masih menampakan lutut bahkan sebagian dari paha.
Permainan sepak bola kalau dilakukan dengan niat olah raga, maka hukumnya berkisar antara mubah dan mustahab (dianjurkan). Kalau sekedar main-main maka mubah, namun kalau diniati menjaga kesehatan maka mustahab (dapat pahala), selama tidak melalaikan seseorang dari kewajibannya atau dari yang lebih penting darinya. Namun kalau sudah ke arena piala dunia, dan pertandingan2 lainnya. Hkmnya menurut sebagaian ulama, diantaranya Syaikh DR. Yusuf Al Ahmad, adalah haram, karena menciptakan permusuhan antara kaum muslimin. Masing-masing negara menjadi fanatik kepada tim negaranya dan membenci tim lawannya, padahal boleh jadi keduanya sama-sama muslim. Dan boleh jadi di antara tim negara yg dibelanya terdapat orang-orang fasik,kafir, dsb yg semestinya dibenci. Lagi pula, pertandingan spt piala dunia tidak ada faedahnya sama sekali bagi umat Islam. kalau Inggris, Prancis, Jerman, Argentina, dll yg menang; emangnya umat islam dapet untung apa? Bahkan sangat mungkin hal ini merupakan agenda Yahudi untuk memalingkan perhatian dan enersi kaum muslimin dari hal-hal yg jauh lebih penting dari itu… buktinya, Tim Israel (Yahudi) ga demen sama sekali untuk bertanding di Piala dunia maupun pertandingan lainnya… Mengapa begitu? karena tidak ada manfaatnya buat mereka.
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh
ustadz, saya ingin menanyakan ttg batasan aurat bagi pria, berkaitan dengan maraknya permainan sepakbola di negeri-negeri muslim
apakah lutut termasuk aurat?
dan bagaimana pandangan ulama terhadap permainan sepakbola?
terimakasih atas penjelasannya
assalamu’alaikum ustadz…
saya ingin menanyakan tentang batasan aurat bagi kaum laki2 berkaitan dengan maraknya permainan sepakbola terutama di negara2 muslim..
apakah lutut itu termasuk aurat?
dan bagaimana ulama menghukumi permainan sepakbola?
assalamu’alaikum ustadz..
saya ingin menanyakan tentang batasan aurat bagi laki-laki berkenaan tentang maraknya permainan sepakbola
apakah lutut itu termasuk aurat?
bagaimana hukum permainan sepakbola itu menurut ulama?
Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh…
Ustadz mau nanya..saya ingin buka usaha GAME ONLINE (Game center / game net)..,atau WARNET
Saya ingin mendapatkan rizki yang halal.. apakah bisnis tersebut penghasilannya halal menurut syariat ??
Saya takut sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal..
Mohon jawabannya ustadz..
Jazakallahu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh. Niat membuka usaha Game Online/Game Center lupakan saja, sebab itu sama dengan memfasilitasi kaum muslimin untuk membuang waktunya secara sia-sia. Apalagi jika mengingat bahwa game2 yg ada adalah produk orang kafir yg pasti membawa kebudayaan mereka untuk ditularkan kepada para penggunanya.
Adapun membuka WARNET, maka pada dasarnya boleh-boleh saja selama tidak menjadi sarana maksiat. Artinya, antum sebaiknya perhatikan dulu konsumen antum. Kalau rata-rata penggunanya adalah muslim yg baik agamanya, maka insya Allah tidak mengapa (seperti Warnet untuk para santri misalnya). Tapi kalau untuk masyarakat umum yg tidak taat beragama, maka antum harus menggunakan filter dan menetapkan sejumlah aturan ketat agar tidak disalah gunakan untuk pornografi dan semisalnya. Intinya, usahakan semaksimal mungkin agar Warnet tsb tidak menjadi ajang maksiat. Termasuk menjadi tempat pacaran dan semisalnya. Kalau antum sudah menentukan sejumlah aturan dalam rangka meminimalisasi penyalahgunaan Warnet dan memantau semampunya, maka insya Allah rezeki yg antum dapatkan adalah rezeki halal.
Mungkin memang susah untuk menerapkan itu semua, mengingat Warnet sangat potensial untuk menjadi tempat maksiat (pornografi). Jadi konsekuensinya harus dengan pengawasan ketat. Wallaahu a’lam.
Assalamu’alaykum wa rahmatullahi wa baarakatuh ya ustadz,
pertanyaannya: Apa makna “Ikhlas secara hakiki” karena ada ikhtilaf dari sebagian ulama tentang definisi ikhlas yang diiringi dengan keinginan duniawi, misalnya kita sholat tahajud dengan tujuan agar bisa lulus ujian sekolah selain juga ada keinginan akherat, apakah ini bisa dikatakan arti Ikhlas dan Tawassul dengan amal shalih.
