Soal-Jawab
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Kepada ikhwan dan akhwat pengunjung Blog Abu Hudzaifah yg saya cintai…
Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas Blog ini, saya khususkan halaman ini bagi yg ingin menyampaikan ‘uneg-uneg’-nya, baik keluhan, pertanyaan, atau sekedar curhat… Semoga dengan itu semua saya jadi lebih semangat untuk menyampaikan ilmu saya kepada antum semua.
Jadi, saya tunggu partisipasi antum… Jazakumullahu khairan katsieran,
Wassalaam,
afwan ustadz, ingin bertanya lagi..
tentang kaidah ushul fiqh:
“Hukum ibadah adalah haram kecuali setelah ada dalil yg memerintahkannya”
apakah ada dalil naqli dn aqli yang mendukung statement tersebut?
tentu dong… salah satunya adalah hadits Aisyah -muttafaq ‘alaih- yg sangat terkenal: “Man ahdatsa fi amrina hadza maa laisa minhu fahuwa raddun”, yg artinya: “Siapa yg mengadakan perkara baru dalam agama kami yg tidak berasal dari agama tsb, maka hal itu tertolak. dlm lafazh lainnya disebutkan: “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna, fahuwa raddun” = siapa yg melakukan amalan tanpa dilandasi perintah kami, maka amalan itu tertolak.
Itu secara naqli. adapun secara aqli, kita tahu bahwa ibadah adalah menjalin hubungan antara Allah dgn hamba-Nya melalui ritual ttt, nah bila hal ini boleh dilakukan menurut keinginan dan selera masing-masing tanpa mengikuti JUKLAK (petunjuk pelaksanaan/dalil) dari Allah dan Rasul-Nya, pasti agama ini jadi kacau balau… seperti atau bahkan lebih parah dari sekte Sufi dengan segudang tarekatnya… Oleh karenanya, Allah mengutus Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk mengajari bagaimana cara beribadah yg benar. sebab dlm beribadah tidak sekedar mengandalkan niat -yg mungkin memang baik-, namun harus pakai aturan main.
dalil lainnya ialah: Hadits Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash dlm Shahih Muslim yg menyebutkan bahwa Allah tidak pernah mengutus seorang Nabi pun kepada kaumnya, kecuali agar mengajarkan kepada mereka SELURUH kebaikan yang diketahui oleh Nabi tsb, dan memperingatkan mereka dari SELURUH kejahatan yg diketahui oleh Nabi tsb… alhadits. Jadi, bila ada suatu ibadah yg dianggap ‘baik’ tapi caranya belum diajarkan oleh Nabi, maka konsekuensinya adalah Nabi masih menyembunyikan sebagian kebaikan yg beliau ketahui dan tidak mengajarkannya kepada umatnya; atau Nabi tidak mengetahui bahwa hal itu baik, namun umatnya yg mengetahui; atau hadits di atas salah… dan semua konsekuensi ini batil.
dan masih ada sejumlah dalil lain yang saling menguatkan makna yg dikandung oleh kaidah tsb… sebab kaidah itu juga dirumuskan dari sejumlah dalil, dan bukan rekayasa begitu saja.
assalamu’alaikum ustadz,
tentang doa qunut witir,
apakah ada anjurannya kalau pada 15 hari terakhir di bulan ramadhan pada shalat witr membaca doa qunut?
jika ada tolong diberitahu dalilnya..
jazzakallah
assalamu’alaikum ustadz,
saya ingin mengikuti quiz yang diselenggarakan oleh seorang ustadz untuk mendapatkan kitab fathul madjid yang di tahqiq oleh Syaikh Al-Walid Alu Furayyan.
salah satu pertanyaannya adalah berapa total jumlah masaa-il yang ada pada kitabut tauhid karangan syaikh muhammad ibn abdil wahhab?
pertanyaan saya, apa jumlah masaa-il itu sama dengan jumlah faidah dalam dalil-dalil yang tercantum di kitab tersebut?
jazzakallah atas jawabannya
Wa’alaikumussalaam. Masa-il tidak sama dengan dalil2, masa-il disebutkan di setiap akhir bab dlm bentuk poin2. Wafiihi masa-il: 1- ,2- ,3-, dst… Tapi tidak semua cetakan kitab Tauhid memuat masa-il. Masa-il adalah kesimpulan yg ditarik oleh Syaikh dari dalil2 yg disebutkan dlm bab tsb.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,
Ustadz, saya mohon penjelasannya…. apakah radio fajri bogor bermanhaj salaf? apakah HISMI merupakah organisasi menyimpang? bagaimana dengan Wahdah Islamiyah? Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh,
Ttg Radio Fajri dan HISMI (apa singkatannya?) ana tidak punya informasi sama sekali, wallahu a’lam, sebab ana sejak tujuh tahun silam bermukim di Madinah, dan pulang ke Indonesia cuma sekali tiap tahun selama 2-3 bulan, lagi pula ana tidak pernah mukim di Bogor… tanyakan saja ke Ust. Yazid Jawwas karena beliau orang bogor. Adapun ttg Wahdah Islamiyyah tidak banyak yang ana tahu, tapi ana kenal dengan pendirinya yaitu Ust. Zaitun… dan ada beberapa teman di Madinah yg berasal dari Wahdah… menurut ana, Wahdah Islamiyyah yg sekarang secara umum adalah ahlussunnah dan bermanhaj salaf, meskipun tidak sama persis dengan salafiyyin (karena toh yg menamakan dirinya ‘salafi’ atau mengaku bermanhaj salaf sendiri tidak sama khan…).
kalau lah ada kekurangan di beberapa sisi, maka -wallahu a’lam- itu masih belum cukup untuk mengeluarkan mereka dari koridor Ahlussunnah wal Jama’ah… Mereka juga tidak terjun ke kancah politik spt IM… tapi lebih konsen ke bidang Dakwah dan Sosial. waffaqanallaahu wa iyyahum lima fiihi khoirul Islaami wal Muslimin. Aamin.
Na’am, Afwan maksudnya HASMI (Harokah Sunniyyah Untuk Masyarakat Islami) dan ana telah tanyakan kepada murid Ustadz. Yazid dan katanya menyimpang…. Karena di bawah naungan Yayasan Al-Huda yang pernah mengedarkan buku “Membongkar Kedok Salafiyyun Sempalan (MKSS)” yang bukunya dibantah oleh ustadz. Aunur Rofiq dalam ceramahnya dan juga di dalam majalah Al Furqon pada rubrik Kitab –majalah Edisi Januari 2007 (Edisi 5 Tahun 6 – Dzulhijjah 1429 H)-, terdapat ringkasan bantahan terhadap buku MKSS yang ditulis oleh Ustadz Abu Ahmad As Salafy. Wallohu A’lam. Jazaakumullohu Khoiron.
Assalamu’alaikum… Ustadz. amalan apa saja yang boleh dirutinkan/dikekalkan setiap hari/malam. kalau ana dalam rangka menghafal surah Al-Mulk, bolehkah ana setiap malamnya membacanya, karena setelah adzan subuh menunggu iqomah cukup lama bolehkah ana membacanya. ana takut masuk kategori menetapkan atau tidak. mohon pencerahan. Syukron
Wa’alaikumussalaam… Innamal A’maalu binniyyaat (Muttafaq ‘alaih), artinya: setiap amalan tergantung pada niatnya. Kalau antum niatnya menghafal berarti sifatnya temporer… ga masalah. alias tidak menjadi rutinitas langgeng. Yang dianjurkan agar dilakukan tiap malam adalah dzikir menjelang tidur, spt tasbih 33x, tahmid 33x. dam takbir 34x; lalu membaca ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al Baqarah, dan membaca surat al-ikhlas, al-falaq, dan an-Naas masing2 3x. Demikian pula qiyamullail, terutama shalat witir… sebab Nabi tidak pernah meninggalkan witir baik ketika bepergian maupun menetap. untuk setiap hari ya cukup banyak amalan yg dianjurkan, contohnya dzikir pagi dan sore, shalat dhuha, shalat sunnah rowatib (namun saat bepergian, cukup qabliyah fajar saja). dan dzikrullah secara mutlak… alias tanpa terikat dgn waktu dan jumlah tertentu. Artinya, setiap saat dan di mana saja kita dianjurkan untuk berdzikir. Allah berfirman: Fadzkurullaha qiyaaman wa qu’uudan wa ‘ala junuubikum, artinya: Ingatlah Allah baik dlm keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring… jadi, selain dzikir2 pagi dan sore, wirid selepas shalat, dzikir menjelang tidur, dan semisalnya yg sifatnya terikat dgn waktu dan cara tertentu; ada juga dzikir yg sifatnya mutlak, seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, shalawat dan istighfar yg kita lakukan kapan saja dan dimana saja (kecuali saat di WC). Demikian pula membaca Al Qur’an… boleh dilakukan kapan saja, kecuali saat Junub atau ketika Haid/nifas (bg wanita)… ini membaca Al Qur’an yg sifatnya mutlak… namun khusus hari Jum’at, kita dianjurkan membaca surat Al Kahfi. adapun anjuran membaca surat Yaasin pd waktu tertentu maka haditsnya tidak shahih. Barangkali inilah jawaban singkat yg bisa ana berikan… selengkapnya pelajarilah sunnah-sunnah Rasulullah dalam sehari-semalam. Para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits ttg hal ini dalam kitab yg biasanya diberi judul “Amalul Yaumi wal Lailah”, contohnya kitab Amalul Yaumi wal Lailah tulisan Ibnus Sunni dan Imam Nasa’i. Ada juga kitab kumpulan doa dan dzikir yg sangat terkenal di dunia, kitabnya kecil dan sudah diterjemahkan dlm bahasa Indonesia, yaitu: Hishnul Muslim, tulisan Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al Qahthani. Isinya ttg doa dan dzikir sehari semalam, dan semuanya berdasarkan Sunnah Rasul.
Wallahu a’lam.
Assalamu’alaikum…ada ikhwan yang berpendapat bahwa adzan tidak boleh dilagukan, sehingga adzan harus dengan suara keras dan datar. Apakah pendapat seperti ini ada dalilnya? karena di Saudi sendiri banyak yang adzannya dilagukan.
Wassalamu’alaikum…
Wa’alaikumussalaam… Memang, melagukan adzan menurut sebagian masyayikh adalah bid’ah, alasannya karena hal itu tidak dilakukan oleh para salaf, mereka adzan dengan suara yg datar dan lantang… meskipun hal ini terjadi di Saudi, tidak berarti para ulama melegitimasinya… jadi, tidak semua yg terjadi di saudi bisa dianggap sunnah, tapi tetap harus merujuk ke dalil dan penjelasan para ulama.
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan. apabila imam telah selesai shalat kemudian imam membaca do’a, apakah boleh makmum mengaminkannya seraya mengangkat tangan. apakah ada sunnahnya. Syukron
Wa’alaikumussalaam… Sejauh yg saya tahu, usai shalat bukanlah waktu yang mustajab untuk berdoa, bahkan saya tidak mendapati Sunnah Nabi yang mengarah ke sana. Usai shalat adalah waktu untuk dzikrullah (baca wirid). Adapun doa, maka justru diperintahkan oleh Nabi ketika kita masih shalat, seperti dalam sujud (stlh membaca tasbih), lalu doa qunut (baik qunut nazilah maupun qunut dlm shalat witir), dan doa setelah membaca tahiyyat akhir dan sebelum salam. Di ketiga tempat itulah kita mestinya berdoa, terutama ketika sujud, sebab itulah saat terdekat antara seorang hamba dengan Allah.
Jadi, kebiasaan yg berlaku di masyarakat itu sebenarnya keliru dan menyelisihi sunnah. Jadi ya ga usah dipelihara… tp kalau antum mau mengaminkan doa imam ya saya tidak bisa mengatakan: “Tidak boleh”… namun lebih baik antum shalat sunnah setelah itu, lalu perbanyak doa ketika sujud, dan sebelum salam… pake bahasa Indonesia juga boleh kok. Gitu aja, semoga bermanfaat.
assalamu’alaikum ustadz,
pertanyaan saya mengenai salah satu pembatal puasa (ada juga yang berpendapat tidak merupakan pembatal puasa) yaitu berbekam.
Bagaimana mengkompromikannya? khususnya bagi saya yang awam dan melihat perbedaan ini.
jika orang yang dibekam itu batal puasanya ,apakah si pelaku pembekaman juga batal puasanya?
kalau pendapat ustadz pribadi bagaimana?apakah berbekam membatalkan puasa?
Assalamu’alaykum ustadz,
ana mau nanya lagi, ada 2 hadits;
-prtama ttg keutamaan sahabat nabi: “..seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai satu mud atau setengah mudnya shadaqah mereka”
-kedua ttg keutamaan org yg memegang sunnah di akhir zaman: “..Mereka yg mengamalkan sunnah hari itu akan mendapatkan pahala 50 kali dari kalian(para sahabat) yg mengamalkan amalan tsb..”
-Prtanyaan ana: bgmn mnjama’ 2 hadits tsb? dan jg hadits kedua banyak djadikan dalih ttg keutamaan kholaf diatas salaf.
mohon dijelaskan ust, jazakallah
maksud ana dilihat dari segi pahalanya ust, di satu sisi bila seorang beramal(infaq) sebesar apapun maka tdk mampu menandingi pahala para sahabat. namun di sisi yg lain, bila seorang mngamalkan sunnah, ia mndptkan pahala 50x pahala para sahabat
Jawab: Hadits pertama hanya menunjukkan keutamaan khalaf di atas salaf dalam sisi itu saja, yakni bila ada di antara khalaf yang berpegang teguh dgn Sunnah. Ini tidak berarti bahwa Khalaf lebih mulia dari Salaf secara umum, sebab banyak keutamaan Salaf -terutama para sahabat- yg tidak bisa kita raih, seperti keutamaan berjumpa dgn Rasulullah, dan predikat ‘Adil’ yg disandang oleh semua orang yang terbukti sebagai sahabat Nabi, tanpa pandang bulu… karenanya dlm ilmu jarh wa ta’dil, bila seseorang sdh sah dinyatakan sbg sahabat, tidak perlu lagi dicari-cari apakah dia itu ‘tsiqah’, ‘shaduq’, kuat hafalannya atau lemah dst… sebab Rasulullah telah menyatakan bhw semua sahabat beliau adalah adil.
keutamaan lainnya ialah kecintaan mrk yg demikian besar thd Nabi, lalu pengorbanan mereka dlm menegakkan agama Allah, dan kekuatan iman serta keshalihan mereka secara umum yg melebihi golongan lain setelah mereka… ini sudah menjadi ijma’. Jadi, kelebihan di satu sisi yg dimiliki oleh khalaf, tidak akan mengalahkan segudang kelebihan di berbagai sisi yg dimiliki oleh salaf.
Demikian pula kelebihan individual yg dimiliki beberapa orang sahabat, spt masalah faraidh yg jagonya adalah zaid bin tsabit, lalu ilmu halal-haram yg dimiliki Muadz bin Jabal, lalu ilmu tafsir Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, dsb… tidak berarti bhw masing-masing dr mereka lebih afdhal dari Abu Bakar Ash Shiddiq secara umum, sebab keutamaan Abu Bakar dalam berbagai sisi lainnya jauh lebih tinggi dari mereka semuanya… kemudian disusul oleh Umar lalu Utsman lalu Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu ‘anhum.
apakah di saudi bayi-bayinya diberi imunisasi lengkap sampai usia 1 tahun? apakah ada fatwa yang mengharamkan vaksin imunisasi pada bayi? mohon infonya, ustadz. karena bidan2 dan dokter2 hingga hari ini tetap memberikan imunisasi, padahal sudah bukan rahasia umum lagi bahwa vaksin2 tersebut mengandung unsur haram. hal ini juga telah dilansir di laman halalMUI.
Di Saudi imunisasi merupakan syarat utama untuk mendapatkan Akte Kelahiran Asli dan bisa masuk sekolah. Karenanya semua orang yang ingin anaknya bisa sekolah harus imunisasi lengkap, bahkan hingga 5 tahun dan buku imunisasinya tidak boleh hilang…
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.
http://www.halalguide.info/2009/05/04/kehalalan-vaksin/
di situ ada artikel judulnya kehalalan vaksin. memang ditulis di situs halalguide, tapi dicantumkan sumbernya dari jurnal LPPOM MUI.
di sini (indonesia) sendiri ramai pro-kontra vaksin imunisasi. bila tanya ke pihak yang kontra, mereka akan menjelaskan tentang kandungan unsur haram di dalam vaksin plus unsur-unsur berbahaya seperti merkuri, formaldehid, dsb. bahkan sampai dikaitkan dengan konspirasi untuk melemahkan generasi umat islam yang dibuat oleh barat. lalu mereka menganjurkan untuk menggunakan pengobatan herbal (sebagai ganti vaksin adalah madu).
lalu kami pernah tanya ke dokter anak, jawabannya: tidak ditemukan unsur-unsur berbahaya. kalaupun ada, kandungannya sangat-sangat sedikit dan kecil sekali kemungkinan akan menimbulkan penyakit seperti yang dituding oleh kelompok anti-vaksin. selain itu dilakukan telaah kepada bayi yang akan divaksin (misal riwayat kesehatan) untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. kalau kandungan unsur haram, kami sendiri belum pernah tanya langsung.
bagaimana pendapat ustadz?
Assalamu’alaikum… Ustadz. mohon pencerahan ni, maksud Istiqomah itu yg bagaimana…? apabila sholat setiap malam namun jamnya berobah-robah itu termasuk apa tidak. Mohon penjelasan. Syukron.
Insya Allah itu merupakan langkah menuju istiqomah… yang penting rutin walaupun hanya sebentar, itu yg lebih dicintai Allah.