Jaazakallahu Khair atas respon & jawabannya
assalaamu’alaikum,
ustadz saya ingin menanyakan siapakah sebenarnya dzulqornain yang disebutkan dalam al quran, apakah seorang Nabi atau hanya hamba yang sholih?
Wallaahu a’lam. apa pun jawabannya tidak ada pengaruhnya bagi amal kita. (ilmu akan hal-hal seperti ini tidak membuahkan amalan, jadi tidak ada manfaatnya untuk dipelajari).
assalamu’alaikum ustadz,
saya ingin menanyakan tentang tragedi terbunuh nya ustman bin affan Radiyallhu’anhu
apakah sikap utsman yang tidak ingin dibantu oleh para shahabat dalam menghadapi para pemberontak demi menjaga tidak terjadinya pertumpahan darah yang lebih besar. merupakan bentuk kekhususan bagi beliau?
artinya apa boleh diikuti oleh pemimpin muslim di masa sekarang?
Alaikumussalaam. Sikap beliau adalah hasil ijtihad beliau yang insya Allah tepat dan bisa dikategorikan sebagai ‘sunnah’-nya Utsman yg merupakan salah satu dari khulafa’ur Rasyidin. Tapi ada satu hal yg perlu dikoreksi dari pertanyaan antum, yaitu: “Tidak mau dibantu oleh para sahabat dalam menghadapi pemberontak”… yg harus difahami ialah bukan berarti menghadapi pemberontak adalah sesuatu yg tidak syar’i, tapi kondisi beliau saat itu memang telah dikepung oleh para pemberontak, jadi bisa dikatakan tidak memungkinkan untuk melawan. Namun jika para pemberontak tsb adalah ‘Kaum Khawarij’, maka pemerintah dan rakyat wajib berjihad memerangi mereka sesuai kemampuan; bukan mendiamkan mereka… inilah yg kemudian dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dalam perang Nahawind; kemudian dilanjutkan oleh para Khulafa’ Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah selama beberapa abad kemudian… dan banyak para ulama yg ikut berjihad melawan mereka, karena memang jihad melawan mereka adalah amalan yg sangat-sangat mulia. Jika demikian halnya, maka yg masyru’ adalah pemerintah bahu-membahu dengan masyarakat untuk memerangi mereka.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh…..
Saya mau bertanya tentang pembagian warisan: ke 2 orang tua saya sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu…dengan meninggalkan warisan berupa 1 buah rumah dan 2 buah ruko…tadinya kami, anak anaknya berniat tidak akan mengotak atik peninggalan tersebut apalagi menjualnya…karena banyak kenangan kami bersama ke 2 orang tua kami dan semua anaknya setuju demikian…tetapi karena berbagai alasan,dengan sangat terpaksa harus menjualnya untuk kami bagi sebagai warisan agar tidak ada perselisihan di kemudian hari…kami mohon untuk dijelaskan pembagian hak waris kami dengan benar menurut syar’i dengan data sebagai berikut :
1. Ayah kami anak ke 2 dari 3 bersaudara sudah meninggal dunia ( ibu & bapaknya sudah meninggal dunia juga,2 saudaranya juga sudah meninggal dunia) , ibu kami anak ke 2 dari 2 bersaudara juga sudah meninggal dunia( Ibu & bapaknya…sudah meninggal dunia juga,1 saudaranya pun telah meninggal dunia )
2. Kami 8 bersaudara(2 laki laki,6 perempuan )
3.Bolehkah bekerja di sebuah perusahaan MLM? sebagai tenaga administrasi?….
Saya mohon penjelasannya.Jazaakalohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Jawabannya: 1- Dalam kasus ini, ahli warisnya adalah kalian yg 8 bersaudara itu; dan pembagiannya adalah: bagi setiap laki2 dua bagian, dan setiap wanita 1 bagian. Misal: Jika nilai jual semua harta warisan adalah 100 Juta. Maka tiap anak laki-laki mendapat 20 juta, dan tiap anak perempuan mendapat 10 juta.
2- Pada umumnya, perusahaan MLM biasanya menerapkan beberapa sistem yang tidak syar’i dalam mu’amalahnya. Oleh karena itu, untuk menghindari terjerumus dalam syubhat; dan mengamalkan firman Allah yg artinya: “Tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan; dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” (Al Maidah: 2); maka jangan bekerja di sana.