Assalamu’alaikum… Ustadz. nyambung lagi pertanyaannya ni… kalau ana musafir, apakah shalat tahajud tetap disunnahkan supaya tidak terputus, mengingat shalat wajib aja bisa dijama’, mohon pencerahan. Syukron
Wa’alaikumussalaam. Shalat tahajjud artinya shalat malam yang dilakukan setelah seseorang tidur terlebih dahulu. Shalat semacam ini tetap disunnahkan, terutama witirnya. Sebab Aisyah menyebutkan bahwa Nabi tidak pernah meninggalkan shalat qabliyah fajar dan shalat witir, baik dalam keadaan mukim maupun safar.
assalamu ‘allaikum bapak ustadz Basweidan yang dirahmati Alloh. ANa mau tanya :
1. apakah boleh wanita haid membaca AlQur’an lewat komputer atau HP, juga apakah boleh membaca & memegang Al Qur’an dengan sarung tangan karena haid? bagaimana sebaiknya cara membaca AlQur’an bagi wanita haid?
2. Sudah jelas musik, lagu2 & nyanyian haram hukumnya, apa MUI sudah mengeluarkan fatwa haram tentang hal tsb.? Kalau belum, apa baik kita menyampaikan berulang kali kepada MUI agar mengeluarkan fatwa haram hal tsb.( musik, lagu2, nyanyian, sinetron/film yg negatif dll.)? Syukron atas jawabannya, barakallaahu fikum. Wassalamu alaikum warohmatulloohi wabarokatuh
Wa’alaikumussalaam…
Untuk Wanita haid, memang tidak ada nash (dalil qoth’i) yang melarangnya membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, baik lewat komputer, hp, pake sarung tangan atau dengan cara lainnya… akan tetapi ada sebuah hadits dalam Shahih Bukhari dari Aisyah yang menyebutkan:
كان النبي يقرأ القرآن ورأسه في حجري وأنا حائض
Nabi pernah membaca Al Qur’an dan kepala beliau di pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan haid.
Sebagian ulama mengatakan bahwa riwayat ini merupakan dalil bolehnya wanita haid membawa Al Qur’an yg dibungkus, karena dlm riwayat ini, pakaian Aisyah ibarat bungkus dan Nabi ibarat Mushaf. Akan tetapi salah seorang ulama terkenal dari madzhab Syafi’i, yang bernama Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan: Riwayat ini justeru mengisyaratkan bahwa wanita haid tidak boleh membaca Al Qur’an. sebab kalaulah boleh, mengapa bukan Aisyah langsung yang membaca Al Qur’an?
Faidah lain dalam hadits ini ialah: bolehnya membaca Al Qur’an di dekat tempat yang najis, sebab bila kepala Nabi berada di pangkuan Aisyah, berarti mulut beliau berada dekat dengan tempat najis (yaitu tempat darah haid). Hadits ini juga menunjukkan bolehnya bersandar kepada wanita haid ketika shalat, dengan syarat bahwa pakaian si wanita bersih dari najis. Pendapat2 ini dinukil oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Syarah Shahih Bukhari-nya (Fathul Bari 1/402).
Kembali ke inti masalah, Al Qur’an haruslah kita hargai dan junjung tinggi semaksimal mungkin, sebab dia merupakan kalamullah yg suci, sedangkan wanita haid kondisinya sedang tidak suci. Oleh karenanya, jika si wanita haid sekedar ingin mencari pahala lewat membaca Al Qur’an, maka sebaiknya ia tidak melakukannya, karena masih banyak ibadah lain yg bisa dilakukan selama haid, seperti berdzikir, membaca buku2 agama (mencari ilmu) dll. Namun jika ada kondisi tertentu yang mendesak, seperti jika ia seorang hafizhah dan khawatir hafalannya hilang jika tidak muraja’ah, maka silakan dia membaca tanpa menyentuh mushaf. Atau jika ia seorang guru ngaji di TPA dan semisalnya. Inilah pendapat salah seorang ulama Saudi terkenal, yaitu Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin, rahimahullah.
Adapun masalah Musik, lagu, dan sinetron, sejauh yang saya ketahui belum ada fatwa haram dari MUI, dan terus terang saya tidak yakin MUI berani memfatwakan demikian. Karena banyak masalah yang telah difatwakan haram oleh Majelis2 ulama tingkat dunia, namun justru dihalalkan oleh MUI… contohnya masalah jual beli mata uang lewat FOREX. Menurut kawan saya Dr. Muh Arifin Badri, MA yg barusan meraih gelar doktor di bidang fikih dari Univ. Islam Madinah, dan kini beliau berada di Indonesia, sistem Forex ini haram dilakukan karena tidak ada serah terima secara langsung, akan tetapi ada tempo. dan ini jelas salah satu bentuk riba, karena uang dibeli dengan uang namun tidak cash… pun demikian, menurut beliau MUI justeru membolehkan hal tsb…
Kalau masalah yg tergolong KABA-IR (dosa2 besar) aja disepelekan spt itu oleh MUI, lantas bagaimana mungkin kita mengharapkan keluarnya fatwa haram atas lagu dan musik dari MUI? Dan siapakah yg duduk di MUI itu sendiri? bukankah mereka dari berbagai macam unsur yang boleh jadi tidak sepemahaman dalam banyak masalah? oleh karenanya, menurut saya MUI bukanlah badan fatwa yang bisa jadi sandaran untuk masalah2 yang tidak khusus berkaitan dengan Indonesia, spt masalah haramnya lagu dan musik. masalah ini adalah masalah global, sehingga tidak perlu harus difatwakan oleh MUI, tapi bisa kita ambil dari fatwa ulama lain, baik dari Saudi, atau yg lainnya. namun bila masalah tsb khusus berkaitan dengan Indonesia, maka MUI perlu diingatkan agar segera membahas dan mengeluarkan fatwa… tapi kalau tidak keluar juga, ya silakan tanyakan ke ulama lain yg diakui keilmuannya, dan ceritakan sikon di tempat masalah tsb terjadi, insya Allah fatwa ulama tsb juga bernilai sama dengan fatwa MUI.
Ironis memang, Indonesia yg terkenal dgn negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, namun ‘ulama-ulama’ nya mlempem. Tapi inilah kenyataan yg harus kita hadapi, semoga Allah memperbaiki kondisi umat Islam di negeri kita dan mengembalikan mereka ke pangkuan Islam… Amien… maaf kalo kepanjangan, semoga bermanfaat.
assalamu’alaikum ustadz, ada hal yang ingin saya tanyakan,
apakah benar ada riwayat yang menyatakan tentang pertanyaan umar ibn khaththab radiyallahu’anhu kepada Abdullah ibn Abbas radiyallahu’anhu,
tentang, kenapa Umat ini berpecah belah, padahal Tuhannya satu, kiblatnya satu, nabi nya satu, kitabnya satu…dst,
jika ada mohon penjelasannya ustadz, berikut jawaban dari Abdulah ibn abbas radiyallahu’anhu.
jazzakallah
Wa’alaikumussalaam…
Ana ga tahu tentang riwayat itu.
Wassalaam.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ya Akhi fillah.Ana dapat titipan pertanyaan dari Shahibah fil madrasah.Tolong Akhi jawab ya… 1.Kapan seseorang dihukumi sebagai saudara sepersusuan? 2.Bagaimana hukumnya jika seseorang diperintahkan oleh ibunya bercadar tetapi ia meyakini bahwa bercadar akan menghalangi diri dari segalanya?Bukankah perintah orang tua yang ma’ruf harus dilaksanakan!(Ia memakai cadar karena hanya merupakan suatu kewajiban di pondoknya.Jika dinasehati, jawabannya hanya “cadar itu hukumnya sunnah!”) 3.Bagaimana hukumnya jika seseorang telah mengetahui hukum bahwa mendekati zina itu tidak boleh.Bahkan, ber-sms-an dan telepon-teloponan dengan yang bukan mahromnya sudah dikatakan pacaran.Akan tetapi ia tidak bisa meninggalkannya.Karena khawatir, cinta yang telah ia dapatkan dari seorang Ikhwan itu akan hilang dari dirinya, alias jatuh pada orang lain.Ia mengibaratkan bahwa cinta Ikhwan tersebut seperti kupu-kupu yang selalu terbang(jadi sulit ditangkap bukan?) Syukran atas jawabannya ya Akhi.Ma’diratan, jika pertanyaanya kelihatan neko-neko.Emang temen ana kayak gitu koq!Ustadz do’ain aza moga dia mau nurutin nasehat dan petuah dari Ustadz.Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Wa’alaikumussalaam.
1-Hubungan persusuan terjadi bila dua orang/lebih pernah disusui oleh wanita yang sama, dengan syarat: persusuan tsb terjadi sebelum bayi (org tsb) disapih dan sebelum genap berumur dua tahun, kemudian masing-masing bayi disusui minimal lima kali (yang tahu ya yg menyusui). Artinya, jika bayi yg berumur setahun telah disapih (tidak bergantung lagi kpd susu) maka bila ia disusui oleh wanita lain tidak akan berpengaruh apa-apa secara hukum. Demikian pula jika dia hanya disusui sekali atau dua kali atau kurang dari lima kali.
2-Nasehati orang tersebut dengan baik, dan sampaikan bahwa cadar tidak menghalangi diri dari segalanya… itu hanya bisikan setan. cadar (yg syar’i) hanya menghalangi dari perbuatan tercela, bukan menghalangi dari perbuatan terpuji. Kalau dia memandang sunnah dan meyakini bhw sunnah nabi menghalangi dirinya dari segalanya… wah, ini keyakinan yg berbahaya… saya khawatir imannya masih bermasalah, sebab Allah berfirman dlm Surat Al A’raf 157 yang intinya mengatakan bahwa Nabi justru berusaha menghilangkan beban dari umatnya, menyuruh kepada semua yg ma’ruf dan melarang dari semua yang munkar, menghalalkan bagi mereka yg baik-baik, dan mengharamkan yang buruk-buruk… dan ini termasuk perintah cadar (atau lebih tepatnya: hijab).
3-Sampaikan kpdnya, waman yattaqillaaha yaj’allahu makhroja wayarzuqhu min haitsu laa yahtasib. kalau dia bertakwa kpd Allah dlm mencari jodoh, niscaya akan dapat jalan keluar dan rezeki yg tak disangka-sangka… tp kalo nyenggol-nyenggol yg haram ya tanggung sendiri akibatnya. Jodoh belum tentu dapet tapi dosa pasti dapet.
Biasa ustadz yang di bahas sebelumnya kelompok HT
afwan ustadz, ada tambahan lagi
seringkali orang yang sudah kehabisan kata2 untuk menghujat setelah dibantah,
membantah dengan kalimat:
Saya tidak akan tdk akan membahas mengenai link2 dikomen anda yg menyudutkan org2 dan kelompok tertentu walaupun mereka tdk ada hubunganya dengan sy bs saja saya memberi link2 bagaimana kritik,koreksi atas jamaah antum .namun saya tdk akan memperpanas keadaan sebagai sesame muslim ane mengajak untuk saling berinstropeksi dan saling sinergi.ingat musuh kita sebenarnya adalah org2 kafir yahudi,amerika,etc
bagaimana nasehat yang ustadz berikan kepada kita semua..
jazzakallah
Itu tergantung kelompok apa yg dibahas. Ana tidak bisa memberikan jawaban kalo soalnya umum spt itu. Kalau diskusinya antara sesama ahlussunnah, kita harus lemah lembut dan mengikuti rambu-rambu yg digariskan oleh para ulama. Tapi kalo antara sunnah vs syi’ah, atau dgn ahli bid’ah kelas berat lainnya, maka lain lagi caranya.
Adapun pendapat yg mengatakan bhw musuh islam yg sebenarnya adalah orang kafir, yahudi, amerika, dll… itu tidak tepat. Tapi musuh yg lebih berbahaya adalah orang-orang munafik, bukankah Allah berfirman: “Humul ‘aduwwu fahdzarhum !” (mereka itulah musuh sesungguhnya, maka waspadai mereka), dan ini berkenaan dgn orang-orang munafik. Hari ini kaum munafikin sangat banyak jumlahnya… mereka muncul dgn baju syi’ah, JIL, Pluralisme, Sekulerisme, dll… mereka membawa nama islam untuk meninabobokan umat islam… kalo pake atribut Yahudi kan langsung ketahuan, makanya dia pake atribut ‘islami’…
wallaahu a’lam.
abu hudzaifah, apa komentar anda tentang tabarruk?
bu hudzaifah, apa tanggapan antum atas tabarruk..?
ustat, apa hukumnya tabarruk..?
oh ya ustadz, alhamdulillah bantahan fitnah tentang wahabi sudah saya dapatkan pd web blog ustadz abu salma.
dan jazzakallah qodarullah ustadz telah memberikan petunjuk yang lebih meyakinkan lagi lewat thesis seorang ulama,
semoga kita bisa ngobrol-ngobrol lagi di lain waktu.
syukron ustadz
jazzakallah atas penjelasannya ustadz,
aktivis HT itu, tidak menanggapi jawaban ttg khalifah harus dari suku Quraisy, namun mengapa ya kalau jawaban tentang Arab saudi sepertinya dia gak rela?
sebenarnya saya malu mengganggu ustadz dengan pertanyaan yang itu-itu saja, tapi karena saya ingin tahu keadaan yang sebenarnya, maka saya memberanikan diri bertanya,
saya cantumkan langsung perkataannya,
dia berkata:
Ttg Daulah Su’udiyyah ane juga ingin memberikan referensi lain
Gerakan wahabi muncul ditengah-tengah kemunduran Negara Islam di semenanjung Arab. Ahmad Jawdat Pasha, dan Ayyub Sabri Pasha (w.1308 H /1890 M), juru bicara dan laksamana muda pada kekhilafahan Utsmani ke-34 (dimasa Sultan Abdul Hamid di Turki), keduanya sempat menulis buku sejarah yang menjelaskan Wahabi secara detail4. Sebagian tulisan berikut diambil dari buku terjemahan Ahmad Zaini (w. 1308 H) ‘fitnat al-Wahhabiyya’.
Wahabisme didirikan oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab. Dia lahir di Huraimila di Najd pada 1111 H (1699 M) dan wafat 1206 H (1791 M). Saat berada di Basra pada1125 H. Dia dijebak oleh perangkap yang dipasang oleh Hempher, seorang agen Inggris, dan dipersiapkan untuk menghancurkan Islam. Hal ini bisa dibaca dibuku “Confessions of A British Spy” (Pengakuan Seorang Agen Inggris) yang memberikan informasi detail tentang pendirian Wahabi.
Gerakan wahabi diorganisasi untuk mendirikan suatu kekuatan dalam masyarakat di dalam Khilafah yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud lalu anaknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Gerakan in berupaya merampas wilayah kaum muslimin dan memberontak / bughat mereka ini dibantu oleh Inggris, mereka ingin mengatur wilayah tersebur dengan madzhab yang mereka anut dan menghilangkan madzhab lain dengan kekuasaan. Kuwait diduduki tahun 1788, mengepung Baghdad dan berusaha merebut Karbala dan makam Hussain ra, dihancurkan dan melarang kaum muslimin untuk mengunjunginya. Tahun 1804 mereka menyerang Mekah dan mendudukinya, 1804 menduduki Madinah. Mereka menghancurkan kubah besar untuk menaungi makam Rasulullah dan memereteli batu perhiasan dan ornamen disana yang amat berharga. Damaskus diserang dua kali meski akhirnya mereka dikalahkan penduduk disana
Gerakan ini diprovokasi dan didukung Inggris, keluarga Saud adalah agen mereka, mereka memanfaatkan madzhab wahabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam (Hambaliyah) dan pendirinya adalah seorang mujtahid. Inggris bermaksud memanfaatkan mereka untuk menimbulkan perang antar madzhab didalam Khilafah Utsmaniyah, sayangnya kebanyakan pengikut ..Wahabi tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Ibn Saud yang merupakan antek Inggris.
Sedang al-‘Alamah Syaikh Abdul Qadim Zallum dan Syaikh Muhammad Umar Bakri5 meringkas sejarah Wahabi sebagai berikut:
‘’Awalnya, Syaikh Abdul Wahab mendakwahkan pendapatnya secara individual, kemudian ketika dia dimusuhi dan diusir oleh penduduk Basrah. Kemudian dia bertemu dengan Ibn Saud yang kemudian mendukung dakwahnya. Dari sebuah gerakan pemikiran gerakan ini berubah menjadi gerakan politik yang mengancam Negara Islam saat itu. Gerakan in berupaya merampas wilayah kaum muslimin dan memberontak, mereka dibantu oleh Inggris, mereka ingin mengatur wilayah tersebur dengan madzhab yang mereka anut dan menghilangkan madzhab lain dengan kekuasaan. Kuwait diduduki tahun 1788, mengepung Baghdad dan berusaha merebut Karbala dan makam Hussain ra, dihancurkan dan melarang kaum muslimin untuk mengunjunginya. Tahun 1804 mereka menyerang Mekah dan mendudukinya, 1804 menduduki Madinah. Mereka menghancurkan kubah besar untuk menaungi makam Rasulullah dan memereteli batu perhiasan dan ornamen disana yang amat berharga. Damaskus diserang dua kali meski akhirnya mereka dikalahkan penduduk disana. Gerakan ini diprovokasi dan didukung Inggris, keluarga Saud adalah agen mereka, mereka memanfaatkan madzhab wahabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam (Hambaliyah) dan pendirinya adalah seorang mujtahid. Inggris bermaksud memanfaatkan mereka untuk menimbulkan perang antar madzhab didalam Khilafah Utsmaniyah, sayangnya kebanyakan pengikut Wahabi tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Ibn Saud yang merupakan antek Inggris
Tahun 1740 adalah saat bersejarah bagi gerakan ini karena Muhammad bin Saud, pemimpin bani Anzah di ad-Dir… Lihat Selengkapnya’iyyah menyatakan dukungannya dalam menyebarkan madzhabnya disana. Pada 1747, Ibn saud menyatakan persetujuan dan dukungan pada pemikiran dan pendapat Abdul Wahab.Berikut petikan “bai’at” diantara keduanya yang kami kutip dari buku Wahabi sendiri: Emir Muhammad bin saud berkata: Wahai syeikh, aku akan berbai’ at (menyetakan kesetiaan) kepada anda untuk membela agama Allah dan Rasulnya dan untuk berjihad di jalan Allah. Namun aku khawatir, jika anda kami dukung dan kami bela lalu Allah memenangkan anda atas musuh-musuh Islam, jangan-jangan anda akan memilih negeri lain untuk berpindah kesana dan meninggalkan negeri kami”. Syeikh Abdul Wahab menjawab: Saya tidak berbai’at kepada Tuan untuk tujuan semacam itu. Saya berbai’at kepada Tuan untuk menegaskan tekad, bahwa darah harus dibayar dengan darah, penghancuran harus dibalas penghancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri tuan selamanya. 6
Dari aliansi inilah gerakan Wahabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Kemudian mereka menyebarluaskan pengaruhnya didaerah-daerah seputar ad-Dir’ iyyah dan dalam 10 tahun mereka berhasil memiliki wilayah 30 mil. Padahal saat itu negara Khilafah masih berdiri dengan segala kekurangannya, maka bagaimana bisa seorang ulama yang mengatakan mengikuti manhaj salaf kemudan menyelisihi masalah yang sudah difahami dalam Islam bahwa tidak boleh ada dua orang imam. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “ Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang kedua”. Maka siapakah yang terkategori sebagai bughat (pemberontak) pada pemerintah yang sah yang harus diperangi dalam kasus ini???. Lalu apakah berperang melawan daulah Khilafah adalah terkategori jihad fi sabilillah seperti yang disebutkan dalam “bai’at” diatas. Sungguh pendapat yang aneh.