Wallaahu a’lam bishshawaab.
saya seorang dokter, di tawari perusahaan asuransi kesehatan, dengan sistem seperti ini: perusahaan itu menarik sejumlah uang kepada orang orang peserta asuransi itu tiap bulan , kemudian sebagian dari uang itu diserahkan setiap bulannya kepada dokter untuk biaya pemeriksaan dan penanganan orang orang yang menjadi peserta asuransi itu, baik peserta asuransi itu datang berobat atau tidak, ataupun jika peserta itu sering berobat,pokonya sudah sejumlah itu. kalau dilihat dari biaya berobat secara konvensional, di mana datang berobat terus bayar, maka jumlahnya sangat kecil, tetapi belum tentu semua paserta datang berobat. jadi makin sedikit pasien yang berobat maka untung dokter semakin besar, tetapi semakin banyak peserta yang berobat maka makin kecil keuntungan dokter bahkan bisa rugi. uangnya dibayarkan tiap awal bulan. apakah sistem seperti ini diperbolehkan dalam islam? katanya sistem ini berjalan baik di eropa dan isu nya akan diberlakukan di indonesia., dan katanya sistem seperti ini dapat menekan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh negara dan bangsa.
semua jenis asuransi dibangun atas dasar ‘mengundi nasib’ alias untung-untungan alias judi. Termasuk apa yg dinamakan askes, jasa raharja, dll. Kalau seseorang harus membayar premi setiap tahun/bulan lalu dia tidak berobat, maka pihak asuransi telah memakan uang orang tsb secara batil. Tapi sebaliknya, kalau ybs tiba-tiba kecelakaan dan harus menjalani operasi besar yg biayanya = jumlah premi selama 10 tahun, padahal dia baru ikut serta tahun itu; maka atas dasar apa dia mendapat uang sedemikian banyak? Berarti dia bayar 1000 lalu mendapat senilai 10 juta, ini sangat mirip dengan prinsip riba.
Namun bila seseorang dipaksa untuk mengikuti sistem yg berlaku (umpamanya karena negara yg mewajibkan setiap pemilik SIM untuk membayar jasa raharja, atau setiap pekerja untuk membayar askes, dsb); maka yg berdosa adalah pihak asuransinya; dan jika suatu ketika terjadi hal-hal yg tidak diinginkan (kecelakaan, dsb) lalu ybs membutuhkan uang, maka ia hanya berhak mendapatkan pembayaran dari pihak asuransi dalam jumlah yg setara dengan premi yg telah dibayarkannya selama ini. Misal: Premi tiap tahun adalah 1 juta, sedangkan ia telah membayar selama 10 tahun; maka jika terjadi kecelakaan ia hanya berhak menerima 10 juta, tidak lebih dari itu. Walaupun kerugiannya mencapai sepuluh kali lipat, atau pihak asuransi membayarnya 100 juta, maka yg boleh diambilnya secara syar’i hanya sebesar yg telah dibayarkannya selama ini. Demikian secara ringkas, wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh
Ustadz, ana mau tanya apakah antum mengenal sosok ustadz Farid Okbah, Lc ? Kalau boleh tahu bagaimana dengan manhaj beliau ? Jazaakalohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh. Ya, ana kenal dengan beliau sejak tahun 1997 meski relatif jarang ketemu. Terakhir ketemu sekitar 3 tahun lalu. Ala kulli haal, secara umum beliau bermanhaj salaf, bahkan ana pertama kali mengenal manhaj salaf justru dari beliau, yaitu dalam sebuah seminar sehari th 1997.
Bismillah wal hamdulillah,
Bagaimana hukumnya seorang muadzin sekaligus melakukan iqamat dilanjut dengan merangkap menjadi imam, apakah ini syah?
Jaazakallahu khairan katsira atas jawabannya & semoga Allah menjaga ustadz selalu, amin
Iya, hal itu sah-sah saja.
ustadz..afwan ana igin bertanya mudah2an usadz bisa memberikan jawabannya..ana seorang PNS (seorang perawat di RSu Pemerintah)..di RSU tersebut mempunyai koperasi karyawan yang setiap karyawan RSU diwajibkan membayar 50 rb/bln,..koperasi itu menjalankan beberapa usahanya diantara jual makanan..kredit sepeda/mtr dll,.dan juga ada peminjaman..dimana peminjaman dg cara apabila ada anggota yang ingin meminjam diharuskan dikembalikan dengan waktu bulanan atau tahunan….pinjaman ini tidak dilebihkan hanya aja pada waktu uang pinjaman diberikan kepada peminjam koperasi memotong sekian persen..katanya utk pembelian ATK (alat tulis kantor) dan juga menggaji pegawai koperasi dan juga sebagian uang yang dipotong tersebut jg akan dikembalikan sebagiannya kepada anggota yang meminjam pada waktu akhir tahun..(setiap anggota mendapatkan uang akhir tahun banyaknya tergantung banyaknya juga ia meminjam uang)…bagaimana dengan pemotongan ini ustadz apakah termasuk riba..?? jazakallah ustadz atas jawabannya..semoga Alloh menjaga antum..
(oh iya ustadz kakak ipar ana juga mengurusi uang pemerintah yang dipinjamkan kemasyarakat hampir sama dengan sistim diatas yaitu waktu uang diberikan kepada peminjam dipotong sekian persen utk pembelian ATK dan juga mnggaji pengerusnya,..sedangkan pengembalian uangnya tetap yang dicicil sekian bulan..)
Wa’alaikumussalaam. Iya, itu termasuk riba… sebab akhirnya kita diharuskan mengembalikan lebih banyak dari pd yg kita ambi. Apapun dalihnya, itu tetap riba yg haram walaupun sedikit jumlahnya. dan dosa yg ditanggung oleh penerima, pemberi, pencatat dan saksi-saksinya dalam transaksi ini adalah sama (HR. Muslim). Hati-hatilah dengan banyaknya trik-trik syaithan di zaman ini yg membungkus maksiat dgn bungkus yg indah.
Wa’alaikumussalaam. Iya, itu termasuk riba… sebab akhirnya kita diharuskan mengembalikan lebih banyak dari pd yg kita ambil. Apapun dalihnya, itu tetap riba yg haram walaupun sedikit jumlahnya. dan dosa yg ditanggung oleh penerima, pemberi, pencatat dan saksi-saksinya dalam transaksi ini adalah sama (HR. Muslim). Hati-hatilah dengan banyaknya trik-trik syaithan di zaman ini yg membungkus maksiat dgn bungkus yg indah.
jazakalloh khoiron atas jawabannya ustadz..
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Bagaimana hukumnya membeli barang yang samar (ada orang yang menuduh itu barang curian karena harganya di bawah harga pasaran), apakah diperbolehkan karena ketidaktahuan kita?
Jazaakalloohu khoiron
Tinggalkanlah apa yg meragukan.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon ma’af ana sering mohon pencerahan ( bertanya ) karena ana ingin setiap apa yg ana lakukan dalam beribadah itu ada sandarannya yaitu Sunah Rasulullah. Ana sering Adzan dimasjid namun sebaiknya melagukan/iramanya datar atau boleh mengalun supaya indah dan enak didengar. Bagaimana yg sesuai sunahnya dan tidak salah tajwidnya. Mohon pencerahan. Syukron
Wa’alaikumussalaam. Adzan yang disunnahkan adalah yg dilantunkan dengan suara lantang, jelas, dan tidak dilagukan (suara bergelombang) spt layaknya mesjid2 di Indonesia, tapi cukup dengan intonasi yg wajar dan fasih dalam mengucapkan makhraj huruf serta panjang pendek dan harakatnya. (tanya aja sm orang yg fasih berbahasa Arab).
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan, apakah benar diantara sunah berdo’a yang makbul adalah hari rabu waktunya setelah shalat dzuhur hingga shalat ‘ashar, kalau benar ada sunnahnya mohon kaifiat, cara pengerjaannya, bolehkah shalat sunat tatawu’/shalat sunat mutlak dulu 2 roka’at, baru berdo’a atau do’anya disujud terakhir walaupun agak lama sujudnya, atau ada cara lain. Mohon penjelasan. Syukron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah. Ana belum pernah dengar dalilnya, yg ana tahu adalah di hari Jum’at menjelang maghrib. Atau di hari Jum’at secara umum (tidak dijelaskan secara pasti oleh Nabi kapan waktunya). Adapun kaifiyat berdoa maka dengan menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, membaca hamdalah dan puji-pujian kepada Allah, lalu bershalawat atas nabi, baru memohon apa yg diinginkan, dengan menyebut asma Allah yg sesuai. Lalu menutupnya dengan hamdalah dan shalawat pula. Jika saat berdoa bukanlah saat yg terlarang untuk shalat (spt Ba’da Shalat Ashar hingga tenggelam matahari, dan ba’da shalat subuh hingga terbit), maka lebih baik jika doa tsb antum baca ketika sujud, atau setelah tasyahhud akhir sebelum salam. Silakan antum shalat tatawwu’ dua rokaat lalu banyak berdoa ketika sujud dan sebelum salam tadi, itu lebih mustajab daripada doa di luar shalat, sebagaimana yg disabdakan oleh Nabi dalam hadits yg shahih. wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Dalam buku sifat sholat nabi karya Syaikh Albani disebutkan bahwa ketika sujud tumit rapat. Tapi saya pernah baca artikel juga bahwa haditsnya dhoif sehingga tidak perlu merapatkan tumit, mana yang lebih kuat?