Tahun 1787 Abdul Azis (putra Ibn Saud) mendirikan Dewan Imarah (sistem kepemimpinan turun temurun). Sekelompok orang yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab dikumpulkan, didepan mereka Abdul Azis menegaskan bahwa hak Imarah ditentukan hanya oleh keluarganya dan disepakatilah hal itu oleh mereka. Dari sini jelas sekali Abdul Wahab menyelisihi apa-apa yang difahami oleh Rasulullah dan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalannya yang lurus, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits dalam shahih Muslim diatas bahwa metode untuk mengangkat Khalifah adalah dengan bai’at bukan mewariskan kekuasaan pada anaknya. Demikian pula kepemimpinan madzhab Wahabi telah ditentukan untuk keluarga dan keturunan Abdul Wahab.
ahun 1788, Abdul Azis memberangkatkan pasukan yang sangat besar dan bersenjata lengkap menyerang dan merampas Kuwait dari Daulah, padahal dulu Inggris yang melakukan terlebih dulu dilawan oleh Daulah dan ditentang pula oleh Rusia Jerman dan Perancis karena dianggap ingin mencaplok Turki sendirian. Kedekatan dan kesetiaan keluarga Saud pada Inggris… Lihat Selengkapnya diketahui dengan pasti oleh Daulah dan negara besar lainnya saat itu. Inggris juga tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa mereka mendukung Saudi sebagai sebuah negara, dengan mengirimkan senjata dan dana.
Muhammad bin Abdul Wahhab juga berpendapat bahwa barang siapa berziarah kemakam Rasulullah, mereka tidak boleh mengqashar shalatnya saat diperjalanan karena tujuannya perjalanannya adalah berbuat dosa berdasarkan: La tusyaddul rihaalu illa tsalatsati masaajida : masjidiy hadzaa, walmasjidil haram walmasjidil aqsha (HR. Bukhari & Muslim). Sedang madzhab lain tidak berpendapat demikian berdasarkan: Kuntu nahaytukum ‘ an ziyaarotil qubuuri alaa fazuruhaa (HR. Muslim, Ahmad, Turmudzi, & Ibnu Majah). Dengan demikian berziarah kemakam Rasulullah lebih utama dibanding lainnya. Dan hadits Abdul Wahhab diatas dikhususkan untuk ziarah kemasjid-masjid saja, karena sifatnya tidak umum “ Janganlah bersusah payah melakukan perjalanan kecuali ketiga masjid”, jadi berziarah pada masjid hanya untuk tiga masjid diatas saja.
Perbedaan antara Abdul Wahhab dan penganut madzhab lain semakin meruncing dan dia dianggap keliru dan bertentangan dengan apa yang mereka fahami dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia diusir dari negerinya. Tahun 1740, ia meminta perlindungan dari Muhammad bin Saud, pemimpin bani Anzah di ad-Dir’iyyah dan menyebarkan madzhabnya disana. Pada 1747, Ibn saud menyatakan persetujuan dan dukungan pada pemikiran dan pendapat Abdul Wahab.Berikut petikan “bai’at” diantara keduanya: Emir Muhammad bin saud berkata: Wahai syeikh, aku akan berbai’ at (menyetakan kesetiaan) kepada anda untuk membela agama Allah dan Rasulnya dan untuk berjihad di jalan Allah. Namun aku khawatir, jika anda kami dukung dan kami bela lalu Allah memenangkan anda atas musuh-musuh Islam, jangan-jangan anda akan memilih negeri lain untuk berpindah kesana dan meninggalkan negeri kami”. Syeikh Abdul Wahab menjawab: Saya tidak berbai’at kepada Tuan untuk tujuan semacam itu. Saya berbai’at kepada Tuan untuk menegaskan tekad, bahwa darah harus dibayar dengan darah, penghancuran harus dibalas penghancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri tuan selamanya.
(Al-Imam Muhammad ibn ‘Abd el-Wahhab Da’watuhu wa siratuhu, Syeikh ‘Abdul ‘Azis bin ‘Abdullah bin Baz, hal.38-9, terjemahan, diterbitkan oleh KERAJAAN ARAB SAUDI)
Dari aliansi inilah gerakan Wahabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Kemudian mereka menyebarluaskan pengaruhnya didaerah-daerah seputar ad-Dir… Lihat Selengkapnya’ iyyah dan dalam 10 tahun mereka berhasil memiliki wilayah 30 mil. Padahal saat itu negara Khilafah masih berdiri dengan segala kekurangannya, maka bagaimana bisa seorang ulama yang mengatakan mengikuti manhaj salaf kemudan menyelisihi masalah yang sudah difahami dalam diin ini bahwa tidak boleh ada dua orang imam. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “ Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang kedua”. Maka siapakah yang terkategori sebagai bughat yang harus dibunuh dalam kasus ini???. Lalu apakah berperang melawan daulah Khilafah adalah terkategori jihad fi sabilillah seperti yang anda katakan wahai syaikh, apa anda akan melakukan futuhat atas daulah Khilafah ? jika iya apakah anda akan menggantikan Daulah Khilafah dengan Daulah Saud atau Dauleh Wahabiyah???.
Tahun 1765 Muhammad bin Saud wafat, digantikan putranya Abdul Aziz. Beliau tidak melakukan aktivitas gerakan atau perluasan sebagaimana bapaknya dan gerakan ini tertidur atau stagnan sampai pada 41 tahun setelah kemunculannya, 1747-1788, atau 31 tahun sejak masa stagnasi, 1757-1788, gerakan ini tiba-tiba memulai aktivitasnya. Gerakan Wahabi memulai dengan metode baru untuk menyebarkan madzhabnya sehingga dapat dikenal luas yang menimbulkan kegoncangan diseluruh negara Islam. Tahun 1787 Abdul Azis mendirikan Dewan Imarah (sistem kepemimpinan turun temurun). Sekelompok orang yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab dikumpulkan, didepan mereka Abdul Azis menegaskan bahwa hak Imarah ditentukan hanya oleh keluarganya dan disepakatilah hal itu oleh mereka. Dari sini jelas sekali Abdul Wahab menyelisihi apa-apa yang difahami oleh Rasulullah dan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalannya yang lurus, apa beliau tidak pernah membuka kitab-kitab ulama salaf yang menjelaskan bahwa para sahabat menyalahkan pendapat Mu’awiyah yang mewariskan kekuasaan pada anaknya, lalu dengan apa dia membina umat yang terkungkung dengan sistem pemerintahan yang menyalahi sunah Rasulullah seperti bentuk republik dan kerajaan yang dia ikuti. Demikian pula kepemimpinan madzhab Wahabi telah ditentukan untuk keluarga dan keturunan Abdul Wahab.
Satu hal yang wajar jika mereka punya pendapat-pendapat yang nyeleneh dalam masalah siyasah Islamiyah karena madzhab mereka memandang sekarang ini harus memperbaiki kerusakan umat dengan memulainya dengan akidah Islam (versi mereka), sehingga harus mengkaji akidah sampai benar-benar kuat akidah yang dimiliki. Siapapun sepakat bahwa dalam ber-Islam harus dimulai dengan akidah yang benar, namun jika kemudian mengklaim bahwa konsepsi akidah mereka adalah yang paling benar dan yang lain bid’ah atau bahkan kafir sungguh mereka telah menyimpang jauh dari para ulama yang merumuskan konsep akidah yang mereka pegang.
Lalu mereka terus mengklaim bahwa dakwah merekalah yang paling “nyunah” dan yang lain sesat. Coba anda tanyakan pada mereka, apakah Rasulullah dan para sahabat mengkaji akidah dengan kitab-berjilid-jilid seperti mereka untuk bisa disebut memiliki akidah Islam yang baik. Apakah ketika umat mengalamai kerusakan dalam masalah ekonomi diakibatkan ekonomi kapitalis kemudian akan kita katakan kajilah akidah Islam bersama kami. Apakah ketika sistem demokrasi diterapkan ditengah-tengah umat dan mereka meyakininya dengan baik, kemudian anda katakan musuh Islam adalah aliran sesat seperti Mu’tazilah, syi’ah, jahmiyah dan Rafidah. Coba anda lihat bagaimana Ibnu Taimiyah ketika negara Islam dihancurkan tentara Mongol, beliau bangkit mengangkat senjata bersama umat untuk menegakkannya kembali dan berfikir realistis bahwa untuk menegakkan hukum Islam dalam negara tidaklah dengan duduk-duduk dimasjid dan menyalahkan kaum muslimin lain yang berjuang yang belum tentu seperti yang anda katakan, mohon tahu dirilah wahai saudaraku!!!
Pada tahun 1344 H, mereka menghancurkan pemakaman Baqi… Lihat Selengkapnya’ dan peninggalan-peninggalan keluarga Rasul dan sahabatnya. Untuk mendapatkan fatwa ulama Madinah mereka mengurus Hakim Agung Nejd, Sulaiman bin Bulaihad, guna menanyakan fatwa ulama disana dengan menyelipkan pendapat Wahabi tentang masalah yang ditanyakan. Maksudnya agar para ulama disana menjawab dengannya atau dianggap kafir dan jika tidak bertaubat maka akan dibunuh.
Soal jawab ini dimuat dimajalah Ummul Qura, terbitan Makkah, bulan Syawal tahun 1344 H. Maka terjadilah keributan dikalangan muslim syi’ah maupun sunnah karena mereka tahu dengan fatwa dari 15 ulama Madinah itu penghancuran bekas-bekas ahlul bait dan sahabat Rasulullah akan segera dilaksanakan. Dan pada 8 Syawal tahun itu juga mereka menghancurkannya. Berikut cuplikannya: Sulaiman bin Bulaihad dalam pertanyaannya mengatakan: Bagaimanakah pendapat ulama Madinah (semoga Allah menambah kefahaman dan ilmu mereka) mengenai membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid, apakah boleh atau tidak? Jika ditanah waqaf seperti Baqi’ yang bangunannya mencegah untuk menggunakan bagian yang dibangun, apakah ini termasuk qashab yang harus segera dihilangkan, karena hal itu merupakan aniaya terhadap orang-orang yang berhak, dan menghalangi mereka dari haknya atau tidak?
Ulama Madinah dengan wajah ketakutan menjawab : Mendirikan bangunan menurut ijma’ hukumnya adalah terlarang bersandar pada hadits Ali dari Abul Hayyaj, Ali berkata: Aku menyeru engkau kepada suatu perbuatan dimana Rasulullah telah menyeru aku dengannya, yaitu tidaklah engkau melihat patung kecuali engkau musnahkan, dan kuburan yang menonjol kecuali hendaknya engkau ratakan (HR. Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’I).
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, berdasarkan al-Qur’an surat al-Hajj 32: ..Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Dalam Majma’ Al-Bayan disebutkan sya’ir disini adalah tanda-tanda agama Allah, seperti halnya Shafa dan Marwah. Selain itu hadits ini dalalahnya / maknanya juga tidak seperti yang difahami kaum wahabi saja. “Wa laa qabran musyrifan illa sawwaytahu” , as-Syarafu dalam al-Munjid diartikan sebagai ketinggian (seperti Punuk unta) sedang sawwaytahu berarti menyamakan / meratakan / meluruskan sesuatu yang miring. Jadi seperti penjelasan Imam Nawawi dalam syarah muslim “ Sunnahnya ialah, kuburan tidak terlalu ditinggikan dari atas tanah dan tidak dibentuk seperti punuk unta, akan tetapi ditinggikan satu jengkal. Jadi bukan dihancurkan sama sekali dan bukan merupakan dalil mengharamkan bangunan diatas kuburan.
Tahun 1788, Abdul Azis memberangkatkan pasukan yang sangat besar dan bersenjata lengkap menyerang dan merampas Kuwait dari Daulah, padahal dulu Inggris yang melakukan terlebih dulu dilawan oleh Daulah dan ditentang pula oleh Rusia Jerman dan Perancis. Kedekatan dan kesetiaan keluarga Saud pada Inggris diketahui dengan pasti oleh Daulah dan negara besar lainnya saat itu. Inggris juga tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa mereka mendukung Saudi sebagai sebuah negara, dengan mengirimkan senjata dan dana. Khalifah pernah berupaya mematahkan gerakan ini lewat wali mereka di Madinah, Baghdad dan Damaskus namun gagal.
Akhirnya Khalifah meminta gubernur Mesir, Muhammad Ali, untuk memerangi mereka. Mulanya dia tidak mau tapi setelah dibujuk Perancis, dia merupakan agen Perancis yang memaksa Khalifah mengakuinya dan juga berkepentingan menghambat laju gerakan Inggris untuk merebut Khilafah untuk mereka sendiri, tahun 1811 dia mengutus Thassun, anaknya, untuk menyerang Wahabi. Tahun 1912 tentara Mesir menduduki Madinah. Tahun 1816 putra Ali yang lain, Ibrahim, mendesak kaum Wahabi mundur sampai ibu kotanya, ad-Dir’iyyah, lalu Ibrahim mengepung mereka sampai September 1818 saat mereka menyerah dan dia meratakan ad-Dir’iyyah dengan tanah yang menandai berakhirnya konspirasi Inggris menghancurkan Khilafah. (Kaifa Hudimat al-Khilafah, Abdul Qadim Zallum). Wallahu A’lam bi Shawab
Pada tahun 1344 H, mereka menghancurkan pemakaman Baqi… Lihat Selengkapnya’ dan peninggalan-peninggalan keluarga Rasul dan sahabatnya. Untuk mendapatkan fatwa ulama Madinah mereka mengutus Hakim Agung Nejd, Sulaiman bin Bulaihad, guna menanyakan fatwa ulama disana dengan menyelipkan pendapat Wahabi tentang masalah yang ditanyakan. Maksudnya agar para ulama disana menjawab dengannya atau dianggap kafir dan jika tidak bertaubat maka akan dibunuh.
Soal jawab ini dimuat dimajalah Ummul Qura, terbitan Makkah, bulan Syawal tahun 1344 H. Maka terjadilah keributan dikalangan muslim syi’ah maupun ahlus-sunnah karena mereka tahu dengan fatwa dari 15 ulama Madinah itu penghancuran bekas-bekas ahlul bait dan sahabat Rasulullah akan segera dilaksanakan. Dan pada 8 Syawal tahun itu juga mereka menghancurkannya. Berikut cuplikannya: Sulaiman bin Bulaihad dalam pertanyaannya mengatakan: Bagaimanakah pendapat ulama Madinah (semoga Allah menambah kefahaman dan ilmu mereka) mengenai membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid, apakah boleh atau tidak? Jika ditanah waqaf seperti Baqi’ yang bangunannya mencegah untuk menggunakan bagian yang dibangun, apakah ini termasuk qashab yang harus segera dihilangkan, karena hal itu merupakan aniaya terhadap orang-orang yang berhak, dan menghalangi mereka dari haknya atau tidak?
Ulama Madinah dengan wajah ketakutan menjawab : Mendirikan bangunan menurut ijma’ hukumnya adalah terlarang bersandar pada hadits Ali dari Abul Hayyaj, Ali berkata: Aku menyeru engkau kepada suatu perbuatan dimana Rasulullah telah menyeru aku dengannya, yaitu tidaklah engkau melihat patung kecuali engkau musnahkan, dan kuburan yang menonjol kecuali hendaknya engkau ratakan (HR. Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’I).
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, berdasarkan al-Qur’an surat al-Hajj 32: ..Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Dalam Majma’ Al-Bayan disebutkan sya’ir disini adalah tanda-tanda agama Allah, seperti halnya Shafa dan Marwah. Selain itu hadits ini dalalahnya (maknanya) juga tidak seperti yang difahami kaum wahabi saja. “Wa laa qabran musyrifan illa sawwaytahu” , as-Syarafu dalam al-Munjid diartikan sebagai ketinggian (seperti Punuk unta) sedang sawwaytahu berarti menyamakan / meratakan / meluruskan sesuatu yang miring. Jadi seperti penjelasan Imam Nawawi dalam syarah muslim “ Sunnahnya ialah, kuburan tidak terlalu ditinggikan dari atas tanah dan tidak dibentuk seperti punuk unta, akan tetapi ditinggikan satu jengkal. Jadi bukan dihancurkan sama sekali dan bukan merupakan dalil mengharamkan bangunan diatas kuburan.12
Dimasa sekarang hubungan Wahabi dan keluarga Saud, yang kini menjadi antek Amerika, tetap berjalan seperti dulu kala. Sedangkan dakwah Wahabi masih juga berkutat pada TBC (Tauhid, Bid’ah, dan Khurafat). Dalam kajian-kajiannya mereka senantiasa menghidupkan permasalahan-permasalahan ‘masa lalu’ seperti kesalahan –kesalahan kelompok Mu’tazilah, Syi’ah, Murji’ah dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan semisal politik, ekonomi,dan semacamnya jangan pernah berharap akan dibahas dengan komprehensif, “ sekarang yang diperbaiki akidahnya dulu, bagaimana mau berpolitik wong akidahnya masih rusak” kutipan dari salah seorang ustadz mereka. Jelas pernyataan ini masih perlu dibahas dan didiskusikan lebih lanjut.