Syaikh Al Albani merojihkan riwayat Yahya bin Ayyub dlm Shahih Ibnu Khuzaimah yg merapatkan tumit… sedangkan Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah, menyatakan bahwa riwayat tsb Syaadz, sehingga merajihkan riwayat yg MERENGGANGKAN TUMIT, wallaahu a’lam bishshawab mana yg lebih rajih… masing-masing punya hujjah dalam menguatkan pendapatnya, hanya saja, ana pribadi kurang bisa menerima kesimpulan yg diberikan Syaikh Bakr Abu Zaid, yg menganjurkan agar kedua tumit dibentangkan jauh seperti ketika seseorang dlm posisi berdiri. Demikian kesimpulan beliau dalam kitabnya: “Laa jadiida fii Ahkaamis Shalaah”. Menurut ana, kalaupun riwayat Yahya bin Ayyub dianggap syaadz (nyeleneh dari riwayat perawi-perawi lainnya), maka paling tidak ada riwayat-riwayat lain yang menguatkan bahwa posisi kedua tumit Nabi ketika sujud adalah berdekatan, tidak berjauhan spt yg dirajihkan oleh Syaikh Bakr.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia Muhammad s.a.w, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya.
Kemarin, saya bermaksud mencari kisah-kisah para nabi umat islam di internet sebagai bahan cerita anak-anak saya agar anak-anak saya lebih mencintai rosul dan nab-nabinya. Dalam pencarian itu tanpa sengaja saya berkunjung pada blog http://trulyislam.blogspot.com (FORUM MURTADIN INDONESIA). Saya sedih sekaligus terkejut sekali, betapa besar kebencian musuh-musuh islam terhadap kaum muslimin, banyak kata-kata hujatan, kesalahan, fitnah, kebohongan dan pelecehan terhadap nabi dan rosul umat islam terlebih kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad s.a.w, berdasarkan pemikiran dan data yang mereka punya.
Yang menjadi kegelisahan dan kekhawatiran saya:
pertama, begitu banyak website atau blog islami yang berdakwah untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid’ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih tetapi itu hanya pembedahan dalam diri umat islam sedangkan dari luar sana begitu gencarnya musuh-musuh Allah menebarkan kebencian.
kedua, musuh-musuh islam akan tertawa dan bertepuk tangan melihat kita terhina tanpa adanya tindakan atau sanggahan untuk menagkis serangan orang-orang murtad seperti mereka. Ini akan digunakan senjata oleh musuh-musuh islam untuk menyerang umat islam.
ketiga, hal ini akan menggoyahkan aqidah saudara-saudara kita umat islam dan bahkan yang telah menyatakan masuk kepada islam akan kembali murtad.
keempat, Atau memang agama islam seperti yang keluar dari mulut mereka.
Demikian agar menjadi renungan kaum muslimin dan Semoga Allah menjadikan upaya kita sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih.
Jazaakumullahu khairan
Assalamu’alaikum warohmatulloh.
Ustadz, ana mau tanya apakah ada hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah melakukan permintaan kepada Allah tentang 4 macam permintaan, kemudian hanya satu yang tidak dikabulkan yaitu permintaanuntuk mempersatuan ummat? Mohon penjelasannya. Jazaakallohu Khoiron.
Yang ana tahu adalah Nabi meminta kepada ALlah agar umatnya tidak dipersatukan dalam kesesatan, dan Allah mengabulkan hal tsb (haditsnya hasan).
Assalamu’alaikum. Ustadz. mohon pencerahan. Apakah boleh kita mengucapkan ( sambat ” jawa ) YAA ALLAH YAA RASULULLAH. Misalnya takjub, terkejut. dll. mohon penjelasan. Syukron.
Wa’alaikumussalaam. Cukup Ya Allaah saja, jangan pake Ya Rasulullah, karena Rasulullah telah wafat jadi tidak boleh dipanggil-panggil… saya khawatir ada i’tikad tertentu ketika memanggil Rasulullah, yang ujung-ujungnya bisa syirik.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Dalam beberapa ayat Al Quran, di antaranya dalam surat At Takwir, disebutkan tentang peristiwa kiamat. Tapi yang disebutkan seputar matahari, bintang, gunung dan lain-lain yang dihancurkan.
Yang ana tanyakan apakah kiamat itu juga menghancurkan seluruh alam semesta (dalam sains misalnya galaksi bima sakti dan galaksi yang lain yang cakupannya lebih luas dari matahari, bulan bintang). Apakah ada ayat yang terkait atau penafsiran dan penjelasan ulama tentangnya? Mohon penjelasannya,
Jazaakallooh Khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Dalam surat Az Zumar disebutkan bahwa Allah melipat langit-langit dengan tangan kanan-Nya. Ini berarti semua yg ada di sana termasuk galaksi, bintang-bintang, dsb ikut hancur.
ustad ana mau tanya ” klo kt puasa 10 hari sebelum idul adha iitu hukum nya gmna, ada hadist atau artikel nya ga klo ada ana minta dong .?? ”
sukron ..
Masalah ini udah ana bahas dalam artikel “Ayo Raih pahala sebanyak-banyaknya…”.
Assalaamu’alaikum
Ada perkataan seperti ini dari seorang teman:
“Islam tidak mengenal persembahan. Allah terlalu agung untuk kita beri persembahan.”
Benarkah perkataan ini?
Wa’alaikumussalaam… tanyakan dulu, apa yg dia maksud dengan persembahan itu? Bukankah ketika terjadi perselisihan di antara dua anak Adam (Qabil dan Habil), Allah memerintahkan mereka untuk mengajukan persembahan? Seperti yg termaktub dalam surat Al Maidah ayat 27. kalau maksudnya berupa sesajian ala orang-orang kejawen yg musyrik itu, ya jelas tidak dibenarkan. Tapi kalau berkurban hewan kan memang disunnahkan…
Assalamu’alaikumwarohmatullohiwabarokatuh
Ustadz, saya ingin menanyakan hal mengenai mathla’ pada hilal dzulhizah
Yang saya ketahui
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam tidak mengkaitkan ‘iedul adha dengan wukuf di arafah, tetapi dengan keputusan rukyatul hilal-nya penguasa mekah.
“Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.”
(HR Abu Dawud, hadits no 2339. Imam Daruquthni berkata,”Hadits ini isnadnya muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata,”Hadits ini shahih.” Lihat Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54).
Jika Ulama yang berpegang pada mathla’ (wilayah) pada hilal syawal menggunakan hadist:
Diriwayatkan dari Kuraib bahwa Ummul Fadl radhiyallaahu anha telah mengutusnya untuk menemui Muawiyyah radhiyallaahu anhu di Syam. Kuraib radhiyallaahu anhu berkata, “Aku memasuki Syam lalu menyelesaikan urusan Ummul Fadl radhiyallaahu anha. Ternyata bulan Ramadhan tiba sedangkan aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal (bulan sabit) pada malam Jum’at. Setelah itu aku memasuki kota Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Ibn ‘Abbas radhiyallaahu anhu lalu bertanya kepadaku dan menyebut persoalan hilal. Dia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ‘Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu sendiri melihatnya?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Lalu mereka berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata lagi, ‘Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus berpuasa hingga kami menyempurnakan bilangan tiga puluh hari atau hingga kami melihatnya.’ Aku lalu bertanya, ‘Tidak cukupkah kita berpedoman pada ru’yat dan puasa Muawiyyah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah shalallaahu alaihi wa salam telah memerintahkan kepada kami’.[HR. Muslim no. 1087, at-Tirmidzi no. 647 dan Abû Dâwud no. 1021. Riwayat Abû Dâwud dan at-Tirmidzi di-shahih-kan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albâni rahimahullaahu dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi 1/213]
Saya mohon penjelasan, menurut ustadz, apa hadist yang dijadikan hujjah adanya mathla’ pada hilal dzulhizah?
Pertanyaan antum tidak jelas maksudnya… kalau yg antum maksudkan ialah masalah wihdatul mathla’ (kesatuan mathla’ hilal) dengan ta’addudil mathali’ (banyaknya mathla’ hilal). maka masing-masing punya dalil dalam hal ini, di antaranya adalah hadits-hadits yg antum sebutkan tadi. Tapi yg dirajihkan oleh masyayikhuna dan oleh Majma’ul Fiqhil Islamy adalah ta’addudil mathali’ sebagaimana mafhum hadits Kuraib di atas.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan mengenai menggerak-gerakkan telunjuk pada saat atahiyat, apakah mulai awal sampai akhir atahiyat atau ada batasannya, menggerakkan atas bawah atau mutar, mohon penjelasan dengan penguatnya. Syukron
Assalamualaykum wr wb.