Dan yang paling penting mereka sangat getol mengkritisi (atau lebih tepatnya menghujat) gerakan-gerakan Islam pada umumnya. Hizbut Tahrir mereka katakan Mu’tazilah Gaya Baru, Ikhwan al-Muslimin dikatakan sufi maupun ahlul-hawa, Jama’ah Tabligh dikatakan sufi gaya baru. Dari sisi analisa politik kami melihat bahwa hal ini tidak lepas dari peran keluarga Saud yang jelas tidak ingin kekuasaannya digantikan oleh gerakan Islam yang ingin menegakkan Negara Islam dan memanfaatkan Wahabi sebagai corong untuk mereka atau lebih jauh mereka mendapat “pesan” dari bosnya, A.S untuk melakukan langkah-langkah konkrit melawan “Islam Fundamentalis”. Dari sisi ide kami menilai kritik mereka memang harus ditempatkan sebagaimana mestinya, dinilai dari kekuatan argumentasinya, dan sudah banyak kitab yang menjawab kritik-kritik yang dilontarkan mereka.
Mafahim Yujib an-Thushahah yang ditulis, Syaikh Alwi al-Maliki membantah tulisan mereka tentang isu-isu tawasul, istighasah, maulud dan sebagainya, Hadits Ahad dalam Masalah Akidah yang ditulis oleh Dr. Fathi M. Salim, Fiqh al-ikhtilaf Yusuf Qardhawi yang juga mengkritik jama’ah-jama’ah lain selain Wahabi, ‘Abd al-Ghani an-Nabulusi, Al-Hadiqat an-nadiyya, h. 182, Istanbul, 1290. Ahmad Zaini Dahlan’, Ad-durar as-saniyya fi ‘r-raddi ‘ala ‘l-Wahhabiyya in Cairo in 1319 (1901 A.D)
demikian perkataannya, semoga ustadz berkenan menjawabnya.
Afwan ya akhi, antum baca aja jawaban atas semua syubhat tadi di kitab: Da’awil Munawi’ien lida’watisy syaikh muhammad bin Abdul Wahhab. kitabnya cuma satu jilid, dan asalnya adalah thesis master yg ditulis oleh Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali al Abdullatif, di Univ. Imam Muh bin Su’ud.
semoga Antum faham bahasa Arab yah… kalo nggak bisa, ya mereka suruh nyari kitab tsb dan baca sendiri… mungkin kalo minta di Kedutaan Saudi bisa dikasih, atau cari di Perpustakaan LIPIA, atau download di link ini:
http://saoaid.net/book/open.php?cat=7&book=980 (file word) atau di:
http://ia311007.us.archive.org/1/items/dmddmd/dmdsma.pdf (fotokopi dr aslinya).
Banyak dari referensi yg mereka sebutkan ditulis oleh musuh-musuh dakwah beliau, dan ini tidak sesuai dgn metodologi ilmiah… kalau ingin membahas keyakinan suatu kelompok, ya pelajari dari buku-buku tulisan mereka sendiri, bukan dari tulisan orang lain, apa lagi musuhnya…
Bagaimana mereka bisa dituduh anteknya Inggris, lha wong tuduhan wahhabi itu sendiri munculnya dari Inggris?
Kalo mereka ga puas dgn jawaban ttg saudi, silakan mereka klarifikasi ke kedutaan saudi apakah tuduhan tsb benar adanya atau tidak, jangan tanya ke ana, ana kan bukan orang saudi…
Jazakallaah atas doanya…
assalamu’alaikum ustadz, terima kasih atas jawaban yang memuaskan
tentang pernyataan HT yang mempertanyakan status raja mongol, dia tidak menyebutkan. tapi ana menangkap maksudnya hulaghu khan
afwan ustadz, nanya lagi, semoga dahaga ana yang kebingungan bisa terobati. karena seperti yang ustadz bilang, “bingung adalah awal untuk mencari kebenaran.”
saya langsung cantumkan saja, perkataan orang HT ini, supaya saya gak salah :
dia bilang;
Mengenai Daulah Su’udiyyah .harus diliat dulu konteksnya ,waktu itu kan sudah ada daulah ustmani lalu mengapa org2 di jazirah arab membikin daulah sendiri lagi padahal sebagaimana hadist Rasul:
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya (HR Muslim)
Mengenai persyaratan seorang khalifah harus dr suku quraisy mohon cantumkan dalilnya.
(saya tambahkan pertanyaannya ustadz, mohon disampaikan syarah dan penelitiannya dan verivikasinya)
semoga tidak merepotkan ustadz
syukron
Jwb: Ttg Daulah Su’udiyyah, perlu diketahui bahwa wilayah Nejed saat itu (yg sekarang meliputi Riyadh dan sekitarnya) tidak tunduk pada kekuasaan Utsmani. Wilayah tsb saat itu terbagi dalam beberapa daerah yg masing-masing dipimpin oleh seorang Emir. Intinya, secara umum wilayah Nejed kala itu tidak terjamah oleh kekuasaan Turki Utsmani. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya wakil Daulah Utsmaniyah yg memerintah di sana. Bukti lain yg menguatkan hal ini ialah dengan meneliti sebuah surat resmi dari Khilafah Turki Utsmani yg berjudul (قوانين آل عثمان مضامين دفتر الديوان) yg ditulis oleh Yamin Ali Afandi yg menjabat sbg (أمين للدفتر الخاقاني) –semacam sekretaris negara– tertanggal tahun 1018 H/ 1609 M. Isi surat itu menunjukkan bahwa Daulah Utsmaniyah sejak awal abad ke-11 H telah terbagi dalam 32 propinsi, 14 di antaranya adalah propinsi Arab dan wilayah Nejed tidak masuk ke dalamnya kecuali daerah Ahsa’, itupun jika Ahsa’ dianggap bagian dari Nejed
(Lihat: عقيدة الشيخ محمد بن عبد الوهاب وأثرها في العالم الإسلامي، للشيخ صالح العبود، 1/40-41).
Selain itu, Daulah Utsmaniyah setelah kalah melawan Austria, Rusia, dan Venesia pada awal abad 12 H (sebelum munculnya dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab dan Daulah Su’udiyah 1), kekuasaannya makin melemah shg tidak bisa lagi melindungi wilayah-wilayah kekuasaannya melawan Negara-negara Nasrani tsb. Akhirnya pihak Utsmani menandatangani perjanjian Karlovtski th 1110 H/1699 M yg merupakan pernyataan kekalahan Utsmani thd musuh2nya, sehingga mereka menjadi tamak untuk mengambil alih wilayah2 kekuasaannya dan menghapus kekhalifahan secara total. Sebab itu, Sultan Utsmani mereka juluki dgn “The Sick Man” (lelaki sakit). Kekuasannya pun tinggal nama saja, karena yg mengendalikan negara ialah para wazir yg asal-usulnya dari Eropa, dan ada pula yg dari Yahudi Dunma, Mason, dan Salonica yang pura-pura menjadi muslim, dan terkesima dengan pemikiran Nasrani dan faham kebangsaan (qoumiyah) dan sekulerisme.
Lebih dari itu, Daulah Utsmaniyah merupakan pendukung tasawuf dgn berbagai tarekatnya yg telah menyimpang jauh dari Islam, bahkan sebagian tarekat tadi telah tercampuri ajaran kependetaan ala Nasrani, mengadakan tari-tarian, lagu-lagu, dan sebagian lagi tercampuri budaya Hindu-Persia-Yunani, dengan keyakinan hululiyah dan wihdatul wujud-nya.
Daulah Utsmaniyah konon menganggap berbagai tarekat tadi sebagai inti agama, dan sultan-sultannya demikian tunduk kpd para sufi dan mengagungkan mereka. Ditambah lagi dengan banyaknya kuburan, kubah, dan tempat ziarah yg dikeramatkan, serta dijadikan ajang kemusyrikan di berbagai wilayah kekuasaan Turki Utsmani.
Demikianlah keadaan Daulah Utsmaniyah sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan berdirinya Daulah Su’udiyyah 1. Itulah Daulah kaum muslimin yg dianggap paling besar di masanya, dan para sultannya dianggap khalifah kaum muslimin, dan daulahnya dianggap daulah Sunni, di mana kaum muslimin tidak memiliki daulah yg lebih luas darinya pada masa itu, yakni sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (lihat: idem, hal 43-45).
Bukti lain akan benarnya sikap Syaikh Muh bin Abdul Wahhab dan Muh bin Sa’ud terhadap Daulah Utsmaniyyah, dan bahwasanya beliau tidak ragu kalau wilayah dakwahnya berada di luar kekuasaan Daulah Utsmaniyah adalah: sebuah surat yg beliau kirimkan kepada Fadhil Al Mazyad, kepala Suku Badui di Syam (Suriah). Beliau berkata kepadanya dlm surat tsb:
إن هذا الذي أنكروا علَيَّ، وأَبْغَضُوني، وعادَوني من أجله إذا سألوا عنه كل عالم في الشام أو اليمن أو غيرهم، يقول: هذا هو الحق وهو دين الله ورسوله، ولكن ما أقدر أن أُظْهِره في مكاني لأجل أن الدولة ما يرضون، وابن عبد الوهاب أظهره؛ لأن الحاكم في بلده ما أنكره، بل لما عرف الحق اتبعه..
“Dakwahku yang mereka ingkari, benci, dan musuhi ini; sesungguhnya jika mereka tanyakan ke setiap Alim yg ada di Syam, Yaman, atau yg lainnya, pasti si Alim akan mengatakan bahwa itulah kebenaran sesungguhnya, dan itulah ajaran Allah dan Rasul-Nya… akan tetapi aku tak dapat memunculkan kebenaran tsb di daerahku karena Daulah Utsmaniyah tidak akan merestui; sedangkan Ibnu Abdil Wahhab dapat memunculkannya sebab penguasa di daerahnya tidak mengingkarinya, bahkan ketika si penguasa tadi mengetahui kebenaran ia justru mengikutinya..”. (lihat: مجموعة مؤلفات الشيخ محمد بن عبد الوهاب 3/19).
Kalau ada yg mengatakan bahwa ini semata hanya pembelaan para pengikut Syaikh Ibn Abdil Wahhab, maka simaklah pernyataan sejarawan Barat yg bernama Jackelin Beirin berikut:
ولكن شبه الجزيرة العربية ظلت ممتنعة على الفتح التركي بفضل صحرائها التي هلكت فيها عطشا الجيوش التي وجهها السلطان سليمان سنة 1550 م
Akan tetapi jazirah Arab tetap belum bisa ditundukkan oleh Invasi Turki karena gurun pasirnya pernah membinasakan pasukan yg dikirim oleh Sultan Sulaiman th 1550 H, dengan mati kehausan di sana.
lihat: ( دعاوي المناوئين لدعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب ص 306) penulisnya menukil statemen ini dari buku berjudul “Iktisyaf Jaziratil Arab” tulisan Jackelin yg diterjemahkan ke bahasa Arab oleh Qadri Qal’aji, cet. Daarul Kitab al-Arabi, beirut, hal 24.
Bahkan Daulah Su’udiyah senantiasa menghindari kontak senjata langsung dengan Pihak Utsmani. Sikap mereka ialah sebagai pelaku amar ma’ruf nahi munkar tanpa merongrong kekuasaan Turki Utsmani. Sebab itu, ketika dakwah mereka merambah ke wilayah Mekkah yg kala itu dikuasai oleh Asyraf di bawah naungan Turki Utsmani, mereka tidak mengambil alih kekuasaan dari tangan Asyraf (yakni keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib), bahkan membiarkan kaum Asyraf sebagai penguasa Mekkah (idem, hal 307).
Jadi jelas sekali bahwa tuduhan memberontak kpd Khalifah yg ada saat itu adalah keliru dan tidak terbukti secara syar’i, geografi, maupun fakta. Bai’at yg diberikan kepada Muhammad bin Sa’ud juga bukan bai’at Khilafah, tapi sekedar Imam atau kepala di daerah kekuasaannya, demikian pula keturunan2 beliau, semuanya tidak ada yg memakai gelar khalifah maupun sultan, sehingga bisa dikatakan ‘menyaingi’ khalifah/sultan Turki Utsmani. Jadi, menjatuhkan hadits tsb kepada mereka adalah sikap keliru dan tidak obyektif.
Adapun dalil bahwa seorang khalifah harus dari Suku Quraisy dapat dilihat di Shahih Muslim, Kitabul Imarah, bab yg pertama, yaitu (باب: الناس تبع لقريش والخلافة في قريش) Imam Muslim lantas menyebutkan 12 hadits dari sejumlah sahabat, dgn berbagai lafazh yg di antaranya:
الناس تبع لقريش في هذا الشأن مسلمهم لمسلمهم وكافرهم لكافرهم، وفي رواية: الناس تبع لقريش في الخير والشر، وفي رواية: لا يزال هذا الأمر في قريش ما بقي من الناس اثنان.
Artinya: Orang-orang senantiasa mengikuti Quraisy dalam perkara ini (yakni kepemimpinan, khilafah, dsb). Yang muslim dari mereka mengikuti yg muslim dari Quraisy, dan yang kafir dari mereka mengikuti yg kafir dari Quraisy. Riwayat lain mengatakan: Orang-orang senantiasa mengikuti Quraisy dalam kebaikan maupun keburukan. Riwayat lainnya: Perkara ini (kepemimpinan dll) senantiasa berada di tangan Quraisy selama masih tersisa dua orang.
Dalam syarah-nya Imam Nawawi mengatakan:
قال النووي رحمه الله في شرحه: هذه الأحاديث وأشباهها دليل ظاهر أن الخلافة مختصة بقريش، لا يجوز عقدها لأحد من غيرهم. وعلى هذا انعقد الإجماع في زمن الصحابة فكذلك بعدهم. ومن خالف فيه من أهل البدع، أو عرض بخلاف من غيرهم، فهو محجوج بإجماع الصحابة والتابعين فمن بعدهم بالأحاديث الصحيحة… إلخ.
Hadits-hadits ini dan yg semisalnya merupakan dalil yg dhahir bahwasanya khilafah khusus bagi suku Quraisy dan tidak boleh diberikan kepada selain mereka. Inilah yg menjadi ijma’ di masa sahabat, demikian pula setelah mereka. Siapa yang mengingkarinya dari kalangan ahli bid’ah, atau berdalih dengan adanya perselisihan dari selain mereka; berarti telah menyelisihi ijma’ sahabat, tabi’in dan yg setelahnya; yang berdasar kepada hadits-hadits shahih… (lihat Syarh Shahih Muslim 12/405-406).
Inilah dalil ahlussunnah yg meyakini bahwa kekhalifahan merupakan hak golongan tertentu, yaitu Suku Quraisy, entah dari Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Adi, Bani Taimullah, Bani Makhzum, atau dari kabilah-kabilah lainnya; yang penting harus dari Suku Quraisy. TAPI, tidak berarti bahwa jika yg berkuasa selain mereka kita harus memberontak, TIDAK. Sebab Nabi jg mengatakan (dlm Shahih Muslim juga, bab ke delapan):
ولو استعمل عليكم عبد يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا
Seandainya ada budak yg diangkat untuk mengatur kalian dengan Kitabullah, maka dengarkan dan taatilah perintahnya. Dlm lafazh lain disebutkan: ‘budak habsyi (negro) yang buntung tangan dan kakinya’. Hadits ini diriwayatkan oleh Imran bin Hushain, bahwa beliau mendengar Rasulullah menyampaikan hadits tsb ketika haji wada’ di Mina atau di Arafat. Semuanya ada dlm Shahih Muslim (baca aja kitabul Imarah sampe selesai).
Dari hadits-hadits tadi, maka para ulama menyimpulkan bahwa yg paling berhak secara syar’i untuk dipilih sebagai khalifah ialah orang Quraisy, tentunya selama syarat-syarat lainnya juga terpenuhi. Jadi umpamanya bila ada dua orang yg memenuhi sembilan syarat pertama, kemudian salah satunya keturunan Quraisy dan yg kedua adalah bukan Quraisy, maka yg harus dipilih secara syar’I adalah yg keturunan Quraisy. Karenanya, Abu Bakar ash Shiddiq menolak usulan kaum Anshar untuk ikut memipin bersama Muhajirin, dan berdalih dengan hadits di atas. Kaum Anshar pun akhirnya rela dgn kepemimpinan 4 Khalifah yg semuanya dari Quraisy.