To the point aja ya pak!
Saya sedang meminta sesuatu kepada Allah, boleh kah berdoa meminta sesuatu dengan mengganti beberapa kalimat dari surat Al-A’raf 23, menjadi “Ya Tuhan ku, jika Engkau tidak mengabulkan permohonan ku, niscaya pastilah hamba termasuk orang-orang yang merugi.”
Bacaan aslinya adalah sbb:
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)
Dengan maksud supaya disegerakan permintaan saya, karen saya sangat membutuhkan sekali.
Satu hal lagi, mohon artikel diperbanyak lagi…
Terima kasih….
Kalau yg anda ganti adalah redaksi terjemahan ayat tsb, maka tidak mengapa. Tapi kalau yg anda ganti adalah bunyi ayatnya dalam bahasa Arab dengan maksud membaca ayat tersebut –bukan dalam rangka berdoa– maka tidak boleh. Tapi kalau maksudnya dalam rangka berdoa, atau menirukan doa yg disebutkan dalam ayat, bukan dalam rangka membaca (mengaji), maka tidak mengapa menyesuaikannya dengan kondisi anda, seperti mengubah dhamir (kata ganti) ‘kami’ dengan ‘saya’. wallaahu a’lam.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan, apabila ana berqurban benarkah ana sebagai kepala keluarga mulai tanggal 1 dzul Hijjah tidak boleh memotong rambut dan kuku hingga binatang qurban disembelih, mohon penjelasan beserta penguatnya. Syukron
assalamu’alaikum ustadz, semoga Allah memberi kesehatan
Banyak para aktivis muslim khususnya di Indonesia dalam melakukan demonstrasi pada saat kedatangan presiden obama di Indonesia misalnya, ketika diberitahu bahwa DEMONTRASI ADALAH BENTUK PENGAMALAN TERTINGGI DARI AJARAN DEMOKRASI KAMI… (pengakuan Obama sendiri ketika melihat aksi demonstrasi di Indonesia saat kedatangannya)
melontarkan dalih sbb:
Kami mengikuti sunnah af’aliyyah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam ketika ber-orasi secara terang-terangan di Mekah, bukan mengikuti sunnah Yahudi dan Nasrani di dalam Demonstrasi.:
Di dalam shirah ibnu hisyam dikemukakan:
——…————–
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah mengumpul Bani Fihr dan Bani ‘Adi di atas bukit Safa. Semua mereka turut hadir dalam pertemuan itu. Bagi mereka yang uzur tidak dapat hadir, mereka menghadirkan perwakilannya. Di situlah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam berdiri lantas berkata:
“Apakah kamu sekalian akan percaya atau tidak sekiranya aku ceritakan bahawa di sebalik bukit ini ada sekumpulan musuh yang akan menyerang kamu?”.
Jawab mereka:
“Sudah pasti kami akan percaya kerana kami belum pernah mendengar lagi percakapan dusta darimu”.
Kemudian RasuluLlah ShallaLlahu ‘alaihi Wasallam menambahkan:
“Sesungguhnya aku ini pembawa berita yang menakutkan yaitu akan datangnya suatu azab yang sangat menakutkan”.
Abu Lahab pun bangun lalu menjawab:
“Binasalah engkau hai Muhammad, apakah hanya untuk ini saja yang engkau kumpulkan kami?”
Setelah itu maka turunlah ayat Al—Qur’an yang berbunyi:
( تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ( 1
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.“(Surah Al—Lahab 111:1)”
kemudian mereka juga menyatakan bahwa menyampaikan secara terang-terangan kezhaliman Obama juga diperbolehkan oleh syara':
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan…) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.[QS:4.148]
pertanyaan saya,
apakah demonstrasi seperti itu dibolehkan dengan merujuk alasan mereka di atas?
jazzakallahu atas penjelasannya
Dalil yg mereka pakai tidak sesuai untuk melegitimasi aksi-aksi demonstrasi, karena yg dilakukan Nabi adalah dakwah terang-terangan, bukan demonstrasi dengan meneriakkan yel-yel ttt, longmarch, dsb…
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Terkait penyembelihan hewan, di kalangan masyarakat berkeyakinan jika menyembelih pisau tidak boleh terlepas dari sembelihan. Jika pisau terlepas dan sembelihan belum sempurna disembelih (TIDAK MATI-MATI) tidak boleh diteruskan untuk dipotong lagi, dan dihukumi daging bangkai. Benarkah anggapan ini?