Tapi jika suatu ketika ada orang non Quraisy yg memimpin dengan kitabullah, maka kita wajib taat kepadanya demi kemaslahatan bersama. Gitu akhi… semoga jelas, wallahu a’lam.
assalamu’alaikum ustadz
ada hal mendasar yang belum saya ketahui,
dalam kajian fiqih, sering disebut istilah
‘sepakat jumhur ulama”
pertanyaannya,
Apakah yg jumhur ulama itu?
apakah hanya mencakup imam fiqh yang 4?
assalamu’alaikum ustadz,semoga Allah menjaga anda
di sebuah artikel dlm blog seorang ikhwan dituliskan bahwa pengangkatan khalifah ada 4 cara:
1. Adanya penegasan dari nash.
2. Pemilihan dan baiat dari ahlul-halli wal-’aqdi.
3. Penunjukan yang dilakukan oleh khalifah sebelumnya
4. Penaklukan atau pemaksaan.
selengkapnya ada dalam
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/01/pengangkatan-khalifah-dialog-dengan-ht.html
ketika hal ini disampaikan pd saudara kita aktivis HT,
mereka mengatakan,
1. sistem penunjukan, berarti melegitimasi sistem kerajaan
2. sistem penaklukan dan pemaksaan berarti mengakui Raja mongol sebagai khalifah.
mohon ustadz jelaskan syubhat ini.
berdasarkan penjelasan ustadz sebelumnya ada 10 kriteria yang dipegang dalam menunjuk khalifah, berdasarkan kriteria jelas raja mongol bukan khalifah
namun apakah yang terjadi pada saat itu?
jazzakallah atas ilmu yang diberikan
Ya akhi… Masalah penunjukkan itu dilakukan oleh Manusia paling baik setelah para Nabi dan Rasul, yaitu Abu Bakr ash Shiddiq, dan yg ditunjuk pun juga sangat-sangat-sangat mumpuni untuk jadi khalifah. Para sahabat juga ijma’ thd pengangkatan Umar bin Khattab, dan ini merupakan sunnah khulafa’urrasyidin sekaligus ijma’nya para sahabat. Pusing amat antum dgn HT… mereka mau setuju/enggak itu terserah mrk. Sunnah tetap sunnah.
Jawaban orang HT tsb menunjukkan kedangkalan ilmunya, nt jangan mau diskusi kalo cuma akal-akalan gitu, harus pake dalil yg jelas.
Ana sdh jelaskan bhw khilafah itu bukan tujuan, tapi sarana…. kalo mereka beda lagi. Bagi Ahlussunnah, selama Raja bisa mengatur negara dgn baik, menegakkan agama Allah, dan tidak melakukan hal-hal yg secara syar’i menyebabkannya kufur; maka rakyatnya wajib ta’at meskipun dia zhalim. Yang terjadi setelah wafatnya Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah sistem kerajaan, karena kekuasaannya dipegang secara turun temurun. Pun demikian, ternyata Islam tetap berkembang pesat dan meluas terus kekuasaannya… kalau pun ada beda pendapat antara sejumlah sahabat dan tabi’in dgn beberapa khalifah Bani Umayyah, maka itu sifatnya ijtihadi. Namun setelah itu mereka sepakat untuk tidak memberontak kpd penguasa zhalim karena hal itu hanya mendatangkan madharat yg lebih besar.
Tidak semua penaklukan harus diakui, tapi penaklukan yang bisa mengembalikan stabilitas negara lah yang diakui. Karenanya, ketika Sahabat Abdullah bin Zubeir masih berselisih dengan Yazid bin Muawiyah, dan terus berlanjut hingga Abdul Malik bin Marwan berhasil menundukkannya dan mengambil alih kekuasaan; barulah tokoh-tokoh sahabat seperti Ibnu Umar memberikan baiatnya kpg Abdul Malik. Bahkan Ibnu Umar menulis surat resmi yg berisi baiat diri dan anak-anaknya thd Abdul Malik. Sebelumnya beliau tidak membaiat yazid maupun Ibnu Zubeir, krn masing-masing belum bisa mengembalikan stabilitas negara.
Oleh sebab itu, Nabi berulang kali menegaskan masalah taat kpd pemimpin tanpa mempersoalkan dgn cara apa dia naik tahta… Karena hanya dengan taat kpd pemimpin lah umat ini bisa bersatu dan kuat menghadapi musuh2nya (tentunya dgn aturan2 ttt, bukan taat scr mutlak)… tp kalo kita disibukkan dgn merongrong dan merebut kekuasaan… maka akan terjadi perang saudara yg tidak selesai-selesai antara rakyat dan pemerintahnya yg sama-sama muslim. Spt yg terjadi di zaman Ali, Mu’awiyah, Yazid, Mirwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Mirwan…
Para ulama mengatakan bhw jika kondisi memungkinkan kita untuk memilih pemimpin dgn 10 kriteria tadi, maka itulah yg harus dilakukan. Tapi jika tidak memungkinkan, spt yg lebih sering terjadi sejak zaman Daulah Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Utsmaniyah dst… maka inilah yg disebut kondisi darurat, yg kita diperintahkan oleh Nabi untuk menaati siapa saja yg menjadi waliyyul amr (penguasa kaum muslimin), demi kemaslahatan yg lebih besar yaitu menjaga eksistensi umat dll. Jadi harap dibedakan antara kondisi ideal dan kondisi darurat. 10 syarat tadi hanya berlaku dlm kondisi ideal.
Raja Mongol siapa yg dimaksud?
Perlu dibedakan antara membaiat seseorang sbg pemimpin dengan sekedar tidak memberontak kepadanya. Tidak berarti jika seseorang tidak memberontak kpd pemimpin lantas dia mengakuinya sebagai waliyyul amr… kalaulah ada orang HT yg skrg tinggal di negara2 kafir spt AS, Inggris, Jepang, dll apakah dia akan memberontak kpd penguasa2 negara tsb? Kalo ga brontak apakah mrk mengakui penguasa2 tsb sbg waliyyul amri mrk?
Tapi justru sikap inilah yg dibenarkan oleh misi syari’at yg selalu bertujuan membawa kemaslahatan bg umat dan menolak kemudharatan. Demikian pula yg dilakukan oleh para ulama ketika ‘Raja Mongol’ (?) tsb berkuasa, mrk tidak memberontak kpdnya karena tidak adanya kekuatan untuk itu… dan bila pemberontakan dilakukan oleh pihak yg lemah kpd pihak yg kuat, siapa yg rugi? siapa yg binasa? Gitu aja kok repot…
Sebetulnya jawaban ustadz Abul Jauza’ sdh sangat jelas dan ilmiah. adapun tanggapan aktivis HT dlm poin pertama, maka jawabannya adalah: Bahwa sistem kerajaan sekalipun, jika bisa mewujudkan keamanan, stabilitas, dan tegaknya hukum Allah; maka syariat memerintahkan kita untuk menaatinya. Bukankah para Khalifah Bani Umayyah (stlh Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu) dan Bani Abbasiyah hampir seluruhnya dipilih lewat penunjukkan oleh khalifah sebelumnya? Kenapa kok para ulama tenang-tenang saja dan tidak ada yg protes ya…? Jwbnya: karena khilafah bukanlah tujuan, tapi sarana… kalo HT sebaliknya.
Adapun tanggapan HT poin kedua, maka jawabannya ialah:
1-Siapa Raja Mongol yg dimaksud? Hulagu khan atau siapa?
2-Perlu dibedakan antara mengakui seorang penguasa sebagai waliyul amr kaum muslimin, dengan sekedar berada dalam kekuasaan seorang penguasa tanpa membaiatnya. Yang terjadi pada penguasa Mongol yg menjatuhkan khilafah Abbasiyah kala itu adalah tipe kedua, bukan tipe pertama. Artinya, kondisi kaum muslimin yg lemah kala itu memaksa mereka untuk berada di bawah kekuasaan Si Raja Mongol, tapi tidak berarti membaiatnya sbg Raja/Pemimpin kaum muslimin. Hal ini seperti ketika seorang muslim tinggal di negeri Kafir (AS, Inggris, China, dsb), maka dia berada dlm kekuasaan orang kafir padahal dia tidak membaiat kepala negara tempat dia tinggal khan? krn kepala negara tsb tidak mungkin sah menjadi waliyul amr kaum muslimin.
3-Ahlussunnah mengatakan bhw setiap penguasa yg mengambil alih kekuasaan dgn kekuatan senjata, lalu bisa mengembalikan stabilitas negara seperti sedia kala, maka ia wajib ditaati jika ia muslim. Ini namanya kondisi darurat, jadi yg mimpin tidak hrs memenuhi 10 syarat khalifah semuanya, tapi cukup sebagiannya. Spt yg terjadi pada Kerajaan Saudi Arabia dgn raja-rajanya sejak thn 1151 H sampai hari ini… setiap raja yg berkuasa sejak waktu itu tidak ada yg memenuhi ke-10 syarat khalifah tsb… tapi hanya sebagian, dan tiap raja beda-beda kualitasnya (meskipun dulu mereka bergelar Imam, bukan raja. Gelar raja baru dipakai sejak berdirinya daulah Su’udiyah ketiga, yg didirikan thn 1319 H oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Sa’ud, bapak raja2 Saudi hari ini). Tapi yg jelas mereka semuanya bukan mujtahid dan bukan keturunan Quraisy. Pun demikian para ulama tetap menganggap mereka sebagai waliyul amr, dan mrk menegakkan hukum Allah di wilayah kekuasaannya, dan bisa mengendalikan pemerintahan dgn baik (meski tetap banyak kekurangan di sana-sini), tapi yg paling penting ialah tauhid tetap terjaga. Kerajaan, kekhalifahan, atau yg lain sekedar sistem pemerintahan untuk mewujudkan tauhid; bukan suatu keniscayaan dan jalan satu-satunya…
Begitu kira-kira… wallahu a’lam.
Jadi, ke-10 syarat khalifah yg ana sebutkan sebelumnya, hanya berlaku dalam kondisi ideal ketika kaum muslimin memiliki pilihan untuk mengangkat seorang khalifah. Namun dalam kondisi darurat (spt saat terjadi kudeta dan perebutan kekuasaan), maka syarat2nya beda lagi. Cukup yg berkuasa seorang muslim dan dia bisa mengembalikan stabilitas negara, lalu menegakkan hukum Allah; maka jadilah ia waliyyul amr kaum muslimin yg wajib ditaati selama tidak memerintahkan untuk maksiat.
Adapun penguasa-penguasa muslim yg tidak menegakkan hukum Allah, mk tidak boleh kita sikapi dgn pemberontakan frontal spt cara-cara khawarij, tapi sikapilah dgn hikmah, dengan dakwah dan penjelasan yg baik. Kalo mereka membikin peraturan yg tidak bertentangan dgn syariat maka kita taati, tp kalo bertentangan tidak usah ditaati. sembari kita terus mendakwahi masyarakat agar kelak terwujudlah masyarakat islami yg merupakan cikal bakal negara islam. Meski ini proyek yg lama, tapi inilah yg pasti berhasil asal dijalankan secara benar… sebab inilah proyek para Nabi. Wallahu a’lam.
afwan ust. ana mau tanya:
kalo kita dikasih makanan selamatan kematian, padahal kita tdk mendatanginya, apa boleh kita makan? mengingat kebanyakan kaum muslimin ketika menyembelih niatnya sebagai sedekah dari si mayit. mohon dijawab.
jazakalloh khoiro
Perlu kita ketahui bahwa acara selamata kematian adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu dhlolalah meski zhahirnya nampak baik. Kalau Anda adalah orang yg terpandang di masyarakat, dan sikap anda menjadi teladan bagi orang lain, maka tolaklah makanan tsb dengan baik-baik sebisa mungkin, dan jelaskan bhw itu perbuatan bid’ah yg dibenci dlm agama… Namun jika anda khawatir timbul fitnah dgn penolakan tsb, maka pakailah siasat lain yg intinya menunjukkan bhw anda TIDAK menyetujui acara tsb.
Tapi kalo anda bukan orang panutan di masyarakat, dan sikap anda tidak ada pengaruhnya thd orang lain. maka ya silakan diterima.
Adapun makanannya sendiri insya Allah tetap halal selama yg menyembelih seorang muslim dan tidak mengandung unsur-unsur yg diharamkan, spt sesajen, dan semisalnya.
Wallahu a’lam.
jazakumulohu khoiro ya ustadz atas jawabannya, semoga Alloh memberkahi ustadz dan menjadikan bermanfaat bagi islam dan kaum muslimin
Aamiin, wa iyyaak.
Bismillah
Saya pernah baca artikel tentang Hadits riwayat tirmidzi yang menyebutkan shodaqoh dengan perak seberat rambut bayi yang dicukur ketika aqiqah, dinyatakan dho’if, karena sanadnya terputus (munqothi’) yaitu Abu Ja’far bin Muhammad tidak sezaman dengan Ali bin Abi Tholib. Benarkah hadits ini dho’if sementara banyak para ulama yang menfatwakan untuk bershodaqoh dengan perak tersebut, Atau mungkin ada hadits lain yang menjadi penguat?
Mohon penjelasannya
Dalil dalam masalah ini ada banyak, tidak hanya riwayat tirmidzi, tapi ada riwayat Abdurrazzaq, riwayat Imam Malik, dll yg walaupun jika dilihat satu-persatu meman tidak ada yg bebas cacat, tapi jika digabungkan akan saling menguatkan. dan inilah yg menjadi landasan sebagian ulama spt Imam Ahmad, Ibnul Qayyim, dll untuk menganjurkan hal tsb. Anda bisa baca lebih lengkap di buku Ibnul Qayyim yg berjudul: Tuhfatul Maudud bi Ahkaamil Maulud, saya rasa sdh diterjemahkan dlm bahasa Indonesia. Wallahu a’lam
terimakasih atas penjelasannya, kebingungan saya terjawab
semoga ustadz tidak bosan dalam menjelaskan kebenaran kepada saya.
Ada lagi hal masih membuat saya bingung ustadz,
syubhatnya begini,
“mengusulkan nama-nama calon (pemimpin) yang akan dipilih, adalah sesuai sunnahnya pemilihan khalifah Utsman bin affan radhiyallaahu ‘anhu. ”
hal ini, dijadikan alasan bagi hizbut tahrir bahwa bisa mengangkat khalifah bisa dengan cara seperti yang ada dalam Rancangan Undang-undangnya yakni sbg berikut.
… tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak…. Lihat Selengkapnya
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya
tolong jelaskan ustadz.
jazzakallah
Komentar saya: Kalau memang Undang-undang mereka bunyinya seperti itu (saya tidak pernah baca selengkapnya), maka ada beberapa hal yang perlu dicermati sbb:
1-Yang mereka bahas ialah cara pengangkatan Khalifah, ingat ya: “KHALIFAH”. dan ini memerlukan kriteria yg CUKUP BERAT, dan harus memenuhi 10 SYARAT (dlm kondisi ideal, bukan dlm kondisi darurat):
* Harus Muslim
* Harus laki-laki
* Harus orang merdeka
* Harus baligh
* Harus tergolong mujtahid dalam agama (orang jahil dan orang alim yg taklid tidak sah jadi khalifah. ini berdasarkan ijma’)
* Harus adil (orang fasik tidak sah)
* Harus kapabel dan mumpuni dalam mengatur negara dalam berbagai bidangnya (mengerti masalah peradilan, syari’at, jihad, politik dll).
* Harus sehat pendengaran, penglihatan dan bisa bicara.
* Harus pemberani (kalo penakut ga layak jd pemimpin), dan
* Harus keturunan Arab dari Suku Quraisy.
semua kriteria ini ada dalilnya dari Al Qur’an, Sunnah, ijma’ maupun qiyas. Bila salah satunya tidak terpenuhi maka tidak layak dicalonkan menjadi khalifah…. Semuanya telah dibahas oleh para ulama dan terus terang, ADAKAH DARI HIZBUTTAHRIR YG MEMENUHI SYARAT???!!!
Tapi kalo sekedar menjadi pemimpin –bukan khalifah/amirul mukminin– maka tidak seketat itu, dan bergantung pada bidang yg diaturnya. Intinya dia harus amanah dan ahli di bidang tersebut.
2. Penentuan Khalifah semacam itu tidak diserahkan kepada kaum muslimin secara umum, tapi diserahkan kepada ahlul halli wal ‘aqdi, yakni tokoh-tokoh kaum muslimin yg terpandang dari segi ilmu, ketakwaan, dan pengaruh, dan mereka yg punya wewenang untuk membaiat maupun mencopot seorang pemimpin. Di Masa Umar, hal ini diserahkan kepada enam orang yg merupakan sahabat paling mulia, agar mereka berembug untuk mengangkat salah seorang dari mereka sebagai khalifah, tapi ingat: masing-masing dari enam orang tadi memenuhi kesepuluh syarat di atas. Hingga ketika pilihan yang tersisa hanya Utsman atau Ali, barulah Abdurrahman bin Auf mengadakan jajak pendapat di kalangan tokoh-tokoh sahabat lainnya yg ada di madinah… dan mereka mendahulukan Utsman.
3. Khilafah bukanlah tujuan tapi wasilah. Keliru pabila mereka menganggap khilafah sebagai target… target sesungguhnya adalah memurnikan ibadah kepada Allah dan menegakkan syariat-Nya. Jika memang kondisi dan SDM mendukung berdirinya kekhalifahan, maka itulah sarana terbaik untuk mewujudkan tauhid dan syariat. Tapi jika tidak, maka tidak harus lewat khilafah, tapi bisa dengan negara Islam yg dipimpin oleh pemimpin Islam (bukan Khalifah/amirul mukminin). Contohnya seperti Daulah Su’udiyyah I (th 1151- 1233 H), lalu Daulah Su’udiyya II (th 1240-1309 H) dan Kerajaan Arab Saudi yg ada sekarang (th 1319 H -…), meskipun memiliki banyak kelemahan di sana-sini, tapi inilah satu-satunya negara di dunia yg menjadikan tauhid sbg misi utamanya, dan syari’at Islam sbg UUD-nya. Wallahu a’lam bisshawab.
atau mungkinkah karena beliau (ali bin abi thalib) dikultuskan/dipertuhankan, maka beliau berijtihad.kalau demikian adanya maka beliau berhak membakar orang2 rafidh yang menuhankan beliau?
Wah itu jelas analisa yg keliru… karena konsekuensinya beliau meridhai diperlakukan spt itu. bukan begitu akhi, tp itu karena semata-mata ijtihad beliau tanpa dan bukan karena merasa dipertuhankan sehingga membolehkan dirinya menyiksa dgn api.