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Keyakinan itu tidak benar, karena Nabi mengatakan: “Maa anharad dama wadzukirasmullaahi fakuluuh” (Apa saja yg bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah maka makanlah”. Justru jika pisau terlepas dan sembelihan belum sempurna disembelih, kita harus meneruskan penyembelihan tsb agar cepat mati, karena dengan demikian ia tidak tersiksa lama-lama. Ala kulli haal, selama saluran makanan dan pernapasan serta salah satu urat nadi telah terpotong, maka sembelihan tsb hukumnya sah.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan… di Indonesia sudah ditetapkan hari raya qurban hari rabu tgl, 17 nop.2010, sedangkan di Arab Saudi tgl, 16 padahal Indonesia lebih dulu waktunya sekitar 4 jam. mengapa demikian… kemudian apakah ada sunahnya puasa ditgl, 8 dan 9 dzulhijah. kemudian untuk puasa sunah di hari Arafah di tgl, 15 atau 16 mengingat perbedaan tersebut diatas. mohon pencerahan. Syukron
Wa’alaikumussalaam. Masalah penetapan awal dzul hijjah menurut pendapat yg rajih ialah berdasarkan ru’yah hilal di negara masing-masing (lihat kembali komentar2 di artikel “Ayo raih pahala…”). Kalau penetapan hari Iedul Adha di Indo memang berdasarkan ru’yah, maka itulah yg harus diikuti oleh warga Indonesia. Puasa adalah salah satu amal shalih yang secara umum dianjurkan di sepuluh hari pertama bulan dzul hijjah, bahkan Imam Nawawi mengatakan bahwa puasa dari tanggal 1-9 dzulhijjah adalah sangat dianjurkan, lebih-lebih tanggal 9-nya. Nah, jika antum termasuk pihak yg ‘musykil’ dengan perbedaan hari arafah antara saudi dengan indonesia, maka solusinya adalah puasa dua hari spt itu; hari ke 8 di indo sama dengan hari arofah bagi yg haji (di saudi), sedangkan hari ke-9 di indo adalah hari arofah bagi orang indonesia; jadi ala kulli haal antum tetap dapet hari arofah, dan antum tidak dianggap berpuasa ketika Iedul Adha, karena antum berada di indonesia.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Jika14 orang urunan menyembelih sapi, maka ada dua sapi yang dibeli dan disembelh, misal sapi A untuk 7 orang pertama dan sapi B untuk 7 orang kedua. Apakah boleh bagi 7 orang pertama mendapat bagian daging dari sapi B (yang diperuntukkan 7 orang kedua)?
Karena dibeberapa masjid sering terjadi setelah sapi-sapi disembelih, daging dipotong dan dicampur sehingga tidak tahu sapi yang mana untuk kurban orang tertentu.
boleh saja, tidak masalah. Toh daging kurban memang untuk dibagi-bagikan selain dimakan sendiri.
ustadz…pada tahun ini pemerintah arab saudi dan indonesia berbeda didalam menentukan tanggal 1 dzulhijjah..pemrintah saudi tgl 7 november sedangkan pemerintah indonesia telah memutuskan tanggal 8 november otomatis tanggal 9 dzulhijjah pun berbeda…bagi kita yang ingin berpuasa arafah apakah kita mngikuti pemerintah saudi atau kita mengikuti pemerintah indonesia..jazaakalloh khoiron atas jawabannya ustadz
Ini memang masalah khilafiyah sejak dahulu. namun yang rajih ialah pendapat yang mengatakan bahwa setiap negara mendasarkan hari raya sesuai ru’yah hilang masing-masing. Baik dalam menentukan awal romadhon, awal syawwal, maupun awal dzul hijjah. Inilah pendapat yg dipilih oleh Majma’ul Fiqh (semacam kumpulan ahli fikih dunia), dan inilah yang lebih sesuai dengan zhahir hadits: “Jika kalian menyaksikan hilal dzul hijjah, dan kalian hendak berkurban, maka janganlah mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun” (HR. Muslim). Artinya, Nabi mengaitkan aturan-aturan menyembelih kurban dengan hilal dzul hijjah, bukan dengan wukuf di arafah. Dan menurut ijma’ ulama, hari arafah adalah tanggal 9 dzul hijjah. Jadi, bagi warga mekkah dan sekitarnya (atau saudi arabia secara umum), hari arafah mereka adalah hari wukufnya jama’ah haji di arafah. namun bagi belahan dunia lain, sesuai dengan ru’yah di sana.
Solusi lainnya ialah antum puasa arafah dua hari berturut-turut, hari pertama mengikuti saudi dan hari kedua sesuai ru’yah di indonesia. sedangkan hari raya tetap mengikuti mayoritas kaum muslimin di indonesia.