Bismillahirrohmaanirrohiim. Ustad,bagaimana caranya mengukur baiknya diin seseorang,apakah jebolan ma’had bisa jadi jaminan?syukron.
Wah itu ga bisa jadi ukuran mutlak, yang lulus saja belum tentu apa lagi yg jebolan… cara mengukur yg benar ialah dengan mencocokkan antara perilaku, akidah, dan ibadah orang tsb dengan ajaran agama… kalo cocok ya dia berarti baik diinnya, kalo gak ya tidak demikian. Intinya anda sendiri harus belajar diin terlebih dahulu baru bisa menilai orang lain… kalo anda masih awam dlm masalah agama, ya bertanyalah kepada org yg tahu agama.
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh:
ustadz saya mau menanyakan tentang asal muasal syiah
yaitu apa benar Khalifah Ali bun abi thalib radiyallahu’anhu menghukum bakar orang2 yang mengkultuskan beliau?
bukankah hukuman dengan cara dibakar itu adalah hak Allah?
mohon penjelasannya
terimakasih
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh.
Yang terkenal dalam sejarah memang seperti itu, tapi benar-tidaknya wallahu a’lam… namun kemungkinan beliau belum mendengar hadits yg melarang menyiksa dengan api. Dan ketika berita pembakaran tsb didengar oleh sahabat yg lain (kalo ga salah Ibn Abbas), beliau tidak membenarkan cara tersebut… wallahu a’lam.
assalamu’alaikumwarohmatullohi wabarokatuh:
sekedar saran ustadz, bagaimana jika rubrik tanya jawab ini di kelompokkan berdasarkan bidang masing2. sebab terlalu banyak bertumpuk ke bawah dan bikin pusing bacanya.
jazakallah
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabaarokatuh
Ustadz, apakah pelaksanaan aqiqah dikatakan gugur alias tidak wajib apabila waktunya melewati dari hari yang ke 21 ? Kemudian bagaimana apabila orang tua si anak belum berkemampuan, bolehkan melaksanakan aqiqah pada saat dia mampu meskipun waktunya 2 atau 3 tahun kemudian? Terus bolehkah timbangan rambut si bayi yang disodaqohkan seharusnya emas diganti dengan uang ? Serta tolong jelaskan mengenai dalil yang berhubungan dengan kelahiran si bayi, apakah di adzankan ataukah dengan cara yang lain ? Jazaakallohu khoiron.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Khaifa haluka ya ustadz? Ustadz, ana mau tanya…. Bagaimana apabila imam lupa jumlah rekaat sholatnya, kemudian makmum mengingatkan dengan bertasbih. Apakah dalam hal ini imam harus melaksanakan sujud syahwi yang kemudian diikuti makmum? ataukah tasbih yang diucapkan makmum tersebut sudah termasuk pengganti lupa imam? Jazaakallohu khoiron
Wa’alaikumussalaam warahamtullah wabarakaatuh. Alhamdulillah khair. hukum sujud sahwi tergantung kesalahan yang dilakukan. jika berupa meninggalkan hal yang disunnahkan maka hukumnya sunnah, jika berupa meninggalkan kewajiban maka hukumnya wajib, kalau ragu-ragu maka disunnahkan pula. Namun jika yang ditinggalkan berupa rukun shalat, maka sujud sahwi tidak bisa menambalnya, alias dia harus mengulang rokaat yang salah satu rukunnya terlupakan tadi.
Jika imam lupa jumlah rokaat, misalnya pada rokaat ketiga dlm sholat 4 rokaat dia tetap duduk setelah sujud yg kedua krn mengira itu sebagai rokaat keempat, dan ia sempat membaca attahiyyat, lalu makmum bertasbih dan dia bangun kemudian menyempurnakan shalatnya, maka dia tidak wajib melakukan sujud sahwi setelah itu. Namun jika ia bangun dari rokaat kedua tanpa duduk tasyahhud, lalu diingatkan oleh makmum setelah ia sempurna berdiri, maka ia harus melanjutkan rokaat ketiga tsb dan jangan kembali duduk. Baru setelah selesai membaca attahiyyat di rokaat keempat dia sujud sahwi dua kali lalu salam. Dalam hal ini sujud sahwi hukumnya wajib walaupun ia telah diingatkan oleh makmum, karena dia melupakan salah satu wajib shalat, yaitu duduk tasyahhud awal, dan dia baru ingat setelah masuk ke rokaat berikutnya. Namun dalam kondisi yang pertama dia tidak wajib sujud sahwi karena dia diingatkan oleh makmum pada waktunya. dia hanya disunnahkan untuk sujud sahwi karena melakukan bacaan/gerakan tambahan yang tidak pada tempatnya.
Wallahu a’lam.
Assalaamu’alaykum. Ustadz, ana mau tanya. Apa ada dalil yang sharih bahwa ihsan itu tingkatannya lebih tinggi dari iman. Sebab selama ini [karena minimnya jelajah baca ana atau ana memang pelupa] yang ana temukan hanya dalil tentang lebih tingginya iman diatas islam yakni Al-Hujuraat:14. Nah, bagaimana dengan ihsan atas iman stadz?
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Ustadz, Bagaimana penjelasan mengenai hukum orang yang bekerja di kantor Perpajakan? Apabila dilarang, tolong jelaskan tentang Dalilnya ? Kemudian bagaimana solusi yang baik apabila kita terlanjur bekerja di tempat tersebut ? Apakah dalam hal ini ada jenis kantor perpajakan yang diperbolehkan ? Bila ada tolong jelaskan syarat-syaratnya ? Jazaakallohu Khoiron
Wa’alaikumussalaam warohmatullahi wabarakaatuh.
Perlu diketahui, bahwa pajak dalam Islam adalah: pungutan yang diambil oleh pemerintah dari rakyatnya, karena kondisi tertentu yang mengharuskan pemerintah melakukannya, dan tanpa imbalan tertentu yang diterima oleh pemberi pajak.
Pengertian pajak dlm Islam ini tentunya berbeda dengan pajak yang berlaku hari ini di hampir seluruh dunia. Pajak yang berlaku sekarang sifatnya kontinyu, sedangkan pajak dalam Islam sifatnya temporer sesuai desakan situasi dan kondisi, dan berakhir dengan berakhirnya sikon tsb.
Hukum pajak sendiri masih diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mengharamkan dan sebagian lagi membolehkan. Yang lebih rajih ialah pendapat yang membolehkan dengan syarat bahwa pajak tsb ditarik karena negara tidak memiliki anggaran yg cukup untuk melakukan hal-hal yang membawa kemaslahatan rakyatnya. contohnya untuk pembangunan jembatan, pengairan, biaya perang (jihad), dan lain-lain. Dalil mereka yg membolehkan adalah QS. al-Baqarah: 177, dan beberapa hadits shahih serta atsar dari para sahabat.
Nah jika kas negara memang tidak mencukupi untuk melakukan hal-hal tsb, maka saat itu negara boleh menarik pajak hingga proyek-proyek tersebut terlaksana. Tapi berhubung negara kita bukan negara Islam, dan pajak yang ditarik juga tidak jelas penggunaannya (alias mungkin juga dipakai untuk membiayai proyek-proyek batil), maka yang lebih aman ialah jangan bekerja di kantor pajak. Contoh proyek batil ialah pembangunan makam Gus Dur, pemugaran candi-candi, pembangunan bank-bank ribawi, obyek-obyek wisata yang menjadi ajang maksiat, dan banyak lagi lainnya.
Saya tidak tahu apakah ada kantor perpajakan yang hanya menarik pajak hanya bila negara tidak punya kas, dan bersifat temporer, serta untuk tujuan yang mubah (bukan hal-hal yang batil)? Kalo memang ada ya silakan bekerja di sana, tapi ana rasa tidak ada.
Wallaahu a’lam bisshowab.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Ustadz, ana mau tanya…. Bagaimana hukum Lagu Kebangsaan yang sekarang ini ada pada negara Indonesia ? Bolehkah untuk menyanyikan lagu kebangsaan tersebut ? Dan bagaimana dengan saudi arabia, bukankah negara tersebut juga memiliki lagu kebagsaan ? Jazaakallohu khiron
Wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh.
Menyanyi bukanlah sifat kaum lelaki. Lagu-lagu kebangsaan yg ada di mana-mana adalah pengaruh faham nasionalisme yg ditanamkan musuh-musuh Islam guna memperlemah ikatan iman dan akidah, dan memperkuat ikatan kebangsaan yg tidak memperhatikan masalah iman.
Arab Saudi juga punya lagu kebangsaan tapi ana tidak pernah denger bagaimana liriknya… ala kulli haal, ukuran kebenaran bukanlah Arab Saudi atau yg lainnya, Saudi juga punya kelemahan dalam berbagai sisi, meski dialah satu-satunya negara yg sejak berdri (th 1319 H) hingga kini masih mengangkat syari’at Islam sebagai UUD-nya. Kita berdoa supaya Allah memperbaiki segala kekurangan negara ini dan menjadikan negara-negara lainnya mengikuti Saudi dlm hal penerapan syariat Allah, terutama dlm memperjuangkan tauhid dan membasmi syirik. Amin.
Ustadz, ana mau tanya. Masyhur dikalangan barat ketika mereka lagi marah2 mereka terkadang melontarkan ucapan [maaf] “Son Of a Bitch!” apakah ucapan ini juga termasuk tuduhan zina terhadap wanita mukmin yang baik2 jika ternyata anak tersebut [yang dikatai tadi] bukan anak hasil zina?
Menurut ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah ucapan tersebut termasuk lafazh Qadzf yang sharih (terang-terangan). karena maknanya adalah menuduh ibu orang tsb berzina. Jika ibunya telah wafat, maka si anak boleh menuntut hukuman dera 80 kali terhadap yang mengatainya. Demikianlah hukum ucapan tsb secara umum, namun dalam kasus-kasus tertentu bisa saja ucapan tsb tidak termasuk qadzf, dan penjelasannya bisa antum baca di kitab-kitab fiqih yang panjang.
Assalamu’alaykum ust, baraallahufiyk..
ust, bgmn syarah hadits ini:
“Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, maka tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu; Engkaulah Al-Aakhir, maka tidak ada sesuatu pun sesudah-Mu; Engkaulah Azh-Zhahir, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu, dan Engkaulah Al-Bathin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu.”[Shahih Muslim IV/2084]
dlm Aqidah wasithiyah di syarah mjd:
Ayat dan hadits di atas menunjukkan sifat Al-Ihathah Az-Zamaniyah (meliputi waktu) yaitu pernyataan, “Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir; serta Al-Ihathah Al-Makaniyah (meliputi tempat), yaitu pernyataan, “Dan Azh-Zhahir dan Al-Bathin.”
kan Aqidah Ahlussunnah meyakini bahwa Allah Istawa di ‘Arsy Nya? Jadi bgmn ust, apa yg dimaksud adlh ma’iyyah ‘amm?
syukron atas jawabannya ust..
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh…
Pertama, tidak ada kontradiksi antara maksud hadits tsb dengan keyakinan Ahlussunnah bhw Allah istiwa’ di atas Arsy-Nya. Tentunya jika keduanya difahami dengan baik dan benar.
Kedua, Terjemahan bagian terakhir dari hadits tersebut SALAH !! Penjelasannya sbb:
Dlm kitab Bayan Talbisul Jahmiyyah jilid 4, Ibnu Taimiyyah menjelaskan hadits tsb secara lebih detail. Intinya ialah bahwa nama Azh Zhahir (isim fa’il dari kata Zhuhur) maknanya adalah ‘tinggi’. Karenanya, Allah menyifati tembok besi yang dibangun oleh Dzulqarnain dengan ungkapan (فما اسطاعوا أن يظهروه) “Mereka (Ya’juj dan Ma’juj) takkan dapat mendaki/berada diatasnya”, yang berarti bahwa tembok itu sangatlah tinggi.
Allah menamakan dirinya dengan nama tersebut sebab Dia lah yang paling tinggi, karenanya dikatakan: falaisa fauqoka syai’un, yang artinya tidak ada sesuatu pun di atas-Mu. Berhubung sesuatu yang tinggi biasanya nampak jelas, padahal Allah bersifat ghaib, maka untuk menepis asumsi tsb Rasulullah mengatakan bahwa Allah memiliki nama lainnya, yaitu Al- Baathin, yang mengandung pengertian ‘tersembunyi’ dan ‘dekat’. Karenanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam merangkainya dengan kalimat: “Falaisa duunaka syai’un” (dan inilah bagian yg salah diterjemahkan).
Menurut Syaikhul Islam, kata ‘duuna’ di sini diambil dari kata ‘ad dunuww’ yang artinya dekat, bukan dari kata ‘ad-duun’ yang artinya ‘rendah’ atau ‘di bawah’. Beliau lantas mencontohkan dengan firman Allah dlm Surah Al Kahf yg berbunyi:
حتى إذا بلغ مطلع الشمس وجدها تطلع على قوم لم نجعل لهم من دونها سترا
Yang maknanya ialah bahwa dlm perjalanan tsb Dzulqarnain sampai ke tempat terbitnya matahari, lalu dia mendapati matahari tsb terbit menyinari suatu kaum tanpa ada penghalang antara mereka dgn matahari tsb. Artinya, jika mereka berada di bawah naungan, berarti naungan tersebut ‘duunasy syamsi’, yang artinya ia lebih dekat kepada mereka dari pada matahari dan matahari menjadi lebih batin dari mereka dibanding naungan tersebut, karena matahari berada di belakangnya. Intinya, hadits tersebut menunjukkan bahwa Allah maha tinggi namun juga maha dekat sehingga tak ada sesuatu pun yang bisa menghalangi antara Dia dengan hamba-Nya. Oleh karena itu, dalam hadits shahih lainnya, ketika Rasulullah mendapati ada sebagian sahabat yang mengeraskan suara dalam takbir dan tahlil ketika di perjalanan, beliau menegur mereka seraya berkata:
أيها الناس، اربعوا على أنفسكم، إنكم لا تدعون أصم ولا غائبا، إن الذي تدعون سميعا قريبا، وهو معكم. أخرجه البخاري، وفي رواية أبي داود بلفظ:إن الذي تدعونه بينكم وبين أعناق ركابكم
Wahai saudara-saudara, kasihanilah diri kalian, kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli maupun tidak ada. Yang kalian seru adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kalian (HR. Bukhari). Dlm riwayat Abu Dawud lafazhnya sbb: “Yang kalian seru ada di antara kalian dan leher hewan tunggangan kalian”.
Tentunya hadits ini tidak berarti bahwa Allah ada di bumi, namun ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, sedangkan Dia berada di atas Arsy-Nya. Jadi, sebagaimana yg Ibnu Taimiyyah katakan dlm Aqidah Wasitiyah, makna hadits ini dan doa Nabi diatas ialah bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu.
Adapun ma’iyyah ‘aammah agaknya bukan yang dimaksud dalam konteks hadits-hadits di atas, sebab ma’iyyah ‘aammah berlaku untuk semua orang, sedangkan hadits yang antum nukil konteksnya adalah doa Nabi, yang berarti adalah ma’iyyah khaashshah yang konsekuensinya ialah memberi pertolongan dan perlindungan, dsb. Adapun ma’iyyah ‘aammah ialah spt yang Allah sebutkan dalam surah Al Hadid ayat 4. Dan inilah ma’iyyah yang berarti ilmu Allah yg meliputi segala sesuatu tanpa harus berarti memberi pertolongan, dsb. Wallaahu a’lam.
ada bbrp prtanyaan lg ust,
1.dalam al fiqhul absath, imam abu hanifah -rahimahullah- mngatakan “Allah itu murka & ridha. namun, tdk dpt dsebutkan bahwa murka Allah itu siksaNya & ridha Allah itu pd pahalaNya.”
~prtanyaan: bolehkah qt beramal dgn mengharap pahala dan surga Allah ta’ala saja, apakah jika beramal dgn mengharap pahala&surga berarti mengharap ridha Allah?
2. dalam alQur’an dan Sunnah byk disebutkan ttg keutamaan sebuah amalan, misal: ditanamkan pohon/ dibuatkan rumah/ dinikahkan dgn bidadari di Surga. Namun bukankah klo qt sudah masuk surga qt bebas meminta apa saja yg kita inginkan ya ust? sbgmn firman Allah, “Mereka di dalamnya memperoleh apa yg mereka kehendaki”(QS.Qaf)
3. dlm QS.Qaf dsebutkan, “Tiada suatu ucapanpun yg diucapkanmelainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
~prtanyaan: Apakah ktk berkata & berbuat pasti berujung pd pahala atau dosa? bukankah banyak amal yg sia2 tp tdk dinilai pahala / dosa ust?
4. berkaitan dgn prtanyaan 3. bagaimana membangun niat bagi para pnuntut ilmu yg sekolah/ kuliah d instansi umum/ non-syar’i agar berujung pada buah yg manis &bukan sekedar kesia-siaan. krn yg dtuntut dsana adl ilmu duniawi/ ilmu mubah. bahkan ada pelajaran/matkul ga brguna utk kehidupan [ ini dosennya sendiri yg ngomong ust, contoh: aljabar linier].
mohon maaf klo prtanyaannya trlalu banyak ust, Jazakallah..
1.dalam al fiqhul absath, imam abu hanifah -rahimahullah- mngatakan “Allah itu murka & ridha. namun, tdk dpt dsebutkan bahwa murka Allah itu siksaNya & ridha Allah itu pd pahalaNya.”
~prtanyaan: bolehkah qt beramal dgn mengharap pahala dan surga Allah ta’ala saja, apakah jika beramal dgn mengharap pahala&surga berarti mengharap ridha Allah?
Jwb: Justru yang mengatakan bhw murka Allah= siksa dan ridha Allah = pahala itulah yang keliru, sebab murka dan ridha adalah sifat-sifat Allah yang memiliki makna tersendiri. Al Ghadhab (murka) tidak boleh ditakwilkan dengan iradatul intiqam (keinginan menyiksa/membalas), dan Ar Ridha tidak boleh ditakwilkan dengan iradatul in’am (keinginan memberi nikmat). Murka adalah murka, dan ridha adalah ridha. Sedangkan siksa dan pahala adalah akibat dari kemurkaan dan keridhaan Allah, tapi bukan murka dan ridha itu sendiri, sebab tidak semua kemurkaan berujung pada siksaan. Inilah akidah Ahlussunnah wal jama’ah, sedangkan yang menakwilkan tadi adalah kaum asy’ariyah, bukan ahlussunnah, Faham?
Beramal mengharap surga dan pahala itu diperintahkan oleh Allah sendiri, contohnya dalam QS Al Hadid ayat 21: “Saabiquu ila maghfiratin min rabbikum wa jannatin… dst” yg artinya: “berlomba-lombalah menuju ampunan Allah dan Jannah…”. Demikian pula dlm QS Aali Imran ayat 133. Lihat pula QS Al Muthaffifin: 22-26, lalu Ash Shaaffaat: 40-61 (intinya pd ayat terakhir), dan banyak lagi yg lain. Apalagi jika beralih ke hadits-hadits Nabi, maka lebih banyak lagi. Lihat saja kitab-kitab seperti At Targhib wat Tarhieb karya Al Mundziri, dan Riyadhus Shalihin karya An Nawawi. Topik kitab-kitab tsb adalah iming-iming pahala bagi yg beramal shalih, dan ancaman dosa bg yg maksiat.
Ridha Allah beda dengan pahala, dan beda dengan Surga. Tapi baik pahala maupun surga ada hubungannya dengan ridha. Ridha Allah adalah sifat-Nya, sedangkan pahala/surga adalah ciptaan-Nya. Sifat Allah adalah bagian dari Diri-Nya yang jauuuuuuuuuuuuuuh lebih berharga dan mulia daripada seluruh makhluk-Nya, apa pun itu. Karenanya, setelah Ahlul Jannah berada dlm Jannah, Allah masih menawarkan kenikmatan lain untuk mereka yg lebih dari Jannah itu sendiri, yaitu: Allah halalkan bagi mereka keridhaan-Nya sehingga Dia takkan murka kepada mereka selamanya. Barulah kemudian Allah mengizinkan mereka untuk melihat Wajah-Nya yg maha Indah… yang lebih indah dari seluruh keindahan surgawi. Sebagaimana yg tersebut dlm hadits-hadits shahih. Jadi, tidak ada kontradiksi antara beramal mengharap pahala/surga dengan beramal mengharap ridha Allah, karena memang saling berkaitan satu sama lain, meski masing-masing memiliki makna khusus. Faham?
2. dalam alQur’an dan Sunnah byk disebutkan ttg keutamaan sebuah amalan, misal: ditanamkan pohon/ dibuatkan rumah/ dinikahkan dgn bidadari di Surga. Namun bukankah klo qt sudah masuk surga qt bebas meminta apa saja yg kita inginkan ya ust? sbgmn firman Allah, “Mereka di dalamnya memperoleh apa yg mereka kehendaki”(QS.Qaf)
JWB: Betul. Memang setelah seseorang msk surga dia bebas minta apa saja yg diinginkannya, dan itu tidak bertentangan dengan pahala-pahala yang antum contohkan tadi. Allah mencontohkan pahala suatu amalan dengan ‘ditanamkan pohon’, ‘dibuatkan rumah’, dll bukan berarti tidak ada kenikmatan lain, akan tetapi karena yang diajak bicara adalah masyarakat Arab yang menganggap bahwa hal-hal tsb merupakan puncak kenikmatan yg mereka fahami. Tentunya jika Allah menyebutkan ‘diberi mobil’, ‘dibuatkan villa’ dan semisalnya, mereka tidak akan faham apa itu mobil, villa, dsb… sehingga tidak terdorong untuk mengejarnya… namun jika diberi gambaran yang bisa mereka fahami barulah mereka akan tertarik. Faham?
3. dlm QS.Qaf dsebutkan, “Tiada suatu ucapanpun yg diucapkanmelainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
~prtanyaan: Apakah ktk berkata & berbuat pasti berujung pd pahala atau dosa? bukankah banyak amal yg sia2 tp tdk dinilai pahala / dosa ust?
JWB: Ahli Tafsir berbeda pendapat dlm menafsirkan ayat di atas. Menurut Qatadah dan Hasan Al Bashri, malaikat tsb mencatat semua perkataan dan perbuatan. Sedangkan menurut Ibn Abbas ia hanya mencatat sesuatu yang mengandung pahala/dosa saja. Ibnu Katsir merajihkan pendapat yg pertama karena itulah yang sesuai dengan zhahir ayat ini. Lebih lengkapnya silakan baca Tafsir Ibn Katsir ttg ayat tsb.
Memang banyak perkataan/perbuatan yg tidak dikategorikan baik/buruk, tapi tidak tepat jika dikatakan “sia-sia”. Karena perbuatan sia-sia adalah perbuatan tercela dan bukan sifat seorang mukmin, karena menghabiskan umur tanpa mendapat kebaikan sedikitpun. Wallaahu a’lam.
4. berkaitan dgn prtanyaan 3. bagaimana membangun niat bagi para pnuntut ilmu yg sekolah/ kuliah d instansi umum/ non-syar’i agar berujung pada buah yg manis &bukan sekedar kesia-siaan. krn yg dtuntut dsana adl ilmu duniawi/ ilmu mubah. bahkan ada pelajaran/matkul ga brguna utk kehidupan [ ini dosennya sendiri yg ngomong ust, contoh: aljabar linier].
mohon maaf klo prtanyaannya trlalu banyak ust, Jazakallah..
JWB: Semua perbuatan mubah bisa bernilai ibadah bila niatnya tepat. Contoh: makan, tidur, bicara, dll. kalau seseorang makan sekedar untuk mengganjal perut yg lapar, maka makannya dihukumi mubah. Namun jika diniati sebagai sarana menjaga kesehatan badan agar tetap sehat dan semangat beribadah, maka makannya bernilai ibadah. Demikian pula dengan tidur, bicara, dll. termasuk menuntut ilmu dunia/ilmu mubah spt Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, dll… kalau niatnya untuk menggali tanda-tanda kebesaran Allah (spt Biologi dan semisalnya) maka ia bernilai ibadah, demikian pula jika diniatkan untuk menjadi muslim yg ahli di bidang tsb agar umat Islam tidak tergantung pada orang kafir, maka juga bernilai ibadah bahkan tergolong fardhu kifayah. Selain itu, seorang biologist, fisikawan, matematikawan dsb bisa membuat penemuan-penemuan berharga yang menjadi amal jariah untuknya… contohnya teori AlJabar, dsb. Jika dia meniatkan untuk seperti itu, maka usahanya tidak akan sia-sia meski akhirnya ia belum bisa mewujudkan cita-citanya… karena dia telah berusaha untuk ke sana. Begitulah kira-kira… semoga bermanfaat, wallaahu a’lam bisshawab.
Assalamualaikum
ustadz di blog ana ada pertanyaan seperti ini : “Bagaimanakah Terapi Penyembuhan Penyakit Hati dari Riya, Takabur, ujub dll ….”, besar harapan agar sekiranya ustadz bisa memberikan menjawab pertanyaan tersebut, syukron.
wassalam
wa’alaikumussalaam warahmatullah, untuk terapi berbagai penyakit hati coba baca saja buku Ibnu Qayyim Al Jauziyah yg berjudul: Penyakit Hati dan Obatnya.
Tapi secara singkat metode yg saya pakai dalam mengatasi sebagian penyakit hati tersebut ialah dengan mengingat selalu akan bahayanya. Contohnya Riya yg berdampak pada hapusnya pahala suatu amalan dan tergolong dlm syirik asghar. sedangkan takabbur mendatangkan kemurkaan Allah dan merupakan sifat Iblis laknatullah ‘alaih. lalu ujub juga bisa menghapuskan amalan seseorang. selain itu hendaklah kita memperhatikan diri kita masing-masing… dari apakah kita diciptakan? Dari emas.. perak… intan… atau apa? Kita tak lain diciptakan dari sesuatu yang menjijikkan, yang keluar dari tempat yg kotor dan masuk ke tempat yg serupa, lalu jika kita mati akan menjadi bangkai yg menjijikkan, dan semasa hidup kita selalu membawa kotoran dlm perut yang menjijikkan pula… pantaskah seseorang merasa takabbur dan ujub (kagum) setelah ini semua? cobalah kita renungkan sama-sama… mudah-mudahan bermanfaat. Wassalaaam
Assalaamu’alaikum
Ustadz saya mau Tanya. orang yang terakhir masuk surga, itu diangkat dari neraka tingkatan yang mana (yang terbawah atau teratas), seperti yang ada di hadits riwayat muslim.
Wassalaamu’alaikum
Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Tentunya dia bukan dari neraka yg terbawah, karena yg terbawah ditempati oleh orang-orang munafik dan mereka tidak akan keluar dari sana selamanya, sebagaimana yang Allah sebutkan dlm Surah An-Nisa’ ayat 145. Yang jelas, orang tsb termasuk Ahlut Tauhid meskipun banyak (bahkan buaaaanyak sekali) dosanya, sebab hanya mereka yang bertauhidlah yang tidak kekal di Neraka dan pasti masuk Surga suatu hari kelak, tapi saya tidak tahu dia harus mendekam di neraka tingkat berapa terlebih dahulu… toh di tingkat berapa pun semuanya SANGAT TIDAK NYAMAN, dan tidak penting bagi kita untuk tahu tingkat berapa-nya, yang penting ialah bagaimana kita menjaga tauhid kita dan menjauhi dosa-dosa semaksimal mungkin, agar dijauhkan dari neraka. Demikian, wallahu a’lam, wassalaaam.
Assalaamu’alaikum….
Ustadz, saat ini sedang ramai persoalan kedatangan pemimpin dari Amerika, Obama ke Indonesia. Bagaimana seharusnya sikap seorang muslim, apakah menolak beliau mentah-mentah karena menganggap beliau termasuk kafir harbi, atau menerima kedatangannya?
Jazakallahu Khairan.
wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk bersikap bara’ kepada semua kekafiran dan orang kafir. Sikap bara’ td perwujudannya ialah dengan membenci kekafiran mereka dlm hati (ini wajib) dan terkadang kita dianjurkan untuk menyatakannya dengan lisan/perbuatan dlm situasi dan kondisi tertentu (seperti yg dilakukan Nabi Ibrahim dlm QS Al Mumtahanah: 4, dan penghancuran beliau terhadap berhala2 kaumnya). Akan tetapi untuk mengingkari dengan lisan dan tangan, haruslah mengindahkan kaidah ‘maslahat dan mafsadat'; artinya, apa yang kita lakukan haruslah mendatangkan maslahat bagi diri dan agama kita, dan bila tidak demikian maka hal tersebut tidak dianjurkan. Karenanya, jika pengingkaran kita secara lisan (misalnya dengan mencaci maki berhala/orang kafir/dsb) justeru menimbulkan dampak buruk bagi diri dan agama kita, hal tersebut menjadi HARAM. Allah berfirman yg artinya: Janganlah kalian mencaci orang-orang yang menyembah selain Allah sehingga mereka membalas mencaci maki Allah tanpa ilmu dan penuh permusuhan (Al An’am: 108).
Bara’ kepada kekafiran dan orang kafir juga harus diwujudkan dengan TIDAK MENCONTOH tingkah laku mereka yang bertentangan dengan syari’at Islam. Baik itu dalam sisi keyakinan, ibadah, akhlak, maupun mu’amalah mereka.
Bara’ kepada kekafiran dan orang kafir TIDAK BERARTI menzhalimi mereka. Kita tetap harus berlaku adil terhadap orang paling kafir sekalipun, dengan memberikan hak-haknya secara penuh. Allah berfirman yg artinya: “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil. Berlaku adillah karena yang demikian itu lebih dekat pada ketakwaan” (Al Maidah: 8).
Bara’ kepada orang kafir adalah IBADAH yang harus mengikuti ATURAN MAIN sebagaimana ibadah lainnya. Artinya, jika tidak didasari niat dan ilmu yang benar, hal itu tidak akan bermanfaat bahkan justeru bisa mencelakakan pelakunya. Contohnya memerangi semua orang kafir harbi tanpa mengindahkan rambu-rambu syari’at, seperti yang diserukan oleh Al Qaedah dan pengikutnya… hasilnya? Kehancuran Irak dan Afghanistan dalam beberapa bulan saja… lalu terbunuhnya ratusan ribu jiwa kaum muslimin tanpa dosa, dan makin bercokolnya tentara kafir di negeri-negeri kaum muslimin, dan masih banyak kerugian lain yg diderita oleh kaum muslimin yg tidak mungkin kita sebutkan satu persatu… itu semua akibat segelintir orang yang ‘keblinger’ dan ‘gegabah’ dlm membenci AS dan arogansinya selama ini… mereka yg berjumlah 19 pemuda tsb lantas -menurut statemen Osama bin Laden sendiri- ‘hendak menghapus kehinaan’ yang melekat di dahi umat Islam selama ini, dengan mengadakan ‘serangan penuh berkat’ terhadap WTC dan Pentagon… dst.
Kesimpulannya: 19 Pemuda ‘Mujahid’ + sekitar 3000 orang kafir yg mati, berhasil menyebabkan hancurnya Afghanistan, Irak, dan terbunuhnya ratusan ribu kaum muslimin dst…
Terakhir, para fuqaha’ sepakat bahwa jika seorang kafir harbi masuk ke negeri kaum muslimin dengan jaminan keamanan dari seorang muslim (siapa pun orangnya), maka haram bagi seluruh kaum muslimin untuk mengganggunya. Mereka justeru diwajibkan untuk mengantarkan si kafir harbi tadi sampai ke tempat yang aman. Allah berfirman yg artinya: “Bila ada salah seorang musyrik yg minta perlindungan kepadamu (wahai Nabi), maka lindungilah dia supaya ia bisa mendengar kalamullah (Al Qur’an), lalu antarkanlah ia sampai ke tempat yang aman baginya” (At Taubah: 6). Ayat di atas persis setelah perintah untuk memerangi orang-orang musyrik secara umum di mana saja mereka ditemui setelah berakhirnya bulan-bulan haram (ayat 5). Jadi, jelas sekali bahwa kafir harbi jika masuk dengan jaminan keamanan dari seorang muslim tetap harus dilindungi dan tidak boleh dilanggar kehormatan diri, maupun hartanya.
Sebagai kaum muslimin, kita wajib bersolidaritas dengan saudara kita sesama muslim yang ditindas dan diperangi oleh orang kafir (entah itu AS, Israel, atau siapa saja). Artinya, jika saudara kita minta tolong kepada kita maka kita wajib membantu semampunya, akan tetapi hal itu tetap harus pake aturan. Allah berfirman yg artinya: “Jika mereka (kaum muslimin yg tertindas krn tidak mau hijrah tsb) meminta tolong kepada kalian (kaum muslimin yg berada di Madinah), maka kalian wajib menolongnya. Kecuali terhadap kaum yang kalian terikat perjanjian damai dengan mereka” (Al Anfal: 72). Artinya, jika musuh yg menyerang saudara-saudara kita di wilayah lain tersebut terikat perjanjian damai dengan kita, maka kita tidak boleh memerangi mereka demi menolong saudara kita. Kita hanya boleh menyerang mereka setelah selesainya tempo gencatan senjata, atau setelah perjanjian tsb kita batalkan dan musuh telah diberitahu terlebih dahulu akan hal tsb, jadi tidak ada unsur khianat sama sekali. Lihat Surat Al Anfal: 58.
Setelah mukaddimah di atas barulah saya akan menjawab pertanyaan antum sbb:
Jika kita masih menganggap presiden kita sebagai muslim, maka kedatangan Obama ke Indonesia adalah atas jaminan keamanan dari SBY, dan berarti dia tidak boleh kita caci maki dsb, meskipun kita tetap membencinya dlm hati karena kekafirannya. Jaminan keamanan di masa kini ialah dlm bentuk visa yang diberikan oleh Kedutaan RI kepada setiap warga asing yang datang ke indonesia.
Obama dlm hal ini bukanlah kafir harbi, sebab AS tidak terlibat perang dengan kaum muslimin Indonesia. Sedangkan kafir harbi adalah kafir yang masuk ke negeri kaum muslimin sebagai penyerang/aggresor.
Ini haruslah kita perhatikan mengingat kaum muslimin saat ini tidaklah berada di bawah satu komando (khalifah), akan tetapi telah terpecah-pecah dalam berbagai negara, dan masing-masing negara berdiri sendiri. Karenanya, kedaulatan setiap negara haruslah diperhatikan dlm hal ini dlm rangka menghindari timbulnya mafsadat.
menolak kedatangan Obama boleh-boleh saja asalkan jangan menimbulkan dampak negatif yang merugikan Islam dan kaum muslimin. Contohnya bila penolakan tsb justeru berakibat makin terhambatnya laju dakwah karena dicitrakan sebagai islam garis keras/teroris/dsb, maka sebaiknya kita lakukan dlm hati saja dan tidak usah demo dsb. Toh keputusan terakhir bukanlah di tangan kita, tapi di tangan pemerintah… Demo/unjuk rasa bukanlah cara yg Islami, tapi itu cara orang kafir yang ditiru oleh banyak kaum muslimin, dan itu sendiri bertentangan dengan konsekuensi Bara’ yg telah saya sebutkan tadi.
Menerima kedatangan Obama boleh-boleh saja pada dasarnya. Toh Rasulullah juga pernah menerima kedatangan tokoh-tokoh kaum musyrikin dalam berbagai kesempatan, seperti Abu Sufyan dll. Apalagi jika yg datang adalah kepala Negara Adidaya spt AS, yang -diakui atau tidak- secara militer jauh lebih kuat dari Indonesia, dan tidak ada maslahatnya sama sekali jika indonesia harus terlibat konflik dgn AS. Oleh karena itu, dlm hal ini ada yg disebut ‘mudaroh’ alias bermanis muka di depan orang kafir/musuh namun melaknat mereka dalam hati, dlm rangka menghindari kejahatan mereka. Sebab orang kafir yang lebih kuat jika disikapi dengan kasar/gegabah justeru semakin tamak untuk menindas musuhnya (orang Islam).
Demikian… mohon ma’af jika jawabannya terlalu panjang, tapi ini saya anggap penting untuk difahami agar kita mengerti permasalahannya secara utuh dari semua sisi. Wallaahu a’lam.
Maaf stadz, ana bukan simpatisan Osama bin Laden tapi dari data yang ana dapat maka bisa ana simpulkan bahwa ana tidak sependapat dengan antum . Ana yakin bahwa Osama tidaklah terlibat. Ini didasarkan pada fakta dan analisa dari para ahli serta pengakuan Osama bin Laden sendiri.
Ini ada sumber wawancara langsung dengan Osama:
http://911review.com/articles/usamah/khilafah.html
Itu baru dari media islam, belum lagi dari media barat yang jelas2 netral dan ga ada untungnya bagi mereka untuk men-support Osama bin Laden. Coba kunjungi website dibawah ini, sungguh penuh dengan banyak bukti dan analisa tajam bahwa Osama tidak terlibat dalam maslalah WTC. Argumentasinya sangat2 kuat. Dan jika kita ingin membantah mereka maka kita pun harus menyediakan argumentasi yang sama kuatnya dan sampai saat ini ana belum mendapatkannya.
Selengkapnya lihat di: http://www.911truth.org/. Ana sarankan kepada antum [jika ada waktu] untuk membacanya.
Sekian stadz informasi dari ana, semoga bermanfaat.
Hmm… ana sudah tahu ttg hal itu. Tapi coba antum simak statement Bin Laden di sini:
http://www.youtube.com/watch?v=78sOL4dRnQE&feature=related
Dia sangat membanggakan serangan 11/9 tsb dan mengkalkulasi berapa besar kerugian AS karenanya… yang artinya bahwa Bin Laden mendukung serangan tsb. sebab kalo tidak, mengapa dia senang dgn itu semua? dan itu ia ucapkan tak lama stlh terjadinya serangan.
Lalu simak pula link di bawah:
http://www.youtube.com/watch?v=nJPiByBY4Qk&feature=PlayList&p=7ED648A22D7269D5&playnext_from=PL&playnext=1&index=55
Ini statemen-nya Usamah tggl 11 Sept 2007 dlm rangka peringatan tragedi 11 Sept. Dia jelas-jelas mengatakan bhw 19 pemuda muslim telah berhasil meruntuhkan simbol kedigdayaan AS dengan serangan atas WTC dan Pentagon. Video ini ditayangkan oleh Reuters, tp sayang Al Jazeera hanya mencuplik sebagian saja. Tapi intinya jelas, bhw pelakunya adalah 19 orang syabab muslim menurut Bin Laden. Dan berangkat dari pernyataan inilah AS semakin menekan negara-negara asal ke-19 pemuda tsb, sehingga aktivitas dakwah banyak terhenti dan mereka yg multazim diidentikkan dengan teroris, dst…
lihat juga di sini:
http://www.youtube.com/watch?v=UFXhVYsg4c4&feature=related
dan kalo antum mau sabar nyari, akan dapet lebih banyak lagi.
Intinya, meski Bin Laden mungkin saja tidak terlibat scr langsung, tp dia memuji-muji dan menyetujui tragedi tsb… sehingga dengan sikapnya ini, AS mendapat angin segar untuk mengkambinghitamkan kaum muslimin. Kontradiksi memang, antara pernyataan Bin Laden yg antum tunjukkan (dlm bhs Inggris) dgn statemen dia yg berbahasa Arab… kalo dia mulanya menganggap itu sbg kerjaan intelijen AS, anehnya kemudian dia mengakui itu sbg kerjaan mujahidin yg berhasil mempermalukan AS dgn segala kecanggihannya…
assalamu’alaikum ustadz, ana ingin bertanya bagaimana hukum islam bagi yang bekerja sebagai seorang auditor, khususnya yang bekerja di KAP[Kantor Akuntan Publik].
Ana seorang mahasiswa jurusan Akuntansi, ana melihat bahwa ada sedikit subhat tentang pekerjaan ini, khususnya ketika pekerja harus mengaudit laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang bermuamalah dengan bank ribawi, bagaimana status hukum islam terkait masalah ini.
Dan bagaimana pandangan ustadz tentang KAP[Kantor Akuntan Publik] dalam dunia usaha di Indonesia dan kaitannya dengan hukum syariat.
Ana sangat membutuhkan penjelasan terkait masalah ini,
mengingat banyak mahasiswa di jurusan ana yang ingin menjadi seorang auditor.
Jazakallahu khoiron.
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh ustadz ..
ana mau tanya nih sebenarnya di Arab Saudi itu apakah semua orang disana salafi (mengikuti manhaj salafush sholeh) atau hanya sebagian kecil saja seperti dinegeri kita ini ghurobba (asing) dan juga ana mau tanya apakah Raja Saudi itu termasuk salafi juga soalnya kalo dia salafi ana juga agak ga setuju soalnya dia menyimpang dari ajaran para salaf contoh dia memiliki lukisan dirinya dan juga dia bekerja sama dengan yahudi amerika dan sebagainya mohon penjelasannya ustadz soalnya banyak orang” yang bilang kalo Raja Saudi itu Wahabbi – Salafi jadi negatifnya Raja Saudi itu berdampak ke semua orang yang bermanhaj salaf.
jazakallahu khairan katsiron ustadz
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh…
Menjawab pertanyaan antum, antum perlu membedakan antara negara sebagai instansi pemerintahan dan warga negara sebagai rakyat. Contohnya di zaman Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin, bahkan di pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyah secara umum… kalau melihat ke sistem UUD dan KUHP-nya, maka kita katakan bahwa semuanya adalah negara-negara Islam Salafi (alias Ahlussunnah wal Jama’ah), tapi tidak berarti bahwa semua warga negaranya adalah salafiyyin… bahkan di zaman Nabi (yang merupakan zaman terbaik secara mutlak) ada banyak dari ‘warga negara’ beliau yg non muslim, spt kaum Yahudi dan munafikin. Pun demikian mereka tunduk di bawah aturan Rasulullah sebagai kafir Dzimmi. demikian pula di masa-masa berikutnya… Bahkan dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaih wa sallam ketika wafat masih menggadaikan baju besinya pada seorang Yahudi, demi mendapatkan 30 sha’ (gantang) kurma. Jadi, bekerja sama/ bermua’malah dengan orang kafir (Baik AS maupun Yahudi) adalah dibolehkan… bahkan Allah menghalalkan lelaki muslim untuk menikahi wanita nasrani/yahudi yg menjaga kehormatannya (alias bukan pezina). Ini jelas menunjukkan bahwa ‘sekedar’ mencintai orang kafir secara naluriah pun adalah boleh. Yang dilarang ialah mencintai mereka karena kekafiran mereka, dan ini adalah sesuatu yg tersembunyi dalam hati dan tidak bisa kita hukumi dari sekedar kerja sama/persahabatan yg mereka lakukan, terutama antar kepala negara. karena belum tentu si Raja Saudi bersikap kooperatif dengan AS dan Yahudi –kalau tuduhan ini benar– karena ia mencintai kekafiran mereka.
Jadi, antum harus bisa membedakan antara cinta yg dibolehkan dan cinta yg tidak dibolehkan. cinta yg dibolehkan adalah cinta yg manusiawi, spt mencintai anak, isteri, dan kerabat yg kafir karena kedekatan kita dengan mereka, atau mencintai orang kafir karena sikapnya yang baik, dan semisalnya… sedangkan cinta yg tidak boleh ialah mencintai mereka karena kekafiran mereka.
Jadi, seorang lelaki muslim boleh mencintai isterinya yg nasrani atau yahudi karena dia adalah isterinya, atau karena si isteri bersikap baik kepadanya. Tapi di saat yg sama ia harus membenci kekafiran si wanita dan tidak boleh mencintai kekafiran tsb sedikit pun, karena itu bisa menyebabkannya kafir.
Adapun ttg Raja Saudi, maka dia adalah manusia biasa yg bukan orang ‘alim. Dia banyak memiliki kesalahan sebagaimana orang awam lainnya. hanya saja secara umum dia masih bisa dikategorikan berakidah ahlussunnah/salaf, karena demikianlah ‘tradisi’ keluarga kerajaan sejak turun temurun, dan negara saudi sendiri didirikan atas dasar tauhid, Al Qur’an dan Sunnah. jadi, inilah yg menjadi patokan dasar dalam menilai… adapun oknum-oknum yg menyimpang tentu ada dan mereka tidak bisa jadi standar.
Contohnya ketika kita ingin menilai Islam, maka kita harus melihat kepada ajarannya dan sumber-sumbernya (al Qur’an dan Sunnah), bukan kepada penganutnya… sebab banyak sekali di antara kaum muslimin yang menyelisihi ajaran Islam, dan mereka tidak mencerminkan islam. Demikian pula dengan warga Saudi, termasuk oknum-oknum pemerintahannya yang kadang menyelisihi manhaj salaf, baik dengan memajang foto dsb… hal ini tidak berarti bahwa negara mereka lantas menjadi negara yg tidak salafi. negaranya tetap salafi selama pemerintahnya tidak murtad dan undan-undangnya tidak berubah. dan inilah yang masih kita saksikan sampai hari ini… semoga Allah memelihara mereka dan negara mereka yang menjadi benteng akidah ahlussunnah satu-satunya di dunia (dengan segala kekurangannya) hari ini… Allaahumma aamiin.
Adapun mereka yg menjuluki saudi sebagai wahhabi bukan salafi, sebenarnya tidak memahami hakikat dakwah wahhabi dan salafi yang tidak ada bedanya. Hanya saja, dahulu ketika Inggris masih berkuasa dan menjajah berbagai negeri kaum muslimin di dunia (spt Pakistan, India, dsb), hanya pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lah yang menyerukan kaum muslimin agar berjihad melawan penjajah. oleh karenanya, Inggris lantas memunculkan istilah ‘Wahhabi’ dan membuat cerita-cerita bohong ttg kekejaman kaum wahhabi tsb, lalu menyebarkannya di setiap wilayah jajahan mereka, sehingga banyak dari kaum muslimin yg termakan propaganda tsb lalu meyakini kebohongan-kebohongan tadi. padahal dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (yg dijuluki dakwah wahhabi tsb) tidak ada bedanya dengan dakwah ahlussunnah wal jama’ah/salafiyah.
begitu, mudah-mudahan antum mendapat pencerahan… wallaahu a’lam bishshowab.
assalamu’alaykum, barakallahufiyk..
ustadz, apakah benar adz-Dzahabi menulis nasehat kpd syaikhul Islam seperti yg ada d blog ini http://allahadatanpatempat.wordpress.com/ahlussunnah-versus-wahabi/
syukron,,
Alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh… Alhamdulillah, setelah ana konfirmasi, ternyata kitab Ar Risaalah Adz Dzahabiyyah yang dinisbatkan ke Imam Adz Dzahabi tsb adalah tidak benar, alias bukan hasil karya beliau. hal ini dibuktikan dengan kandungan kitab yang bertentangan dengan kitab-kitab Imam Dzahabi lainnya yang demikian menyanjung Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, selain juga tidak selaras dengan akidah Imam Dzahabi yg disebutkan di kitab-kitab lainnya. Ada seorang peneliti bernama Syaikh Muhammad Ibrahim Asy Syaibani yang membantah habis kitab tsb dan menafikannya sebagai kitab Adz Dzahabi.
kedua: yang pertama kali memunculkan dan mengklaim bhw kitab tsb adalah tulisan Adz Dzahabi ialah tokoh Jahmiyyah kontemporer yang sangat membenci Ibnu Taimiyyah, termasuk sejumlah ulama Salaf… yaitu Muhammad Zahid Al Kautsari yg mentahqiq kitab tsb… bantahan selengkapnya ttg hal ini bisa antum lihat di:
http://www.almenhaj.net/makal.php?linkid=601
ini merupakan jawaban Syaikh Masyhur Hasan Salman (masih bahasa Arab) terhadap pertanyaan yg seperti antum lontarkan.
assalamualaikum…
Maaf ustadz, mohon kiranya ustadz berkenan menjawab pertanyaan saya, jika ustadz tidak bisa menjawabnya di halaman ini jika berkenan ustadz mengirimnya ke email saya ([email protected]), sekali lagi mohon maaf ustadz saya sangat membutuhkan jawaban dari ustadz….
Wa’alaikumussalaam… coba antum cari jawabannya di sini:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/terapi-penyakit-suka-sesama-jenis.html
Assalaamu’alaykum
ustadz ana ingin bertanya,apakah benar memakan daging unta termasuk pembatal wudhu,,
apa hukum nya bersholawat kepada Rosul diluar shalat dengan memakai kata-kata syaidina,,apakah ini termasuk bid’ah..??
mohon penjelasan nya.
suukron jazakallah
Iya betul, memakan daging unta (termasuk hati dan jeroannya) dapat membatalkan wudhu’ sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih. bersholawat atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di luar shalat boleh saja menggunakan lafazh sayyidina dan itu bukan bid’ah, karena beliau mengatakan: Ana sayyidu waladi Aadama walaa fakhru (Aku adalah sayyidnya bani Adam, dan itu bukanlah kesombongan).
assalamualaikum ustadz..
saya mau curhat sekaligus bertanya,
saya skr sedang hamil dan usia kandungan saya sudah 5 bln,dan tinggal dirumah mertua. saat usia kandungan kira2 3 bln mau ke 4 bln,mertua saya berkunjung kekampung halamannya untuk menghadiri acara syukuran keluarga,dan sepulang dari sana beliau membawa cerita bahwa ada seseorang yg bisa dibilang ahli agama memperingatkan kalo saya tidak boleh berada/tinggal dahulu dirumah orangtua saya selama kehamilan terkecuali setelah melahirkan baru boleh,katanya sih kurang baik tinggal disana,takutnya menyesal ato apa gitu,karena memang ini kehamilan saya yg kedua,yang pertama lahir imature usia kandungan 23 minggu dan meninggal. katanya sih menyangkut dengan hal yang gaib kenapa saya tidak diperkenankan berada dirumah orangtua saya,dan bahkan sampai disebutkan ada yg suka sama saya dan suami saya (yg gaib itu).
saya jd bingung sendiri ustadz,saya percaya bahwa hanya atas kehendakNya semua kejadian yg ada didunia ini,terkadang saya kan kangen juga pengen maen kerumah orangtua saya meskipun mereka sering mengunjungi saya dirumah mertua. yg bikin saya kepikiran,karena mertua saya sangat menekankan tidak boleh,saya sih jujur percaya ga percaya ustadz,ada yg lebih berkuasa dan lebih melindungi saya dan janin saya,tapi ucapan2 dr mertua saya terkadang mengganggu pikiran saya,maklum ibu2 hamil ustadz suka rada sensi dan pernah mengalami kehilangan jd begitu deh..
saya bingung ustadz..gimana ya?
makasih ustadz sebelumnya
Wa’alaikum salam. Pendapat tsb mutlak keliru dan hanya khurafat yang tidak ada dasarnya… kita sebagai seorang muslim harus mengingkari keyakinan batil semacam itu, dan itu pasti bukan berasal dari orang yg ngerti agama. jangan pernah mengait-ngaitkan suatu musibah dengan hal-hal yg secara rasional tidak ada sangkut pautnya, kecuali jika jelas ada dalil yg shahih. dan dalam hal ini, apa yang saudari tanyakan sama sekali tidak ada dalilnya, dan tidak ada hubungan sebab-akibat antara kandungan dengan berada di rumah orang tua. jadi, jangan gubris anjuran mereka, dan tetaplah berdoa kepada Allah karena semua berada di tangan-Nya, kalau toh akhirnya kandungan anda bermasalah lagi, maka YAKINLAH itu semata-mata karena takdir Allah bukan karena anda tinggal di rumah orang tua saat hamil… walaupun hal ini terulang SERIBU KALI, anda tetap tidak punya keyakinan spt itu, karena itu adalah SYIRIK yang mengancam keselamatan anda di dunia dan akhirat!
Demikian, semoga dapat difahami dan diamalkan.
assalamualaikum…. ust..
saya ingin minta nasehat dari ust…
saya ini sudah menikah pada usia 18 tahun,alhamdulillah saya mendapatkan suami yang baik sekali dengan saya, kami sudah menikah hampir 2th lalu saya masih tetap melanjutkan kuliah dan kami belum mempunyai anak.
sebelum saya menikah saya selalu rajin datang kajian-kajian di masjid-masid sehingga saya merasa iman saya semakin meningkat tapi ketika sudah menikah saya menjadi jarang datang ke kajian karena kesibukan pekerjaan rumah yang saya kerjakan, sehingga hati saya menjadi gersang dan timbulnya penyakit hati pada diri saya. akibatnya saya sering membantah suami saya, saya sering mengeluh, bahkan saya sering melimpahkan kemarahan pada suami saya dengan alasan yang tidak jelas pernah saya juga meminta cerai padanya. alhamdulillah suami saya sangat sabar menghadapi saya.
pada saat ini di dalam hati selalu gundah dan selalu berada dalam penyesalan
” kenapa saya harus memutuskan menikah di usia muda”
kata kata itu yang selalu berbisik di hati saya. sehingga sering kali saya menyesal dan tidak menerima taqdir yang ALLOH berikan kepada saya..(Astagfirulloh).
ust. saya mohon nasehatnya saya takut penyakit hati saya ini semakin parah dan saya menjadi orang yang kufur (na’uzubillah)
syukron…….
Maaf ustadz foto di atas itu bukan foto saya. koq bisa muncul ya, khawatir jadi fitnah bagi ug bersangkutan….